Catatan saya menunjukkan pemain Indonesia yang berjaya ketika Junior belum tentu bisa melanjutkan kejayaan saat senior. Enggak percaya? ini buktinya yang ane kutip dari Suryarianto.id
Salah satu contoh besarnya bisa dilihat dari Gregoria Mariska yang menjadi juara  dunia junior 2017. Ketika merangsek ke level senior, Gregoria justru kesulita bersaing dengan pemain 10 besar dunia.
Begitu juga dengan Melati Daeva dan Gloria Emanuelle Widjaja yang merupakan juara dunia ganda campuran junir 2011 dan 2012. Keduanya, kini tertatih-tatih menghadapip pemain 10 besar dunia.
Sorotan pemain junior Indonesia pun menajam ke Asia Junior Championship 2019. Pada turnamen tim, Indonesia diberikan unggulan pertama, tetapi hasilnya Indonesia harus menyerah 3-2 dari Thailand.
Sorotan tajam ke tunggal putra Indonesia Bobby Setiabudi yang gagal membungkam Kunlavut Vitidsarn, tetapi tunggal Thailand itu memang salah satu yang terkuat di level junior. Saat ini pun, dia sudah bertengger di peringkat ke-50 dunia.
Namun, sangat disayangkan para pemain junior ini belum mampu memboyong gelar Asia. Namun, ada beberapa nama potensial yang bisa dijadikan perhatian yakni, Leo Rolly Cornando yang bermain rangkap di ganda putra dan campuran, serta Putri Kusuma Wardani yang bermain di tunggal putri.
Keduanya bisa dibilang sangat potensial, tetapi perlu dilihat juga bagaimana nasibnya ketika bermain di level senior.
Setelah gagal menjadi juara di turnamen tim, bagaimana peforma pemain junior Indonesia di pertandingan individu?
kita akan bahas satu-satu per sektornya. Di sektor tunggal putra, Indonesia sudah kehabisan wakil. Di Final, hanya menyisakan pemain Thailand Kunlavut melawan pemain China Liu Liang.
Lalu di mana pemain Indonesia? para  pemain junior tunggal putra Indonesia rata-rata kandas di babak ke-3.