Mohon tunggu...
Sultoni
Sultoni Mohon Tunggu... Freelancer - Pengamat Politik dan Kebijakan Publik AMATIRAN yang Suka Bola dan Traveling

Penulis lepas yang memiliki ketertarikan pada isu-isu sosial politik, kebijakan publik, bola dan traveling

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filosofi Kopi

8 Desember 2022   16:03 Diperbarui: 8 Desember 2022   16:05 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kopi itu rasanya pahit, tidak enak, tapi banyak orang yang suka bahkan ketagihan dibuatnya. Kalau sehari saja tidak bertemu dengan kopi, pusing kepala katanya.

Pahitnya rasa kopi melambangkan pahit getirnya manusia dalam menjalani sebuah perjalanan kehidupan. 

Tapi justru dengan merasakan pahit getirnya kehidupan itulah, manusia pada akhirnya bisa merasakan kenikmatan hidup yang sesungguhnya. 

Baca juga: Pahlawan Masa Kini

Karena tanpa dengan merasakan pahit getirnya perjalanan kehidupan itu, manusia pasti tidak akan bisa mengecap rasa manisnya kehidupan dengan penuh rasa syukur terhadap segala nikmat yang telah Tuhan berikan kepada kita.

Kopi itu hitam, pekat, bak malam yang gelap gulita.

Hitamnya kopi mengandung filosofi bahwa sejatinya semua manusia itu adalah pendosa.

Tidak ada manusia dibumi ini yang bersih dari dosa, kecuali baginda Rasul Muhammad SAW, karena memang beliau dijaga oleh Allah SWT dari segala macam perbuatan dosa dan cela.

Kalau hari ini kita masih dianggap bersih dan suci oleh manusia, sesungguhnya itu semua adalah karunia Tuhan yang telah menutup rapat segala aib dan dosa yang pernah kita lakukan.

Masih pantas untuk sombongkah kita?

Kopi itu jujur dan apa adanya. 

Dia akan terasa manis atau pahit tergantung kita sendiri yang mengatur takaran gulanya. 

Sebagaimana halnya hidup kita, bahagia atau tidaknya kehidupan kita sesungguhnya kita sendirilah yang menentukannya.

Ukuran kebahagiaan itu hati. Bukan materi apalagi kehormatan diri.

Banyak orang-orang yang bergelimang harta tapi hidupnya hampa. 

Banyak pejabat-pejabat dengan kedudukan yang terhormat tapi hatinya melarat.

Kopi itu pemberani dan penentu. 

Dengan bahan apapun ia dicampurkan, maka kopi akan tetap senantiasa terus disebut sebagai kopi. 

Sekalipun bahan penyampurnya lebih banyak jumlahnya dari pada kopi itu sendiri.

Kopi dicampur dengan susu tetap disebut sebagai kopi susu.

Kopi dicampur dengan gula tepat disebut dengan kopi saja.

Kopi dicampur dengan duren tetap disebut dengan kopi duren.

Bahkan saat kopi berada didalam kotoran hewan sekalipun, ia masih tetap utuh sebagai sebuah kopi. 

Bahkan kemudian justru semakin naik derajatnya menjadi kopi premium bernama kopi luwak.

Falsafah yang terkandung dalam makna kopi sebagai pemberi dan penentu adalah bahwa kita sebagai manusia hendaknya harus menjadi seorang pribadi yang tangguh dan pemberani.

Dimanapun kita berada kita harus jadi pembeda dan penentu. Jangan jadi pengekor.

Kita harus selalu menjadi patriot penegak kebenaran dan pembasmi kebatilan bahkan ditempat terkotor di dunia sekalipun.

Karena hanya dengan begitulah, derajat para pemberani akan ditinggikan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dengan setinggi-tingginya menjadi manusia "premium" seperti halnya kopi luwak.

Yah, itulah sekelumit makna filosofi kopi kita pada hari ini.

Sudahkah anda ngopi hari ini?

Sekian dari Jambi untuk Kompasiana. Semoga bermanfaat!

Pematang Gadung, 8 Desember 2022.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun