Mohon tunggu...
Sukamto Mamada
Sukamto Mamada Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Lahir dan besar di Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Merantau ke Bumi Anging Mammiri. Bekerja di Unhas. Sekarang lagi nyangkut di USA. Salam kenal semuanya.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nasdem = Logistic Effect, PKB = Rhoma Effect, PKS = Kader Effect, PD = Nazaruddin Effect

10 April 2014   15:59 Diperbarui: 23 Juni 2015   23:50 2501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

***

Itulah beberapa effect yang muncul saat pemilu kali ini. Affecting factor ini dinilai menjadi faktor utama atas pencapaian positif setiap parpol. Namun, penurunan suara atau perolehan suara yang tidak sesuai ekspektasi pun tidak lepas dari faktor-faktor terkait.

Nazaruddin Effects

Efek yang satu ini memainkan peran sangat  penting. Sebagai partai pemerintah, Partai Demokrat harus menerima kenyataan bahwa suaranya tergerus sampai di angka 9.45%. Angka ini juga yang mengkonfirmasi bahwa banyak kebijakan ditambah lagi kasus-kasus korupsi yang menimpa benar-benar melukai rakyat. Agaknya kasus-kasus korupsi kader PD-lah yang paling menyita perhatian publik, sehingga memutuskan berpindah partai. Dan semua itu bermula dari seorang Nazaruddin yang sampai sekarang pun masih terus "bernyanyi". Belum lagi adanya Anas Effect yang melakukan perlawanan secara internal terhadap SBY.

Lapindo Effect

ARB belum bisa membawa partai Golkar mencapai perolehan yang berbeda signifikan dengan raihan mereka di pemilu 2009 lalu. Banyak isu yang memang mengiringi perjalanan ARB sebagai capres Golkar. Namun, dari sekian banyak isu tersebut, kasus Lumpur Lapindo menjadi isu utama yang terus digulirkan oleh lawan-lawan politiknya. Ironisnya, di tengah isu ini, muncul kembali kasus-kasus yang justru menggerus suara partai, semisal video liburannya di Maladewa.

Wiranto Effect

Efek yang ditimbulkan oleh Wiranto di sini tidaklah seperti yang dimiliki Prabowo effect. Jika Prabowo menjadi pemicu utama atas kenaikan suara Gerindra, maka Wiranto justru sebaliknya. Suara Hanura sangat tidak sesuai ekspektasi. Sebenarnya, Hanura sudah memiliki logistik dan pendanaan serta publikasi yang cukup, bahkan berlebih. Apalagi setelah HT bergabung. Yang menjadi masalah di sini adalah sosok Wiranto itu sendiri yang memang sepertinya tidak "matching" dengan perpolitikan di Indonesia. Setelah 2004 dan 2009 kalah, kali ini pun Wiranto harus kalah lagi.

***

Salam.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun