Mohon tunggu...
soetirto menggolo
soetirto menggolo Mohon Tunggu... -

satu ditambah satu sama dengan 2

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Skuter (Selebriti Kurang Terkenal) dan Media Massa

15 Juli 2014   15:11 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:17 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baru-baru ini diberitakan oleh media mengenai beberapa selebritis yang menulis surat terbuka kepada calon presiden RI no. urut 1, Prabowo Subianto, dengan perantara media sosial.

Subtansi yang dipesankan adalah agar Prabowo Subianto kalah dalam pertarungan pemilihan presiden kali ini. Bukan mengalah, bukan pula mengakui kekalahan. Isi yang disampaikan adalah agar Prabowo kalah. Titik.

Nama-nama yang disebut sebagai artis atau selebritis disitu antara adalah lain Riri Reza, Seno Gumira Ajidarma dan Nina Tamam.

Bukan salah masyarakat dan bukan pula salah media pemberitaan yang menggolongkan nama-nama tersebut di atas sebagai “artis”.

Artis pada masa sekarang telah mengalami pemaknaan yang menyempit. Mereka yang disebut sebagai artis tidak lagi mereka yang menghasilkan karya seni, mereka yang sekedar sering tampil di media yang bergenre gaya hidup telah dicap pula sebagai artis.

Tidak hanya di Indonesia saja, di Amrik yang merupakan kiblat akan apapun kebenaran yang bersifat materialistis sekarang ini, makna artis ini pun pun berbeda.

Tapi di Indonesia masalah juga terdapat pada penerjemahan bahasa Indonesianya. Kim Kardashian, Paris Hilton akan didefinisikan sebagai artis di Indonesia dalam dialog informal antar warganya.

Dengan nilai seni yang nihil, masyarakat Indonesia akan malas untuk mengatakan bahwa mereka adalah sekedar orang yang terlibat dalam budaya populer, sejalan juga dengan mereka yang akrab dengan even pesta dan selebrasi, sehingga mereka lebih pantas disebut selebritis.

Dengan melihat nama-nama yang tersebut seperti Riri Reza dan Nina Tamam di atas, maka akan pantas jika mereka disebut sebagai artis atau pekerja seni. Kurangnya popularitas mereka akan memunculkan, sebaliknya, keraguan untuk menggolongkan mereka sebagai selebritis.

Atas hal tersebut, dengan sedikit mengurangi rasa hormat, tanpa ada sedikitpun maksud untuk itu, maka akan cocok jika mereka yang turut berinisiatif untuk terlibat dalam politik di Indonesia di atas sebagai Selebritis Kurang Terkenal (Skuter).

Ada juga sebenarnya kepantasan untuk menyematkan kata ini pada golongan orang-orang yang lain , sebenarnya. Mereka yang terlibat dalam pesta-pesta dan selebrasi namun tidak kunjung mendapatakan pemberitaan dan atensi yang massif dari masyarakat luas lebih pantas disebut sebagai Skuter ini.

Pembedaan Ini terjadi karena besarnya perhatian masyarakat atas informasi dan kebutuhan atas media yang menyampaikan kabar-kabar remeh.

Betul bahwa sesuatu yang remeh pada akhirnya akan membentuk peradaban yang besar.

Tanpa adanya pemikiran remeh dari Copernicus pada masa itu, yang menyadari bahwa bumi itu bulat maka dengan pelayaran bangsa eropa, dan kemudian efek bersambung lainnya melalui kolonialisme dan transfer peradabannya, mungkin Indonesia tidak akan ada juga saat ini.

Meski begitu bukan pula saatnya sesuatu yang remeh pada sisi konsentrasi para pekerja seni ini, seperti politik, dijadikan sebagai sesuatu untuk mempengaruhi popularitas kebenaran yang lebih besar.

Kebenaran yang diwacanakan oleh para pekerja seni yang bertransformasi menjadi Skuter politik ini adalah menyangkut keberlangsungan hal-hal yang fundamental bagi masyarakat.

Media massa, yang genrenya bukan genre gaya hidup, dengan tepat menyebut mereka sebagai artis pada kesempatan kali ini.

Dan benar, bakat seni yang terdapat pada mereka bukan tidak mungkin adalah bakat seni yang sudah sepantasnya memiliki kesejajaran pada masyarakat terdidik dunia dengan menafikan sementara ketertarikan masyarakat Indonesia yang lebih besar atas dunia remeh temeh untuk membedakaan mereka yang berkarya di bidang selebrasi dan pesta dengan mereka yang menghasilkan karya seni yang signifikan.

Akan sangat aneh jika mereka disebut selebritis.

Meski begitu, kesimpulannya yang dapat diambil pada kejadian kali ini adalah, ada hal yang lebih penting bagi masyarakat dalam memilah-milah mana kebenaran yang lebih dapat diprioritaskan dan mana yang tidak.

Media Massa yang terus mencari dan beradaptasi terhadap perubahan, tanpa rasa puas, adalah juga, lebih baik daripada media massa yang sekedar menyediakan dan menyebarluaskan informasi dalam rangka penyesuaian atas kepopuleran hal yang belum tentu substantif.

Akhirnya akan ironis seperti fakta yang terlihat di bawah, namun tidak mendapatkan porsi berita yang besar  (sumber gambar : olahan dari twitter ) :

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun