Dalam seminar-seminar tentang kewiraswataan atau enterprenurship, judul di atas sering diperdebatkan.
Paling banyak, biasanya berpendapat bahwa modal adalah paling penting. Sedangkan ide, bisa meniru yang sudah ada. Ditambah perbaikan dalam pelaksanaannya.
Ada yang berpendapat, bahwa yang paling penting menguasai menejemen yang dibutuhkan, dan, terampil atau bisa atau menguasai ilmu, tentang bidang yang akan dijadikan usaha.
Sementara itu banyak orang sukses mendirikan usaha bengkel motor, misalnya. Tanpa mengerti bagaimana memperbaiki mesin sepeda motor. Dia bisa mempekerjakan montir. Tanpa punya modal, tetapi dia mampu mendapatkan order perbaikan dari banyak pihak.
Dengan kata lain dia punya relasi. Mampu membangun hubungan baik dan dipercaya. Dia mampu membaca peluang dan dikerjakanya dengan baik. Dia pengelola, menejer.
Hanya sedikit yang percaya bahwa ide-lah yang terpenting. Ide itu dijabarkan dalam proposal yang rinci. Sebagai rencana usaha, lengkap dengan rencana A, dan dilengkapi rencana B dan C, sebagai cadangan, untuk mengatasi atau alternatif bila ada kendala, saat dilaksanakan.
Mereka menunjukan bukti, bahwa usaha-usaha yang tumbuh pesat dan "mendunia"; adalah yang dimulai dari ide orisinal.
Pendapat di atas, ada yang membantah, dengan menyebut contoh, jaringan penjual ayam goreng dan jaringan penjual burger yang mendunia. Lalu ada yang membantah, bahwa produknya biasa saja. Tidak ada istimewanya.
Disisi lain, mereka benar, bahwa mereka punya ide pemasaran yang berbeda, pada saat itu, bisa disebut orisinal.
Saat ini, dalam pandemi, memang kondisinya tidak terlalu mendukung untuk bekerja di swasta atau pun usaha sendiri.
Namun kita semua dapat menyaksikan, bahkan terlibat sebagai konsumen. Industri masker dan sanitaiser termasuk antiseptik, vitamin, jasa tes Antigen dan PCR meningkat pesat pasarnya. Begitu juga penjualan dalam jaringan/online shop.