Mohon tunggu...
Soesi Sastro
Soesi Sastro Mohon Tunggu... Karyawan BUMN -

perempuan, ingin Indonesia yang lebih baik. 'The secret of change is to focus all energy not on fighting the OLD but on building the NEW'

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Belajar Biologi, Bermain dan Telanjang

16 Oktober 2015   23:36 Diperbarui: 17 Oktober 2015   00:01 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapa yang tak pernah belajar biologi. Pelajaran yang awalnya dikenal dengan nama ilmu hayat itu ada mulai tingkat Sekolah Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) bahkan berlanjut sampai perguruan tinggi ada fakultas atau bidang studi khususnya. Ilmu hayat, ilmu biologi yang ada disekolah-sekolah saat ini harusnya bukan sekedar pelajaran tetapi sekaligus pendidikan bagi manusia yang akan melalui kehidupannya.

Tiga orang anak usia sekolah di kampung Taburi Distrik Kais, Sorong Selatan beberapa hari lalu telah membuat saya tersenyum sekaligus terperanjat. Bagaimana tidak, pada saat jam sekolah, anak-anak ini justru asyik bermain di sungai, telanjang tanpa pakaian, membawa jaring ikan dengan tubuh penuh lumpur.

Tidak ada rasa sesal atau bersalah tidak masuk sekolah. Tidak takut dimarah guru. Mereka begitu merdeka. Dan dengan riangnya menghitung hasil buruannya. Beberapa ikan kecil dimasukkan dalam kaleng, dipilah-pilah, mana ikan mana kecebong. Tanpa diajar guru, mereka fasih menyebut nama-nama lokal ikan-ikan tersebut, tempat bertelurnya dimana, sampai jenisnya apa saja. Mereka hafal dan paham betul, sedangkan saya cukup melongo saja.

Mungkin inilah yang disebut model belajar fun, menyenangkan hati, bermain sambil belajar secara tidak langsung. Anak-anak tidak terkungkung dengan kelas yang gelap, sempit, melihat gambar-gambar dari buku yang mungkin untuk memahaminya saja butuh waktu dan membosankan.

Bisa jadi model-model seperti ini lebih cocok diterapkan untuk anak-anak di daerah pelosok atau di hutan-hutan karena mereka memang lekat dengan alam, hutan dan sungai. Sumber pembelajaran dan model pendidikannya tidak memisahkan anak-anak tersebut dengan alam murni yang ada disekitar mereka. Bahkan bisa saja untuk kampung-kampung di Distrik Kais, sekolah dijadikan pusat belajar tidak saja bagi anak tetapi orangtua. Menjadi learning centre Negara di pinggiran.

Menurut Jeane H. Ballantine (1983) ada empat fungsi pendidikan dalam masyarakat. Pertama fungsi sosialisasi, artinya anak-anak atau generasi baru belajar mengikuti pola perilaku generasi sebelumnya tanpa melalui sekolah. Orang yang lebih dewasa dianggap sebagai guru sehingga wajib hukumnya ditiru. Kedua fungsi seleksi, latihan dan alokasi, dimana dengan belajar  nilai-nilai budaya seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti dan pendayagunaan sumberdaya lokal harus bisa dilestarikan. Ketiga fungsi perubahan sosial masyarakat dan inovasi, dimana sekolah juga penghasil nilai-nilai budaya baru, yang memudahkan terjadinya perubahan sosial berkelanjutan. Keempat fungsi pengembangan pribadi dan sosial. Sekolah berfungsi sebagai partner masyarakat untuk mengembangkan diri dan kelompoknya.

Sudah saatnya belajar di sekolah dengan mengandalkan hafalan, check point pilihan a,b,c,d perlu ditengok kembali untuk menghasilkan generasi muda Indonesia yang kritis dan tidak instan. Katanya mau revolusi mental ? (Soe/2015)

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun