Tarik menarik soal siapa yang bakal mendampingi Anies sebagai cawapres 2024 disinyalir menjadi alasan PKS dan Demokrat belum juga menentukan sikap, apakah tetap akan berkoalisi dengan Nasdem mengusung Anies sebagai capres atau justru "pindah kelain hati" dengan bergabung bersama partai koalisi yang lain.
Hingga saat ini, Demokrat masih tetap kekeuh mengajukan nama ketua umumnya, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menjadi cawapres Anies sebagai syarat untuk berkoalisi dengan Nasdem.
Disisi lain, PKS juga masih ngotot menyodorkan nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan (Kang Aher) untuk mendampingi Anies sebagai cawapres 2024 agar bisa berkoalisi dengan Nasdem untuk mengarungi pilpres 2024.
Disisi lainya lagi, Anies sendiri seolah tidak berdaya karena memang tidak mempunyai nilai tawar politik yang kuat untuk menentukan capres pilihannya sendiri diluar dua nama yang telah diajukan oleh Demokrat dan PKS.Â
Memilih cawapres diluar dua nama diatas, jelas beresiko Anies dan Nasdem justru akan ditinggal oleh PKS dan Demokrat.
Atau jika memilih salah satunya, Anies dan Nasdem juga masih berpotensi untuk ditinggal, baik oleh PKS atau oleh Demokrat.
Sebuah pilihan yang sulit tentunya bagi Anies untuk memuluskan langkahnya dalam kontestasi pilpres 2024, meskipun secara eksplisit otoritas memilih cawapres telah diserahkan sepenuhnya oleh Nasdem kepada Anies.
PKS dan Demokrat sendiri pantas jumawa dan percaya diri menawarkan kadernya untuk menduduki posisi cawapres mendampingi Anies, karena memang mereka sangat memahami bahwa Nasdem tidak akan bisa mengusung Anies sendirian sebagai capres 2024 tanpa berkoalisi dengan mereka.
Tarik ulur soal siapa cawapres Anies inilah yang kemudian diduga menjadi penyebab gagalnya rencana deklarasi koalisi antara Nasdem, PKS dan Demokrat yang awalnya akan dilaksanakan tepat pada peringatan hari pahlawan, 10 November 2022 kemaren.
Lantas bagaimanakah kelanjutan nasib Partai Nasdem dan Anies sebagai capres 2024?