Mohon tunggu...
Surya Aditya
Surya Aditya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Piring Rakyat Kecil Tidak Boleh Kosong

3 Mei 2021   19:44 Diperbarui: 3 Mei 2021   19:56 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Marfuah Nurul Imania dan Buku Mustikarasa

Bung Bhismoko sebagai peserta kajian bertanya tentang sejarah lahan produk dan menjadi ladang pangan. Menurutnya padi tumbuh subur dibanding yang lain, pasca cultur stelsel dengan ditanamnya rempah-rempah, padi adalah lahan terbesar, saat ini kita bandingkan padi kalah dengan sawit, bagaimana kita sekarang melihat lahan produktif tergusur dengan ladang-ladang lainnya. secara gejolak politik dan ekonomi, ternyata corona tidak menginfeksi kita, tetapi mengancam ketahanan nasional kita dan juga berdampak pada ketahanan pangan kita. Apakah tercukupi secara kuantitas? bagaimana juga permasalahan gizi dengan ketahanan pangan, kita selalu meninggalkan kualitas. Di Indonesia kita kekurangan dalam mengkonsumsi gizi. Bangsa Indonesia tidak memenuhi standar gizi. Ketersedian pangan terbatas pada kuantitas tetapi juga pada kesehatan.

Bung Moko menjawab Bung Bhismo. "Kita dapat mengkonsumsi makanan apa saja. Padi itu menang secara kualitas dibanding dengan ketela pohung. Tetapi ketela rambat tidak terdapat banyak glukosa sehingga aman dikonsumsi dan mencegah diabetes. Kualitas bahan pangan lain kita tidak kalah. Rempah-rempah tidak hanya merupakan penyedap rasa saja, tetapi itu adalah herbal harian. Membantu meningkatkan daya tahan tubuh. Masakan dan sebagainya yang menggunakan empon-empon sebagai membantu mencegah penyakit COVID-19, karena membantu meningkatkan ketahanan daya tahan tubuh."

Marfuah Nurul Imania dan Buku Mustikarasa
Marfuah Nurul Imania dan Buku Mustikarasa

"Belanda membutuhkan komoditi gula, semisal, maka tidak seluruh petani memproduksi gula. Tetapi dibagi-bagi juga semua jenis tanaman. Agar tetap bisa memproduksi lebih baik, untuk dapat dikolonialisasi Belanda. Masalah pertanian adalah permasalahan bersama. Politik pokok saat ini adalah politik pangan. Jika pemerintah tidak menyadari permasalaha  utama kita sekarang adalah masalah pangan, maka akan merembet menjadi banyak permasalahan lain. Apalagi saat pandemi sekarang ini. Permasalahan pangan menjadi utama." Jawab Bung Moko.

PB Aryatmoko menyindir pemerintah setiap hari dengan memasak menu Mustikarasa Bung Karno. Karena ini mengenai politik pangan agar kita dapat berdaulatan. Menurutnya pemerintah dengan kebijakan politik pangan tidak jelas. Bung Moko berandai kalau seluruh dunia memakai menu Mustikarasa, kita pasti akan menjadi eksportir terbesar bahan-bahan rempah-rempah Nusantara. Kita bisa menjadi eksportir rempah-rempah terbesar di dunia. Seluruh dunia pasti akan mengikuti sesuai dengan resep yang dimiliki Mustikarasa. Kalau kita mengikuti masakan orang lain, kita hanya akan menjadi importir bahan pangan dari luar negeri. 

"Pemerintah tidak jelas dengan politik pangan." - PB Aryatmoko

Bung Nanang bertanya kepada Bung Moko yaitu mengenai soal kemandirian dan kedaulatan pangan kita. Secara sejarah kita merupakan eksportir beras sampai abad ke-18 karena kebijakan politik kerajaan zaman dahulu. Kenapa kita tidak pernah berdaulat dengan pangan, bahkan hanya bisa berdaulat dengan beras sekali saja pada zaman Soeharto. Kenapa kita tidak bisa berdaulat dengan pangan? Apakah karena kebijakan? Apakah karena cara menanam kita?

Bung Moko menjawab, dari sejarah itu bisa diketahui bahwa kita adalah lumbung pangan Asia sejak zaman Majapahit, tetapi kita menjadikan beras sebagai panganan pokok seseorang. Padahal sebelumnya hanya 60% saja pendudukan Nusantara pemakan beras. Di seluruh Indonesia sekarang menjadi beras 90%, sementara produksi hanya 60%. Pemakan beras sebenarnya dari suku Jawa, Melayu, dan Sunda. Tetapi sekarang semuamemakan beras dan akhirnya kita memakan beras. Sebenarnya kita tidak kekurangan stok beras. Kita tidak memakan bahan pokok lain selain beras seperti gandum, jagung, sagu, dan ketela. Hal ini menjadi pertanyaan kita sekarang. Mungkin karena disebabkan adalah karena pedagang beras yang memainkan impor beras. Terjadi kebingungan informasi di media apakah kita kekurangan beras atau tidak. Perlu ditelusuri lebih mendalam lagi mengenai persoalan kita ini. Hal ini akan selesai jika politik pangan kita jelas. Karena ini menjadi badan ketahanan nasional kita. 

Sarinah Dian menanyakan peramasalah impor padahal dalam negeri kita punya sumber daya alam yang banyak.

Bung Moko menjawab bahwa zaman dahulu masalah pangan dipegang oleh tentara, karena menjadi pertahanan dalam perang. Sekarang pandemi juga merupakan perang. Perlu adanya ketahanan nasional agar kita bisa bertahan dalam urusan pangan. Urusan kita impor apapun dalam bahan pangan. Menurut Bung Moko perlu adanya kebijakan politik yang benar agar dapat menyelesaikan permasalahan pangan.

"Impor itu didikkan,sementara ekspor itu natural. Karena apapun yang kita punya kalau lebih pasti akan kita jual.Sementara banyak impor karena ada pendidikan mengenai bisnis impor dalam seminar-seminar pendidikan impor, karena ditawari keuntungan yang lebih dari produk-produk luar negeri dibanding dengan produk dalam negeri. Keuntungan itulah yang menjadikan seseorang tergiur mempelajari ilmu tentang impor dan menyebabkan impor menjadi semakin marak. Seolah-olah produk kita kualitasnya lebih rendah dibanding dengan produk luar negeri." kata Bung Moko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun