Mohon tunggu...
Surya Rianto
Surya Rianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger, Jurnalis Ekonomi, Pecinta Badminton, dan Anime

Blogger, Jurnalis Ekonomi, Pecinta Badminton, Penggemar Anime dan Dorama Jepang.

Selanjutnya

Tutup

Raket

Alasan Tunggal Putri Indonesia Sulit Bersaing

6 Juli 2019   20:39 Diperbarui: 6 Juli 2019   20:55 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulu tangkis menjadi olahraga yang digemari oleh masyarakat Indonesia. Salah satu penyebabnya, prestasi besar yang selalu diraih membuat masyarakat Indonesia siap mendukung mati-matian para atletnya. 

Namun, kini Indonesia hanya tinggal mengandalkan ganda putra untuk memastikan gelar di turnamen besar. Pasalnya, saat ini, Indonesia memiliki tiga pasangan di 10 besar dunia. Ketiga pasangan itu antara lain, Kevin Sanjaya/ Marcus Gideon, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan, dan Rian Ardianto/Fajar Alfian. 

Selain itu, Indonesia hanya berharap tipis sektor lainnya bisa meraih gelar. Di sektor ganda putri, Indonesia hanya berharap Greysia Polli/Apriyani Rahayu diberikan keberuntungan setiap bertemu pasangan Jepang atau China di semi final. Soalnya, pasangan yang bisa mengalahkan pasangan Indonesia itu hanya berasal dari dua negara tersebut. 

Lalu, ganda campuran bak kehilangan induknya setelah Liliyana Natsir pensiun. Saat ini, belum ada gelar  yang diberikan oleh sektor itu pasca butet pensiun. Meskipun begitu, peforma Praveen Jordan/Melati Daeva bisa disebut mulai menanjak.

Dari sektor tunggal putra, gelar bisa diperoleh jika turnamen itu sepi dengan pemain unggulan papan atas. Bahkan, tanpa pemain unggulan papan atas, Jonatan Christie dan Anthony Ginting bak menguasai panggung dan menciptakan All Indonesian Final.

Di luar semua itu, ada sektor yang masih sulit bersaing dengan papan atas dunia yakni, tunggal putri. Sejak era Lindaweni Fanetri, tunggal putri mulai tertatih-tatih. Hanna Ramadini pun tidak bisa meneruskan jejak karir Lindaweni yang pernah berstatus semifinalis kejuaraan dunia.

Jauh sebelum itu, bisa dibilang era tunggal putri sudah putus sejak Mia Audina pindah ke Belanda. Setelah itu, hanya ada sosok Maria Kristin yang bisa bersaing di papan atas dunia. Sisanya, Firdasari maupun Lindaweni juga tertatih-tatih bersaing di papan atas dunia.

Tunggal putri Indonesia masih kesulitan bersaing dengan pemain papan atas dunia. Nah, kali ini, saya akan mengevaluasi kinerja tunggal putri Indonesia sepanjang semester I/2019.

Indonesia memiliki tiga tunggal putri yang diandalkan yakni, Gregoria Mariska, Fitriani, dan Ruselli Hartawan. Namun, ketiganya masih tertatih-tatih bermain di turnamen utama BWF series.

Fitriani sempat memberikan kejutan pada awal tahun ini. Dia menjadi juara di Thailand Master 2019 setelah mengalahkan Busanan Ongbamrunphan dua set langsung 21-12, 21-14.

Kemenangan Fitriani itu seolah memberikan asa untuk tunggal putri Indonesia. Pasalnya, Fitriani mampu mengalahkan pemain yang memiliki peringkat di atasnya.

Awal 2019, Fitriani berada di peringkat ke-33 dunia, sedangkan Ongbamrunphan berada di peringkat ke-29 dunia. Meskipun begitu, Fitriani sudah sewajarnya menang karena secara head to head unggul dari pemain Thailand tersebut sebelum pertandingan final.

Kemenangan itu pun pelepas dahaga untuk Fitriani yang kerap terjebak di level 32 besar atau 16 besar.

Sayangnya, kemenangan itu tidak menjadi batu loncatan bagi pemain tunggal putri Indonesia tersebut. Setelah juara di Thailand, Fitriani kesulitan bersaing di turnamen lainnya.

Alhasil, Fitriani hanya mampu mencapai 16 besar. Bahkan, tak jarang langsung kalah di babak pertama.

Mayoritas pemain yang mengalahkan Fitriani memiliki peringkat di atasnya. Seperti, Ratchanok Intanon pemain peringkat ke-7 dunia, Saina Nehwal peringkat ke-9 dunia, dan He Bing Jiao peringkat ke-6 dunia.

Namun, Fitriani juga kerap tak berdaya oleh pemain yang peringkat di bawahnya. Pemain itu seperti, Soniia Cheah peringkat ke-33 dunia sampai Zhang Yi Man peringkat ke-40 dunia.

Zhang Yi Man menjadi sosok yang membuat Fitriani terjerembab di babak 32 besar Australia Open 2019 pada awal Juni 2019. Sejauh ini, pemain China berumur 22 tahun itu unggul head to head 2-1 atas Fitriani.

Lalu, bagaimana dengan Gregoria Mariska dan Ruselli Hartawan? selengkapnya bisa kamu dengarkan di podcast #BacotBadminton di link ini.

Sumber : Suryarianto.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun