Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Rafael Alun dan Jebloknya Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

10 April 2023   12:54 Diperbarui: 10 April 2023   17:34 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rafael Alun Trisambodo akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK atas dugaan gratifikasi pada Kamis (30/3/2023). Foto : Kompas.com

Mantan pejabat Ditjen Pajak yang juga ayah dari Mario Dandy Satrio, tersangka kasus penganiyaan berat terhadap David Ozora, Rafael Alun Trisambodo sudah resmi ditahan oleh KPK karena kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait pemeriksaan perpajakan pada Senin, 3 April 2023 yang lalu. Suami dari Ernie Meike Torondek ini pun saat ini sudah ditahan di rumah tahanan KPK Gedung Merah Putih, Jakarta Selatan. 

Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan salah satu alasan mengapa mereka memutuskan untuk menahan Rafael adalah khawatir tersangka akan melarikan diri karena kapasitas dan kemampuannya.

Sebagaimana diketahui, kehidupan mewah Rafael Alun Trisambodo sebagai seorang PNS di ditjen pajak dipertanyakan oleh publik pasca mencuatnya kasus penganiyaan keras yang dilakukan oleh anaknya terhadap David Ozora. 

Salah satu pihak yang mempertanyakan tidak wajarnya jumlah kekayaan Rafael Alun adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD yang juga sekaligus ketua tim Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ( TPPU ).

Mahfud menilai bahwa jumlah harta kekayaan Rafael Alun tidak sesuai dengan profilnya sebagai seorang PNS di ditjen pajak pada Kementerian Keuangan. Selain itu, berdasarkan laporan analisis data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diduga terdapat transaksi keuangan yang mencurigakan alias tidak wajar dari rekening Rafael Alun. 

Transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan oleh Rafael Alun bahkan sudah terendus oleh PPATK sejak tahun 2012 silam saat dirinya masih menjabat sebagai Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak di Kanwil DJP Jawa Tengah I. 

Selain itu, kebiasaan istri dan anak Rafael Alun yang hobi pamer kemewahan alias flexing di media sosial membuat dirinnya semakin menjadi sorotan publik dan dipertanyakan dari manakah kekayaannya berasal. 

Kementerian Keuangan Jadi Sorotan

Baru-baru ini publik digemparkan dengan temuan kemungkinan adanya transaksi mencurigakan di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) senilai Rp 349 triliun. Menkopolhukam yang juga exofficio ketua tim TPPU Mahfud MD menyebut bahwa transaksi mencurigakan tersebut terkait dengan tindak pidana pencucian uang.

Transaksi mencurigakan bernilai ratusan triliun tersebut diungkap oleh Mahfud MD setelah heboh kasus penganiyaan yang dilakukan oleh Mario Dandy Satrio yang tak lain adalah anak Rafael Alun terhadap David Ozora serta maraknya gaya hedon yang ditunjukkan oleh Rafael Alun Trisambodo dan keluarganya serta beberapa pejabat lain di Kementerian Keuangan yang dinilai publik tidak sesuai dengan profil penghasilan mereka sebagai seorang PNS.

Jauh sebelum pejabat Ditjen Pajak seperti Rafael Alun dicurigai karena jumlah kekayaannya yang fantastis publik tentu belum bisa melupakan kasus Gayus Tambunan, sang mafia pajak yang menggelapkan uang hingga 25 miliar.

Sempat menghebohkan publik pada medio tahun 2010-2011, kasus Gayus berawal dari laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tentang jumlah kekayaannya yang fantastis. Gayus yang saat itu posisinya masih golongan IIIA memiliki kekayaan sekitar Rp 100 miliar. Padahal gajinya saat itu hanya Rp 12,1 juta per bulan

Nah saat ini, selain nama Rafael Alun, beberapa pejabat dilingkup Kementerian Keuangan juga disinyalir mempunyai jumlah kekayaan fantastis yang tidak sesuai dengan profil mereka sebagai PNS. Diantaranya adalah Kepala Bea-Cukai Makassar Andhi Pramono, Kepala Kantor Pajak Madya Jakarta Timur Wahono Saputro dan Kepala Kantor Bea dan Cukai Daerah Istimewa Yogyakarta Eko Darmanto.

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Turun Drastis

Baru-baru ini sebuah lembaga pemeringkat indeks persepsi korupsi internasional yakni Transparency International (TI) melalui cabangnya di Indonesia Tranparency International Indonesia (TII), sebuah jaringan global NGO antikorupsi yang berbasis di Berlin, Jerman merilis data indeks persepsi korupsi tahun 2022 terhadap 180 negara di dunia termasuk Indonesia. Data tersebut mereka rilis pada tanggal 31 Januari 2023 yang lalu.

Hasilnya, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (ICP) Indonesia untuk tahun 2022 mengalami penurunan skor sebanyak empat poin dari 38 pada tahun 2021 menjadi 34 ditahun 2022. Indeks CPI tahun 2022 tersebut menempatkan Indonesia di peringkat 110 dari 180 negara yang disurvei.

Di kawasan Asean, Indonesia menempati peringkat ketujuh dari 11 negara terkait skor CPI. Singapura menempati peringkat pertama dengan skor 83. 

Jika dilihat secara keseluruhan, di tahun 2022 Denmark dan Finlandia menjadi negara dengan skor CPI tertinggi. Kedua negara itu memiliki skor CPI di angka 90 dan 87.

Transparency International (TI) sendiri merupakan sebuah lembaga jaringan global NGO antikorupsi yang mempromosikan transparansi dan akuntabilitas kepada lembaga-lembaga negara, partai politik, bisnis, dan masyarakat sipil bersama lebih dari 100 chapter di seluruh dunia.

Dikutip dari laman website Transparency Internasional Indonesia https://ti.or.id/, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia tahun 2022 mengalami penurunan terburuk sepanjang sejarah Indonesia pasca reformasi.

Untuk diketahui, IPK atau CPI ini dihitung oleh Transparency International dengan skala skor 0-100, yaitu 0 artinya paling korup, sedangkan 100 berarti paling bersih. Total negara yang dihitung IPK atau CPI nya adalah sebanyak 180 negara.

CPI merupakan sebuah indikator komposit untuk mengukur persepsi korupsi sektor publik pada skala nol (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih) di 180 negara dan wilayah berdasarkan kombinasi dari 13 survei global dan penilaian korupsi menurut persepsi pelaku usaha dan penilaian ahli sedunia sejak tahun 1995.

Sejak diluncurkan pertama kali pada tahun 1995, Indonesia merupakan salah satu negara yang selalu dipantau situasi korupsinya secara rutin. 

Penetapan Rafael Alun Sebagai Tersangka Oleh KPK Harus Jadi Momentum "Bersih-Bersih" di Kementerian Keuangan

Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2022 yang dirilis oleh Transparency International diatas menunjukkan bahwa Indonesia sedang mengalami tantangan serius dalam hal melawan isu korupsi.

Menkopolhukam yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ( TPPU ) Mahfud MD menilai bahwa salah satu hal yang menjadi penyebab utama turunya Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) Indonesia tahun 2022 adalah adanya sentimen negatif terhadap bidang pelayanan publik pemerintah, terutama akibat maraknya aksi korupsi, gratifikasi dan pencucian uang di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan.

Untuk itu, sudah selayaknya penahanan terhadap Rafael Alun harus dijadikan sebagai pintu masuk oleh aparat penegak hukum guna membongkar para pejabat pajak yang terindikasi melakukan praktik korupsi, pencucian uang serta menerima gratifikasi. Selain itu, laporan PPATK soal dugaan rekening gendut dan transaksi mencurigakan dari rekening para pegawai di Kementerian Keuangan juga harus segera ditindaklanjuti serius oleh para aparat penegak hukum kita.

Sejarah mencatat, pengungkapan kasus gratifikasi, pencucian uang dan korupsi di Kementerian Keuangan khususnya di Ditjen Pajak selalu diawali dari laporan PPATK soal transaksi mencurigakan dari rekening para pejabat di lembaga pimpinan Sri Mulyani tersebut.

Jangan sampai kasus korupsi, gratifikasi dan pencucian uang seperti yang dilakukan oleh Gayus Tambunan, Angin Prayitno dan Rafael Alun membuat kepercayaan publik terhadap Kementerian Keuangan menjadi terpuruk dan dikhawatirkan akan menimbulkan gejolak keengganan masyarakat untuk membayar pajak kepada negara.

Kalau hal itu sampai dibiarkan terjadi, maka tamatlah sudah neraca keuangan yang sehat di APBN kita. Sebab, pajak adalah komponen utama penyumpang APBN terbesar di negara kita. 

Sekian dari Jambi untuk Kompasiana, semoga bermanfaat!

Pematang Gadung, 10 April 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun