Satu satunya kekuatan KPK adalah opini publik bahwa KPK adalah mesin pemberantasan korupsi yang jujur dan jauh dari kepentingan politik. Permainan politik KPK adalah melakukan penyergapan penyergapan koruptor sungguhan kemudian diekspose ke publik, seperti pamer kendaraan mewah, bongkar brankas para bajingan korup itu. Tapi di lain pihak ada kasus kasus khusus yang kemudian KPK tidak lepas dari kepentingan politik, citra KPK yang memang kejam dalam menghajar kaum korup seakan akan tidak ada kabut yang menghalangi pandangan publik bahwa permainan jaringan gelap KPK Sudirman Said sudah mengarah pada pertaruhan politik tingkat tinggi.
Sudirman Said adalah petaruh besar politik yang menggunakan koneksi koneksinya dan ‘orang yang ditanam’ dalam KPK sehingga dari sinilah puzzle puzzle jaringan gelap KPK sudah menjadi alat permainan politik terbentuk.
Pilkada Jateng adalah contoh terbaik bagaimana KPK memainkan kepentingan politik Sudirman Said. Ada beberapa pertanyaan soal status Ganjar Pranowo sebelum masa penentuan kandidat calon Kepala Daerah Jateng, namun sepertinya disengaja nama Ganjar Pranowo digantung dan diumumkan pada saat yang tepat. Keputusan Sudirman Said masuk ke dalam gelanggang pertarungan Pilkada Jateng 2018 karena sudah mempertimbangkan bahwa ia tau bagaimana cara mempermainkan jaringannya di KPK untuk menghajar Ganjar. Walaupun dalam BAP (Berita Acara Penyidikan) Ganjar tidak menerima aliran dana sama sekali, tapi kasus ini bisa di framing untuk menyudutkan Ganjar dengan menaikkan nama Ganjar dalam pengumuman KPK di tengah tengah berlangsungnya kampanye Pilkada Jateng 2018. Skenario ini menjadikan pegangan Sudirman Said dalam keyakinannya memenangkan Pilkada Jateng 2018.
Skenario Sudirman Said ternyata berjalan dan dieksekusi jaringannya di KPK di tengah perjalanan Pilkada 2018 tiba tiba pihak KPK menyatakan bakal ada penangkapan, lalu disambar rekayasa opini saat ditengah perjalanan kampanye bahwa bila Calon Kepala Daerah ditangkap maka pencalonannya dibatalkan atau didiskualifikasi, dalam pencernaan pemahaman politik, sulit rasanya menghindari kesan ada permainan tabu KPK dengan konteks Pilkada 2018 antara penjatuhan Ganjar dengan munculnya Sudirman Said.
Adegan adegan penangkapan mulai dari Bupati Jombang Nyono Suharli, Bupati Ngada Marinus Sae, sampai penangkapan massal di Malang dan banyak kepala daerah lainnya seolah menjadi prolog untuk menangkap ikan besarnya Ganjar Pranowo dan Sudirman Said diharapkan menang WO dengan didiskualifikasikan Ganjar, sementara Ganjar sendiri sudah mendapatkan berita acara bahwa dia tidak menerima dana yang disebut sebut sebagai E-KTP kesalahan Ganjar cuman satu, dia senang bercanda dan bergaya santai seraya nyeletuk “kalau segitu ya kurang” celetukannya inilah yang kemudian jadi sasaran politik serius.
Bila diurai dari mulai naiknya Sudirman Said menjadi Menteri ESDM dengan bantuan oknum KPK, munculnya rekaman antara Setya Novanto, Reza Chalid dengan Maroef Sjamsoeddin yang dikira publik adalah rekaman milik Maroef tapi nyatanya itu simpanan lama rekaman KPK yang kemudian dimanfaatkan oleh Sudirman Said atas perintah JK untuk menghajar Novanto sekaligus Luhut serta membawa kepentingan Ari Soemarno membereskan Riza Chalid, kemudian berkumpulnya beberapa mantan komisioner KPK dalam satu kelompok Sudirman Said dengan geng-nya dalam satu kubu tersendiri melawan Jokowi dimana JK berada di baliknya dengan entitas Tim Transisi DKI untuk mengelabui publik bahwa sebuah calon pemerintahan berisi orang orang eks KPK yang merasa “dikriminalisasi” tapi faktanya mereka memang tersingkir karena terungkap menggunakan kekuasaan di KPK dalam permainan politik, lalu majunya Sudirman Said ke Pilkada Jateng 2018 walaupun tingkat keterkenalannya kecil, namun Sudirman Said merasa memiliki data yang bisa dipelintir soal Ganjar Pranowo, sulit rasanya melepaskan segala macam manuver KPK dengan keadaan politik saat ini dengan ujungnya adalah “ Operasi Politik Gebukin Jokowi” pada Pilpres 2019. Dan semua muara ini berpusar pada diri Sudirman Said.
Siapakah Sudirman Said ini dalam menebak labirin jaringan KPK yang dijadikan alat politik.
Pada Awalnya adalah MTI
Pondasi awal karir Sudirman Said adalah MTI (Masyarakat Transparansi Indonesia), kelak di MTI inilah banyak memberikan kontribusi pada KPK termasuk banyak orang MTI menjadi bagian tak terpisahkan dari nama KPK. Kemudian Sudirman Said ditarik ke Pertamina mendampingi Ari Soemarno dalam kemelut kerja di Pertamina Sudirman Said berhadapan pada isu Petral Riza Chalid melawan Kelompok Hazrat Muzzayin, yang kemudian melahirkan ISC dimana kemudian muncul nama perusahaan Concord. Dalam pertarungan itu Ari dan Sudirman Said tersingkirkan. Lalu sejenak nama Sudirman Said tenggelam.
Nama Sudirman Said muncul kembali, setelah Rini Soemarno memainkan peranan penting dalam pembentukan tim sukses Jokowi dan tim transisi pemerintahan Jokowi-JK, di masa tim transisi inilah peran Rini Soemarno sangat dominan dalam membentuk lansekap kabinet Jokowi-JK, padahal dalam pembentukan tim transisi, JK marah besar dan merasa kecolongan. Lalu hadirlah Sudirman Said sebagai bagian dari bentuk kompromi antara Rini Soemarno dan JK. Untuk masuk ke dalam jajaran kabinet kerja, Sudirman Said menggunakan jasa KPK memuluskan ambisinya memegang jabatan Menteri ESDM, ini bisa dicarikan bukti lewat proses investigatif jurnalistik bahwa seseorang yang sebenarnya kapabel dalam kedudukan itu, “dikerjain” lewat proses titipan “Setip Merah” KPK Sudirman Said.