Harga Bitcoin lagi jadi obrolan hangat di jagat maya, lonjakan harga hingga tembus level tertinggi sepanjang masa di level 23.000 dolar AS atau setara Rp326 juta menjadi penyebabnya. Ada dua kubu yang melihat lonjakan harga Bitcoin ini, pertama menilai itu hanya booming semata mengulang masa 2017. Kedua, prospek harga Bitcoin memang cenderung naik ke depannya.Â
Awalnya, saya menilai Bitcoin hanyalah pergerakan spekulatif pasar yang tidak bisa dianalisis fundamentalnya. Namun, setelah melihat 4 fakta kenaikan harga Bitcoin dari NgomonginUang , ternyata pergerakan harga Bitcoin ini bisa dianalisis secara fundamentalnya lho. Lalu, kenaikan harga Bitcoin pada 2017 dan 2020 juga punya faktor yang kuat. Berikut, 4 pengerak harga Bitcoin:Â
1. Jumlah dolar AS yang Beredar Makin BanyakÂ
Jumlah peredaran dolar AS sudah melonjak drastis sejak 1975. Jumlah peredaran dolar AS sampai 9 Maret 2020 sudah melonjak jadi 4 triliun dolar AS dibandingkan dengan 273,4 miliar dolar AS pada 1975. Jumlah itu pun sudah melejit jadi 6,5 triliun dolar AS pada November 2020. Lalu, 50 persen dolar AS yang beredar saat ini dicetak pada tahun ini.Â
Lonjakan dolar AS yang beredar itu selaras dengan kebijakan program stimulus pemerintah AS untuk pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Bahkan, kongres AS lagi melakukan pembicaraan untuk program stimulus selanjutnya senilai 1 triliun dolar AS.Â
Di sini, banyak investor yang khawatir adanya lonjakan inflasi akibat peredaran uang yang makin banyak tidak selaras dengan pertumbuhan ekonomi di sektor riil. Untuk itu, banyak investor yang mulai mencari aset lindung nilai, salah satunya Bitcoin. Kenapa sekarang investor melirik Bitcoin sebagai investasi lindung nilai dibandingkan dengan emas?
2. Alasan Investor Pilih Bitcoin untuk Lindung Nilai
Emas menjadi salah satu instrumen investasi lindung nilai paling klasik dan populer hingga saat ini. Namun, faktanya kini investor lebih melirik Bitcoin ketimbang emas.Â
Harga emas dinilai tidak tergerus inflasi karena persediaannya cenderung terbatas. Namun, belakangan muncul rumor kalau emas kemungkinan tersedia di luar Bumi. Nah, meski di luar nalar, banyak yang memprediksi kalau teknologi di masa depan bisa melakukan penambangan emas di luar angkasa.
Jika itu benar-benar terjadi, artinya persediaan emas bisa bertambah banyak yang berimbas penurunan harga emas. Lalu, Bitcoin menjadi pilihan karena persediaannya ditetapkan hanya 21 juta koin sampai 2140. Kini, persediaan Bitcoin di seluruh dunia sudah sebanyak 18,5 juta koin. Artinya, tinggal kurang dari 3 juta koin yang bisa ditambang sampai 120 tahun ke depan.Â
Dengan begitu, Bitcoin lebih menarik sebagai lindung nilai karena prediksi persediaan jangka panjang sudah jelas, sedangkan persediaan emas masih penuh tanda tanya.Â
3. Momen Halving Bitcoin
Nah, momen halving ini bisa dibilang yang membuat harga Bitcoin melejit pada akhir 2016 sampai 2017. Jadi, Juli 2016 terjadi momen halving kedua. Saat itu, harga Bitcoin di level 650 dolar AS. Setelah momen halving itu, harga Bitcoin terus melejit hingga tembus 19.000 dolar AS pada akhir 2017.Â
Halving adalah momen pemotongan imbalan para penambang Bitcoin. Hal itu, bikin aktivitas pertambangan bakal turun sehingga persediaan pun terancam. Hal itu bikin harga Bitcoin naik.Â
Sebelumnya, halving periode pertama Bitcoin terjadi pada 2012. Saat itu harga Bitcoin naik dari 12 dolar AS menjadi 1.150 dolar AS. Nah, halving ketika terjadi pada pertengahan 2020. Hal itu yang mungkin mendongkrak harga Bitcoin saat ini.Â
4. Investor Institusi Mulai Buru Bitcoin
Investor institusi yang mulai memburu Bitcoin juga jadi pemicu naiknya harga mata uang kripto paling populer di dunia sepanjang tahun ini. Beberapa investor yang masuk ke Bitcoin antara lain, Square, Microstrategy, dan MassMutual. Total ada 953.190 Bitcoin senilai US$22,12 miliar yang dikelola investor institusi.Â
Selain itu, beberapa institusi juga sudah mulai memulai transaksi dengan mata uang kripto seperti Paypal dan JP Morgan. Belum lagi, China bikin yuan digital yang membuat peluang mata uang kripto ditransaksikan makin besar. Hal itu bisa meningkatkan permintaan mata uang kripto yang berujung kenaikan harga.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H