Mohon tunggu...
Surya Aditya
Surya Aditya Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis

Merdeka

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Refleksi Dies Natalis GMNI Ke 67 - PB Aryatmoko

25 Maret 2021   19:11 Diperbarui: 25 Maret 2021   19:31 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai Alumni GMNI, PB Aryatmoko atau biasa dipanggil Bung Moko merupakan alumni GMNI dari Kedokteran UGM yang setia menjaga dan membimbing adik-adiknya yang menjadi kader GMNI dan GSNI yang berada di Yogyakarta maupun di Pemalang, Jawa Tengah. Keberadaan Bung Moko yang sudah menjadi bagian dari dinamika dan perjuangan GMNI tidak dapat dikucilkan dan disingkirkan. Hal ini dikarenakan Bung Moko sebagai seorang marhaenis memiliki tekad untuk melanjutkan perjuangan Bung Karno. Meskipun kemerdekaan bangsa Indonesia terjadi pada tahun 1945, bukan berarti perjuangan bangsa Indonesia ini berakhir pada kemerdekaan saja. Perjuangan berikutnya adalah untuk mencapai kemakmuran Indonesia.

Bung Moko dalam merefleksikan Dies Natalis GMNI ke 67, menceritakan pertama kali ikut dengan GMNI karena dikader oleh Ganjar Windoro. Keadaan berGMNI zaman dahulu yang berada pada masa Orde Baru berbeda dengan keadaan GMNI sekarang yang berada pada masa pasca reformasi. 

Menurut dia, Bung Karno adalah seorang yang gandrung dengan kesatuan, karena persatuan adalah jalan yang paling pendek dalam menuju kemakmuran. Karena Bung Karno pertama kali menunjuk mentri adalah Mentri Kemakmuran, yang sekarang menjadi Kementrian Perindustrian. Industri ini ditujukan sebagai penggerak utama ekonomi negara.

Menghadapi problematika negara sekarang yang sedang banyaknya kebijakan impor berbagai bahan kebutuhan. Bung Moko menyarankan dengan membangkitkan produksi dan pemasaran hasil produksi negara sendiri. Belajar ilmu marketing adalah sesuatu yang penting karena akan membantu menjual produk dalam negeri kita sehingga tidak kalah saing dengan produk luar negeri. 

Bung Karno tidak anti dengan impor, tetapi kebijakan impor harus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Tetapi, hal yang penting adalah jangan sampai mengimpor apa yang kita perdagangkan. Tidak mengimpor apa yang dijual rakyat kecil seperti petani yang mejual gabah dan beras.

Hal yang dimaksud dengan persatuan oleh Bung Karno itu apa saja? Bung Moko menjawab ada 3 hal, yaitu kesatuan ideologi, kesatuan wilayah, dan kesatuan ekonomi. Perbedaan tidaklah menjadi masalah, asalkan kita tetap bersatu dalam ideologi kesatuan dalam kebhinekaan. 

Refleksi Bung Moko terhadap GMNI adalah dengan bersatunya dalam ideologi Bung Karno, tidak terpecah belah karena perbedaan ideologi yang ada. Karena ideologi yang dianut GMNI adalah tetap Marhaenisme sesuai dengan pemikiran Bung Karno. 

Terpisahnya cara pandang pemikiran Bung Karno yaitu penganut pemikiran Bung Karno, mengikuti pemikiran Bung Karno dan yang mengkritisi Bung Karno. 

Perbedaan ideologi ini harus segera dipisahkan karena tidak dapat disatukan kembali, sebab akan susah disatukan kembali. Berbeda dengan berorganisasi GMNI dengan cara serakah saja mengambil kesempatan yang ada, tanpa mendalami pemikiran Bung Karno.

Hal yang paling penting dalam berGMNI adalah dengan mempelajari kembali buku-buku Bung Karno, karena dengan mempelajari pemikiran Bung Karno akan berdampak positif bagi kehidupan pribadi. Pemikiran Bung Karno mampu membuat diri kita yakin menjadi diri kita makmur dan sukses, baik secara materiil maupun mental. 

Ketika belajar pemikiran Bung Karno harus belajar dengan sumber yang jelas, agar tidak terpeleset pada paham-paham yang tidak sesuai dengan ajaran Bung Karno yang akhirnya menjadi seorang marxis atau komunis. 

Belajar Marhaenisme menurut Bung Moko harus dengan guru atau pembimbing agar tidak salah arah. Komunisme dan Kapitalisme hanya akan berujung pada teori produktivitas dan konsumerisme saja. 

Sedangkan Marhaenisme adalah teori berbagi kemakmuran. Sehingga Bung Karno tidak pernah takut pada Komunisme karena bekerja sama dengan Komunisme untuk melawan Kapitalisme, tetapi bukan berarti Bung Karno menikuti ajaran Komunisme walaupun beliau menggunakan Marxisme sebagai cara berpikir dia.

Marhaenisme adalah gotong royong yang memiliki makna relijius seperti dengan semboyan "Tatwam Asi" yang berarti aku adalah dirimu, dan dirimu adalah aku, kita adalah satu, menyatu dalam "satu" yaitu "Tuhan". 

Gotong royong adalah Eksasila dari Pancasila yang memiliki arti bekerja untuk Tuhan, bekerja atas nama Tuhan. Anggota maupun kader GMNI harus memahami pemikiran gotong royong yang benar seperti ini,agar tidak salah dalam menerjemahkan pemikiran Bung Karno. Pemahaman relijius Bung Karno dalam gotong royong membuat dirinya sangat toleran terhadap keberagaman.

Beridealisme menurut Bung Moko tidak akan membawa kita pada kemelaratan, karena berideologi dengan mengikuti Bung Karno membuat kita akan menjadi orang yang terpercaya dan tidak akan membuat kita menjadi orang yang tidak yakin pada pendiriannya. Sukses secara finansial atau keuangan adalah keyakinan yang dianut oleh semua suku, agama dan kebudayaan. 

Caranya adalah dengan yakin dan positif sesuai dengan kutipan Bung Karno "Gantunglah cita-citamu setinggi langit, karena kalau gagal kita akan jatuh pada bintang-bintang".

Maka menurut Bung Moko, kita harus menjadi seorang Marhaenis. Menjadi marhaenis adalah orang yang akan sukses, dan dengan begitu akan membuat kita bisa menjadi orang yang mampu membatu para marhaen. Karena Marhaenis adalah orang yang memberi, bukan diberi. Menjadi anggota GMNI akan membuat kita sukses dan makmur, dengan belajar marhaenisme. 

Memang belajar marhaenisme tidak hanya di GMNI saja, tetapi dengan berGMNI membuat kita mempelajari marhaenisme sesuai ajaran Bung Karno. Bung Moko menyebut "Marhaenisme adalah ilmu yang sakti.".

Bung Moko berpesan cara mengisi kemerdekaan adalah dengan menjadi makmur, sukses dan berpikir terdepan. Hal ini dikarenakan akan membantu negara kita menjadi maju dengan memajukan perekonomian bangsa kita agar tidak kalah saing dengan bangsa lain. Harus bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi dan peradaban. 

Karena Bung Karno tidaklah anti dengan teknologi. Bung Moko juga mulai mentradisikan kembali salam nasional kita "Merdeka!" dengan mengangkat tangan kanan sejajar dengan telinga, dan tangan terbuka, yang memiliki arti untuk siap sedia berkarya, serta siap untuk menjaga dan mengisi kemerdekaan. Tidak dengan mengepalkan tangan kiri yang memiliki arti berjuang untuk  yang biasa dipraktekkan mahasiswa GMNI, maupun hormat dengan tangan kanan yang biasa dilakukan oleh tentara.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun