Mohon tunggu...
Soetiyastoko
Soetiyastoko Mohon Tunggu... Penulis - ☆ Mantan perancang strategi pemasaran produk farmasi & pengendali tim promosi produk etikal. Sudah tidak bekerja, usia sudah banyak, enerjik. Per 30 April 2023 telah ber-cucu 6 balita. Gemar menulis sejak berangkat remaja - Hingga kini aktif dikepengurusan berbagai organisasi sosial. Alumnnus Jurusan HI Fak.SOSPOL UNPAD, Angkatan 1975

Marketer, motivator yang gemar menulis, menyanyi dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Karya Tulis Hanyakah untuk Menaikan Jabatan dan Tunjangan?

8 Desember 2021   21:59 Diperbarui: 8 Desember 2021   22:06 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Karya Tulis Hanyakah Untuk Menaikan Jabatan & Tunjangan ?

Oleh : Soetiyastoko

Kini, untuk bisa dapat nilai A, cukup kuliah dan baca kembali catatan kuliah. Materi bahasan yang didiktekan dosen. Tidak perlu banyak-banyak baca buku.

Di sisi lain seorang pengajar, guru dan dosen juga dinilai dari keberhasilannya meluluskan murid atau mahasiswanya. Bila banyak yang tidak lulus, bisa diragukan kapasitas mengajarnya.

Sementara itu, bila semuanya lulus dengan baik, bijakkah, bila serta merta disebut baik, cara mengajarnya ?. 

Paragraf-paragraf di atas, ditulis dari hasil diskusi penulis dengan beberapa dosen muda, yang masih idealis. 

Mereka berpikir bahwa, benar profesi dosen disatu sisi  adalah untuk mendapatkan nafkah bagi keluarga. 

Namun disisi lain, juga, harus "amanah" , dalam arti harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Tidak boleh asal-asalan. 

Tugas utama harus tertunaikan, yaitu mengasah daya pemahaman, anak didiknya. Memampukan warga belajar mengurai masalah, mengolah dan menganalisa. Sehingga  memiliki sikap positif, daya kritis, untuk menyimpulkan dan melakukan aksi yang sesuai. Menyelesaikan masalah dibidangnya. 

Produk perkuliahan seharusnya, bukan sekedar penghafal pengetahuan. Apalagi sekedar meluluskan mahasiswa dan memberi gelar sarjana. Mengabaikan kualitas, mengutamakan kuantitas.


Sesungguhnya kualitas itu harus dilihat dari beberapa komponen dan sektor. Terutama tingkat pemahaman materi ajar, dikalangan peserta belajarnya.

Lalu apa dan bagaimana peran buku, selain materi yang disampaikan di kelas ?

Kaitan banyak  baca buku tentu memperluas wawasan dan pemahaman, tidak merubah nilai A dengan alasan apapun. Seperti ditulis di awal artikel ini: untuk bisa lulus dengan baik, cukup baca catatan kuliah. Tidak usah capek-capek baca textbook.

Cukup menyiram sekujur tubuh dengan air, untuk disebut basah . Sedangkan berendam dan berenang adalah aktivitas berlebih, yang terlalu kejauhan  untuk sekedar disebut kuyup.

Gejala gemar "asal basah" di dunia pendidikan tinggi, disinyalir makin meluas.

Seharusnya setiap dosen-ilmuwan, lebih dari "sekedar basah" dalam keilmuannya.

Termasuk dalam kiprah kepenulisan, bukan sekedar mengumpulkan kutipan-kutipan dari berbagai sumber. Dilaporkan sebagai jurnal, buku atau sebutan karya ilmu lainnya.

Harus ada hasil penelitian, kajian yang jeli dan tidak diragukan. Berkaidah ilmiah. Syukur bila melibatkan statistik. Tidak hanya hipotesa dan asumtif-subyektif.

Amat menyedihkan bila sebuah karya tulis dibuat, demi mendapatkan poin dan ujungnya kenaikan jabatan. Diikuti naiknya tunjangan fungsional. Mencairkan dana penelitian yang lebih ditujukan untuk konsumsi pribadi.
Sementara hasil penelitiannya, memalukan secara mutu.

Prilaku seperti di atas benarkah sudah mewabah ?

Secara sederhana dapat dilihat dengan korelasinya temuan-temuan yang ditulis, seberapa  yang berdampak positif terhadap sektor riil sosial, ekonomi dan industri.

Pertanyaan pengujiannya, adalah: adakah dampak positif itu ? Bila ada, seberapa signifikan kualitatif dan kuantitatifnya ?

Selayaknya penelitian-penelitian dilakukan dengan tanggung jawab ilmiah dan integritas tinggi. Tidak asal-asalan.

Penelitian harus menghasilkan "keluaran" yang valid dan bermanfaat bagi bertumbuhnya kualitas hidup masyarakat umum, bangsa Indonesia. Bukan sekedar pengulangan semata. 

Sudah saatnya Indonesia punya data digital yang mendaftar dan merinci berbagai penelitian dari seluruh Nusantara. Terintegerasi. Data itu harus mudah diakses seluruh warga negara. 

Dengan demikian dapat dicegah duplikasi maupun plagiat. 

Upaya pengunggahan digital karya tulis wajib, di internet, secara sporadis sudah dilakukan sejumlah perguruan tinggi. Ini modal awal yang lumayan bagus, untuk ditingkatkan dan disatukan secara nasional. 

Diharapkan, dengan langkah itu, bisa jadi bagian dari upaya peningkatan mutu keilmuan warga belajar, serta integitasnya. 

Termasuk "para pebisnis pendidikan, pemilik perguruan" semoga tidak sekedar berpikir profit, dengan menjaga nama baik "perusahaan perguruan tingginya", secara keliru. Diantaranya dengan menekan para dosen agar memudahkan kelulusan mahasiswanya, tanpa mempertimbangkan kelayakannya.

Kondisi di atas, memunculkan pertanyaan : "Karya tulis hanyakah untuk menaikan jabatan & tunjangan ?"  

Saya percaya, anda tidak termasuk yang seburuk itu, bukankah begitu ?
***

BSD, Minggu 5 Desember 2021

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun