Dari hal tersebut kita belajar, sebagaimana yang beliau katakan  dalam artikel tersebut "giving is giving", memberi ya memberi saja, jangan pake embel-embel atau maksud dan tujuan yang lain.Â
Sebuah filosofi hidup yang sangat luar biasa menurut saya. Yang mengajarkan kepada kita tentang arti dari berbagi yang sesungguhnya.
Bukan bermaksud sombong, dalam artikel tersebut beliau juga mengatakan bahwa memberi dan menerima adalah ungkapan rasa kasih sayang dan sekaligus rasa terima kasih atas jalinan hubungan persahabatan dan kekeluargaan yang telah dirawat bersama selama ini.Â
Memberi bukanlah bermaksud pamer kelebihan dan yang menerima bukanlah pula berarti tidak mampu beli. Dalam hal memberi dan menerima ,tidak ada hitungan untung dan rugi. Sesuai dengan filosofi "giving is giving" .
Dalam artikel beliau yang lain baru-baru ini, sebagai respon beliau terhadap musibah gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat, beliau sekali lagi menulis sebuah artikel yang berjudul " Kompasianer Siapkan  10 Kardus Mie untuk Korban Gempa di Cianjur".
Dalam artikel tersebut, beliau mengajak kepada kita semua untuk berbagi kepada sesama yang sedang ditimpa musibah dengan sebuah aksi nyata meskipun nilainya tidak seberapa.
Beliau menyebut dalam artikel tersebut dengan istilah NATO, alias "No Action Talking Only".
Sungguh luar biasa!
3. Sabar dan ikhlas dalam menghadapi setiap persoalan hidup.
Dalam salah satu artikel dari rekan Kompasianer senior yang sudah cukup lama tidak aktif menulis di Kompasiana Daniel Setiawan, yang berjudul " Apa Sih Hebatnya Tjiptadinata Effendi?", saya jadi tau bahwa opa Tjiptadinata Effendi dan oma Roselina pernah mengalami sebuah kasus penipuan yang sangat merugikan perekonomian beliau berdua pada masa lampau.
Si Raja Kopi dari Padang ini, dikhianati oleh anak buahnya serta 'dikadali' oleh rekan bisnisnya. Dan si Raja Kopi pun bangkrut dalam seketika.Â