Sekitar September 2014, dermaga Teminabuan begitu ramai. Dermaga yang lokasinya dekat pasar rakyat itu selalu sibuk setiap hari mengantar dan menjemput penumpang dari Teminabuan ke distrik Kais Sorong Selatan atau ke kampung-kampung di sepanjang sungai Kais. Lebih jauh lagi dermaga tersebut adalah pusat pengiriman bahan-bahan pangan ke distrik-distrik di Sorong Selatan utamanya ke Kais dan sekitarnya karena belum ada jalan tembus.
Dengan membawa bekal satu tas pisang goreng, sejenis pisang kepok atau pisang sobho (bahasa jawa), waktu itu saya dari Teminabuan naik longboat empat jam menuju Kais pantai. Pisang goreng yang masih panas, bertepung asin manis itu sungguh lezat ditengah kelaparan. Sekilas mirip pisang goreng kipas yang dijual di pasar Mayestik, tetapi pisang disini rasanya lebih legit. Sepulang dari distrik Kais, begitu sampai dermaga pasar rakyat, saya kembali memborong pisang goreng untuk santap malam bersama teman-teman media.
Kini jalan darat dari Teminabuan ke Kais sudah terbuka. Pembangunan Pabrik Sagu Perhutani di Kais telah mendorong pembangunan infrastruktur lainnya di wilayah tersebut. Artinya, aksesibilitas ke distrik Kais semakin mudah dijangkau ding dong, (istilah kendaraan taksi roda empat). Cuma dua jam saja dari Teminabuan ke Kais sekarang ini.
Bagaimana nasib dermaga pasar rakyat Teminabuan selanjutnya. Apakah masih ada pengiriman barang melalui sungai dan laut nantinya. Apakah dermaga yang cantik dengan kapal-kapal mirip Phinisi itu akan matisuri.
Sepulang dari distrik Kais 13 Oktober 2015 lalu untuk sebuah tugas kantor, saya tidak lagi menggunakan kapal sungai tetapi langsung jalan darat. Sampai di Teminabuan, sebelum bertolak ke Sorong, saya sempatkan mampir ke dermaga pasar rakyat Teminabuan. Khusus mencari penjual pisang goreng yang pernah saya temui setahun lalu. Ternyata ibu dari bugis itu masih berjualan gorengan.
“Ini pisang Dewata, yang ini pisang Abu, semua enak” demikian ia jelaskan pada saya sembari membungkus dua macam pisang yang masih panas tersebut.
Saya baru tahu namanya setahun kemudian. Ternyata pisang Abu kenyal gurih, sedangkan Dewata manis.
Dua kantong plastik goreng pisang abu dan pisang dewata saya beli karena yakin memang rasanya membuat lidah goyang-goyang mengecapnya. Pasti ketagihan.
Karena lokasi si penjual pisang dekat dermaga maka sayapun mampir ke dermaga pasar rakyat Teminabuan. Matahari hampir tenggelam, warnanya merah jingga, cantik dibalik deretan kapal-kapal mirip Phinisi dibibir dermaga. Tiba-tiba saya begitu yakin, dermaga ini bakal jadi salah satu tujuan wisata tidak lama lagi. Lebih dari itu banyak destinasi tersembunyi yang luar biasa indahnya di Teminabuan. Dibalik pasar Ampera misalnya bersembunyi air terjun Kohoin dan aliran sungai Kohoin yang jernih. Juga ada sungai Sembra yang indah membelah Teminabuan. Ada pula tugu Trikora.
Memang Teminabuan belum setenar wisata kelas dunia Raja Ampat, Bintuni, atau Fak-Fak, tetapi Sorong Selatan memang menyimpan permata ekowisata sungai dan pantai.
Daratan Sorong Selatan khususnya distrik Kais terdapat hutan rawa yang penuh dengan pohon sagu dan aneka vegetasi unik. Kehidupan burung sepanjang sungai yang bisa dilewati longboat wisatawan misalnya, akan dapat ditemukan spesies burung kakaktua putih (Cacatua galerita), taun-taun (Rythiceros plicatus), kumkum (Ducula pinon), nuri, raja udang, burung elang, drongo. Bahkan katanya ada kelelawar yang menggantung di daun-daun nipah.
Bagi backpakers atau para wisatawan yang suka berpetualang di alam bebas, tentu wilayah Sorong Selatan ini menantang untuk dijelajahi. Juga menikmati lezatnya goreng pisang Dewata dan pisang Abu di dermaga pasar rakyat Teminabuan sore hari, wajib tentunya. (Soe/2015)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H