Kedigdayaan Polaroid perna diusik oleh Kodak yang membuat kamera instan serupa. Hal itu membuat Polaroid mengajukan gugatan ke Kodak pada 1981.
Polaroid mengklaim gara-gara produk Kodak yang mirip seperti mereka, produsen kamera itu bisa kehilangan omzet sekitar Rp174 trililun.
Pengadilan pun mengabulkan gugatan Polaroid dan meminta Kodak menarik seluruh produk kamera instan serta membayar denda Rp13,18 triliun pada 1982.
Saat itu, kondisi keuangan Polaroid sudah mulai tidak sehat. Uang denda dari Kodak pun menjadi dana segar yang luar biasa. Sayangnya, jumlah dananya tidak mencukupi untuk membuat Polaroid kembali meroket.
5. Model Bisnis Polaroid, Jual Rugi Kamera, Ambil Margin dari Film
Rahasia bisnis dari Polaroid adalah mereka menjual harga kamera di bawah biaya produksi. Lalu, mengambil keuntungan dari penjualan film untuk cetak foto dari kameranya.
Margin dari penjualan film sangat tinggi sehingga mereka berani mengambil strategi ini. Apalagi, setiap mau foto pasti membutuhkan film sehingga permintaannya bakal terus tinggi.
Sayangnya, strategi ini bak pedang bermata dua setelah kehadiran kamera digital. Pengguna menilai lebih murah menggunakan kamera digital yang gambarnya bisa dilihat secara gratis ketimbang mengeluarkan modal untuk beli film kamera Polaroid.
6. Polaroid Bangkrut dan Tutup Pabrik Terakhir pada 2008
Akhirnya, Polaroid pun menyerah kepada keadaan. Produsen kamera itu sudah menyatakan bangkrut sejak 2001.
Namun, setelah itu banyak yang mengambil alih asetnya. Tercatat dari medio 2001-2008 ada tiga kali pergantian pemilik. Sayangnya, pergantian pemilik tidak mengubah nasib Polaroid hingga memutuskan tutup pabrik pada 2008.
7. Impossible Project Penyelamat Polaroid
Saat Polaroid menutup pabrik di Belanda pada 2008. Ada salah satu penjual grosir Polaroid yang ingin tetap bertahan.
Alasannya, dia memiliki basis komunitas pecinta kamera tersebut. Lalu, dia juga bisa meningkatkan penjualan film agar bisnis ini berjalan. Akhirnya, lahirlah Impossible Project untuk membangun Polaroid kembali.