Mohon tunggu...
Surya Rianto
Surya Rianto Mohon Tunggu... Jurnalis - Blogger, Jurnalis Ekonomi, Pecinta Badminton, dan Anime

Blogger, Jurnalis Ekonomi, Pecinta Badminton, Penggemar Anime dan Dorama Jepang.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Kandas di Semifinal, Ini Evaluasi Tim Indonesia di Piala Sudirman 2019

26 Mei 2019   14:20 Diperbarui: 26 Mei 2019   14:28 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonatan Christie, tunggal putra Indonesia. Sumber : BadmintonIndonesia.org

Malam minggu yang sendu, Apriyani gagal mengembalikan pukulan salah satu pemain Jepang yang sudah memperoleh match point. Alhasil, Jepang resmi melenggang ke final untuk berhadapan dengan China di Piala Sudirman 2019. 

Indonesia dikalahkan Jepang 1-3 dalam gelaran semifinal Piala Sudirman yang digelar di Nanning, China tersebut. 

Secara keseluruhan, Indonesia punya sedikit peluang untuk menang setelah Kevin Sanjaya/Marcus Gideon meraih poin pertama untuk Indonesia. Sayangnya, daya juang Gregoria Mariska yang rendah membuat skor imbang 1-1. 

Anthony Ginting sempat melancarkan berbagai strategi dan cara untuk menang dari Kento Momota. Sayangnya, perjuangan mati-matian Ginting belum menuai hasil dan Jepang unggul 2-1. 

Napas terakhir Indonesia ternyata sampai di Greysia Polli/Apriyani Rahayu. Menghadapi ganda putri nomor 1 dunia, mereka gagal memberikan poin untuk Indonesia. Jepang pun unggul 3-1 dan melenggang ke final. 

Dari gelaran semifinal ini, ada beberapa evaluasi yang harus dilakukan PBSI jika bermimpi menjuarai turnamen beregu seperti Piala Sudirman atau Piala Thomas dan Uber yang digelar 2020. 

Peforma Tunggal Putra masih Fluktuatif

Inkonsistensi Ginting dan Jonatan Christie membuat tunggal putra Indonesia belum bisa bicara banyak di kancah dunia. Meskipun begitu, Ginting dan Jojo, sapaan Jonatan, sudah bertengger di peringkat 10 besar dunia.

Sayangnya, rekan seangkatan mereka, Ihsan Maulana malah menurun peformanya hingga terjerembab di peringkat ke-45 dunia.

Hendri Saputra, pelatih tunggal putra, harus bisa meracik menu latihan agar para pemainnya mengurangi melakukan kesalahan sendiri dan cepat beradaptasi dengan instrumen lapangan tanding.

Beberapa kali, inkonsisten tunggal putra dijawab dengan alasan kondisi kok yang berat, angin di lapangan, dan sebagainya. Jika, pemain kelas dunia masih mempermasalahkan hal itu, maka dia akan sulit untuk konsisten.

Selain itu, Hendri Saputra juga harus mematanngkan tunggal putra ketiga selain Jojo dan Ginting.

Saat ini, Shesar Hiren Rhustavito yang diajak ke Piala Sudirman 2019. Namun, untuk jangka panjang, Shesar bukan pilihan yang pas jika melihat umurnya saat ini sudah 25 tahun dan berada di peringkat ke-41 dunia.

Firman Abdul Kholik atau Chico Aura Dwi Wardoyo seharusnya bisa dikembangkan oleh PBSI untuk menjadi tunggal dunia.

Saat ini, Firman yang berumur 21 tahun berada di peringkat ke-42 dunia, sedangkan Chico yang berumur 20 tahun berada di peringkat ke-57 dunia.

Hal ini harus dilakukan dengan cepat oleh PBSI mengingat Piala Thomas akan digelar pada 2020 di Denmark.

Evaluasi Tunggal Putri

Lalu, tunggal putri juga tidak memberikan perkembangan yang berarti dalam setahun terakhir. Jorji maupun Fitriani tidak kunjung menampilkan peforma yang signifikan.

Jorji yang memiliki peringkat tertinggi di Indonesia masih kerap kepayahan di babak awal turnamen super series. Padahal, Jorji salah satu pemain berbakat yang dimiliki Indonesia.

Namun, gaya main yang kurang ngotot membuat dia kerap kalah bahkan oleh pemain yang memiliki peringkat di bawahnya.

Fitriani pun yang digadang-gadang punya kemauan keras juga kepayahan di turnamen super series. Saat ini, Fitriani terjebak di peringkat ke-29 dunia.

Gregoria Mariska, pebulutangkis ganda putri Indonesia. / Sumber : BadmintonIndonesia.org
Gregoria Mariska, pebulutangkis ganda putri Indonesia. / Sumber : BadmintonIndonesia.org

Kemenangan An Se Young, tunggal putri Korea Selatan, atas Tai Tzu Ying, tunggal putri nomor 1 dunia, harus bisa menjadi penyemangat Gregoria maupun Fitriani.

An Se Young yang saat ini berada di peringkat ke-50 dunia pun bisa menembus kokohnya Tzu Ying lewat usaha ekstra keras.

Apalagi, umur An Se Young dan Jorji tidak jauh berbeda. Jika, Jorji mau berusaha keras bukan tidak mungkin kelak Jorji dengan An Se Young ibarat Lin dengan dan Lee Chong Wei.

Kehadiran Rionny Mainaky, eks pelatih Jepang, pun diharapkan bisa membuat daya tahan, daya juang, dan kepercayaan tunggal putri bisa  kian maksimal.

Akane Yamaguchi bisa menjadi contoh untuk Fitriani kalau tinggi badan bukan menjadi masalah besar dalam bulu tangkis.

Akane dan Fitriani memiliki tinggi tubuh yang hampir sama. Akane memiliki tinggi 1,56 meter, sedangkan Fitriani 1,54 meter.

Namun, Akane mampu membuat Carolina Marin, Tzu Ying, sampai Pusarla V. Sindhu kepayahan.

Pelapis Sepadan Ganda Putri

Dari sisi ganda putri, Indonesia masih mengandalkan Greysia Polli yang kini bertandem dengan Apriyani Rahayu. Namun, Greysia sudah mengisyaratkan akan pensiun, mungkin setelah olimpiade Tokyo 2020.

Untuk itu, PBSI harus segera mematenkan pelapis Greysia agar transisinya bisa lancar.

Greysia Polli/Apriyani Rahayu, ganda putri Indonesia. / Sumber : BadmintonIndonesia.org
Greysia Polli/Apriyani Rahayu, ganda putri Indonesia. / Sumber : BadmintonIndonesia.org

Indonesia masih memiliki ganda kedua yakni, Rizki Amelia Pradipta/Della Destiara. Namun, gaya permainan pasangan ini cenderung 'alon-alon asal klakon' hingga terkadang malah kehilangan konsentrasi dan kelelahan sendiri.

Meskipun begitu, pasangan peringkat ke-16 dunia ini bisa mematikan langkah ganda putri peringkat 3 dunia Chen Gingchen/Jia Yifan dengan head to head 3-1.

Sayangnya, Rizki/Della harus kandas dari pasangan China itu dalam pertemuan terakhirnya di Badminton Asia Championship 2019.

Selain itu, Indonesia memiliki ganda putri muda lainnya seperti, Yulfira Barkah/Jauza Fadhila Sugiarto dan Tania Oktaviani/Vania Arianti Sukoco.

PBSI harus bisa memperkuat ganda putri muda agar transisi ketika Greysia pensiun bisa lancar.

Pematangan dan Siapkan Penerus Ganda Campuran

Pasca Liliyana Natsir pensiun, ganda campuran masih nihil gelar sepanjang tahun ini. Praveen Jordan/Melati Daeva maupun Hafiz Faizal/Gloria E. Widjaja belum mampu membangkitkan sektor itu pasca ditinggal megabintangnya.

Tontowi Ahmad yang dipasangkan dengan Winny pun belum memberikan taji yang signifikan.

Praveen Jordan/Melati Daeva, ganda campuran Indonesia./ Sumber : BadmintonIndonesia.org
Praveen Jordan/Melati Daeva, ganda campuran Indonesia./ Sumber : BadmintonIndonesia.org

Meskipun begitu, Hafiz/Gloria dan Praveen/Melati sudah menembus peringkat 10 besar dunia. Tinggal konsisten dan pengalaman bertanding yang membuat mereka untuk meraih gelar.

Apalagi, jika Praveen bisa bermain konsisten dan meminimalisir kesalahan sendiri, bukan tidak mungkin dia bisa kembali menjadi bintang seperti ketika menjuarai All England 2016 bersama Debby Susanto.

Selain itu, PBSI juga harus menyiapkan ganda campuran muda untuk bisa bersaing di kancah dunia. Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari yang saat ini bertengger di peringkat  ke-18 dunia mungkin bisa kian dimatangkan.

Semoga saja, Tontowi/Winny juga mulai bisa berbicara banyak di turnamen super series seperti ketika Nova Widianto berpasangan dengan Liliyana. Kekuatan ganda campuran akan sangat diperlukan untuk Piala Sudirman 2021, jika tidak ada perkembangan signifikan berarti jangan berharap piala itu pulang kampung ke Indonesia.

Perkokoh Ganda Putra

Jika Jepang menguasai sektor ganda putri dunia, maka Indonesia penguasa sektor ganda putra di dunia saat ini.

Indonesia menempatkan Kevin/Marcus di peringkat 1 dunia. Disusul Hendra Setiawan/Mohamad Ahsan di peringkat ke-4 dan Fajar Alfian/Muhammad Rian diperingkat ke-5.

Namun, Indonesia tidak boleh puas dengan digdaya ganda putranya tersebut. Pekerjaan rumah terbesar PBSI adalah membuat Fajar/Rian memiliki mental juara untuk bisa bersaing di papan atas dunia.

Kevin Sanjaya/Marcus F. Gideon, ganda putra andalan Indonesia. / Sumber : BadmintonIndonesia.org
Kevin Sanjaya/Marcus F. Gideon, ganda putra andalan Indonesia. / Sumber : BadmintonIndonesia.org

Pasalnya, Fajar/Rian memiliki teknik dan kemampuan yang mumpuni, tetapi daya juangnya cukup rendah, serta mental juara dan kepercayaan diri yang belum begitu kokoh.

Kevin/Marcus pun tidak boleh berpuas diri karena seluruh ganda putra di dunia bakal berupaya mengalahkan mereka.

Minions, julukan Kevin/Marcus harus memiliki beberapa strategi agar permainannya tidak mudah terbaca oleh lawan. Lalu, dengan semakin tinggi jam terbang, Minions diharapkan bisa lebih sabar dalam pertandingan.

Periode stagnan bahkan penurunan pasti akan terjadi, tetapi Minions harus bisa melewatinya. Hendra/Ahsan membuktikan setelah sempat turun penampilannya pada 2016, mereka bisa bangkit lagi saat ini.

Sumber : Suryarianto.id

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun