Mohon tunggu...
soetirto menggolo
soetirto menggolo Mohon Tunggu... -

satu ditambah satu sama dengan 2

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dari Agamanya maka Sudah Tahu Siapa Pilihan Presidennya

8 Juli 2014   15:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:02 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Indonesia memiliki jumlah muslim lebih dari 85% dari sekitar 250 juta penduduknya. Sekitar 12% lainnya adalah Kristen dimana 9%nya adalah Protestan dan 3%nya Katolik, dengan aliran cabang Kristennya yang lebih dari ratusan kepercayaan.

Proyeksi Protestan dan Katolik di Indonesia dibawa oleh Belanda yang komposisi Protestan dan Katoliknya juga sekitar 9 : 3 sekarang ini, dengan katolik sedikit banyaknya juga dipengaruhi portugis yang juga pernah sedikit mencicipi untuk menjajah Indonesia.

Katolik ditilik dari sejarahnya di Belanda sebenarnya cukup berkesan buruk. Belanda pernah memilih untuk bekerjasama dengan Turki yang beragama Islam dan berperang melawan si Katolik Jahanam Spanyol, seperti yang dikatakan oleh raja Willem dari belanda di sekitar abad 15, untuk menggambarkan betapa tajamnya dikotomi Katolik dan protestan dari sumbernya.

Orang Belanda pintar-pintar, secara fisik besar-besar dan Protestan, dengan Belgia yang sudah tidak seperti itu lagi dibiarkan membuat negaranya sendiri. (Belgia bodoh-bodoh, kecil-kecil dan katolik).

Meski begitu Belanda, dan juga kebanyakan Negara Eropa maju lainnya di jaman modern ini sudah banyak yang meninggalkan agama-agama tersebut. Okupansi dan rutinitas berpedoman pada gereja, baik protestan maupun katolik sudah ditinggalkan.

Di Indonesia sebaliknya. Penganut kedua agama tersebut justru semakin taat dalam beribadah.

Penganut kedua agama tersebut semakin membaur, menyaru dalam perpindahan satu sama lainnya yang justru sangat berbeda dari pengaruh asalnya.

Fenomena yang unik ini layak sebenarnya untuk diperbincangkan.

Termasuk dalam Pemilihan Presiden, yang jikalau disertakan juga, pemilihan Legislatif belakangan ini.

Tingkat partisipasi pemilih sangat tinggi.

Fenomena kebebasan berpendapat yang membuncah dengan nilai kebenaran yang semakin universal menghasilkan satu titik dimana Islam di Indonesia pun terpengaruh.

Sebagai Negeri dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, yang tidak berasaskan Islam, Indonesia adalah negeri yang paling moderat dalam cara pandang dan terpuji untuk dapat dijadikan teladan bagi dunia yang belakangan terkesan semakin menyempitkan cara pandang Islam.

Kelebihan itu menyebabkan muslim di Indonesia, dipaksa untuk ikut menyaru dengan penganut Kristen yang dua tersebut untuk mengikuti perkembangan jaman.

Dari sini, jelas cara pandang tersebut adalah salah.

Indonesia istimewa karena kesederhanaannya untuk tidak terpengaruh.

Meski begitu Indonesia tetap mampu untuk berjalan maju, berkompetisi dalam hal lain yang substansial dengan bangsa lain untuk menjadi salah satu yang terbaik.

Sayangnya cara pandang yang salah seperti itu diimplementasikan juga secara radikal oleh kaum Kristen di Indonesia, yang terlihat pada pesta demokrasi Indonesia pada pemilihan umum kali ini, dengan keberpihakan penuh antipati dari peradaban sumber yang sekarang beragama humanis.

Kita bisa dengan mudah mengetahui bahwa dimana-mana sekarang ini penganut Kristen berada pada pihak tertentu dalam pemilihan umum kali ini.

Hampir tidak ada yang tidak. Sementara masih ada saja penganut Islam yang bertoleransi namun sebenarnya merugi, mengikuti pergerakan dinamika tersebut.

Sangat disayangkan jika akhirnya implementasi tersebut gagal, sementara cara pandang yang sudah terlanjur salah sudah terlalu jauh untuk diperbaiki dan merusak kondisi moral Indonesia yang sedang mendaki naik. Menyebabkan Indonesia kembali pada posisi jalan di tempat dalam percaturan persaingan global, untuk kembali dimanfaatkan secara tidak benar oleh bangsa lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun