Transportasi merupakan sebuah konsep yang senantiasa mendukung mobilitas masyarakat sejak terbentuknya masyarakat itu sendiri. Transportasi, tidak hanya mempercepat mobilitas masyarakat, tetapi juga barang dan jasa yang berarti perputaran roda ekonomi semakin cepat dan efisien sekaligus memperluas pasar yang dapat dijangkau oleh para pengusaha. Konsep perpindahan yang cepat selalu menjadi hal yang esensial, mengingat perannya yang strategis dalam setiap masyarakat. Itulah mengapa keberadaan jalan serta moda transportasi dengan kualitas yang baik serta mampu menjangkau setiap sudut daerah menjadi penting.
[caption id="attachment_416965" align="aligncenter" width="302" caption="KRL Commuter Line (dok. pribadi)"][/caption] Namun pada faktanya, tidak semua orang mampu membeli alat transportasi. Selain itu, sungguh tidak realistis bila jalan raya harus menampung kendaraan milik seluruh warga dalam satu waktu. Maka dari itu, keberadaan angkutan umum sangatlah diperlukan di sebuah kota yang memiliki kepadatan tertentu. Angkutan umum merupakan sebuah bentuk sempurna dari konsep transportasi yang massal, efektif, dan efisien. Namun, efisiensi dari operasi angkutan umum itu sendiri telah lama menjadi masalah serius yang dihadapi setiap pemerintahan.
Bogor sendiri adalah sebuah kota yang memiliki sebuah konsep transportasi yang bersifat massal, yaitu angkutan kota, atau populer dengan sebutan angkot. Bogor sendiri memperoleh sebagian kepopulerannya dari banyaknya angkot yang beroperasi. Pengoperasian angkot ini sendiri memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri. Angkot, dengan jumlah yang besar, seperti yang saat ini terjadi di Bogor, dapat menyerap banyak tenaga kerja dan dapat mengangkut banyak sekali penumpang dalam satu waktu, ditambah penumpang dapat naik angkot dimanapun dan kapanpun mereka mau. Keuntungan tersebut merupakan keuntungan besar yang memang menjadi tujuan dari transportasi.
[caption id="attachment_416975" align="aligncenter" width="400" caption="Barisan Angkot di Jalan Otista (energitoday.com)"]
[/caption] Namun, keuntungan yang besar ini datang bersama kerugian yang besar pula. Kebebasan angkot menaik-turunkan penumpang terkadang menjadi sebuah masalah tersendiri bagi arus lalu lintas. Ketika sebuah angkot yang berhenti disembarang tempat, maka bukan tidak mungkin kemacetan akan timbul disepanjang ruas jalan dibelakangnya. Persaingan yang terjadi diantara supir angkot juga membuat para supir kehilangan kepeduliannya bagi keselamatan penumpang dan pengendara lain. Para supir terbiasa untuk ugal-ugalan dan berhenti menunggu penumpang di sembarang tempat. Masalah selanjutnya ditimbulkan oleh besarnya jumlah angkot yang beroperasi. Besarnya jumlah angkot berarti jalanan akan lebih padat, dan mesin yang beroperasi lebih banyak, yang berarti akan lebih banyak bahan bakar digunakan. Kesimpulannya, pengoperasian angkot memiliki masalah ketertiban yang serius, juga tidak efisien bahan bakar dan tidak ramah lingkungan. Konsep
Smart City menuntut sebuah sistem transportasi yang efisien, efektif, cepat, hemat energi, juga ramah lingkungan, dan seperti yang kita pahami, sistem transportasi seperti angkot sama sekali bukan bagian dari wujud
Smart City yang ideal. Maka dari itu, menurut saya bentuk transportasi massal yang cocok dan realistis untuk kota Bogor adalah bis. Bis berukuran sedang yang dioperasikan Pemerintah Kota Bogor akan menjadi solusi dari kepadatan jalanan kota yang kini dipenuhi oleh angkot yang memakan banyak ruang di jalan raya. Bis kota berukuran sedang ini dapat menampung lebih banyak penumpang daripada angkot yang berarti efisiensi bahan bakar bis lebih tinggi ketimbang angkot. Selain daripada itu, bis dapat dimodifikasi agar dapat menggunakan bahan bakar gas (BBG) untuk mengurangi emisi, mengurangi konsumsi BBM, juga beroperasi sebagai kendaraan yang ramah lingkungan. Menurut saya, dalam hal ini Pemerintah Kota Bogor dapat melakukan penambahan dan optimalisasi armada TransPakuan yang sudah ada untuk menjadi perintis angkutan yang efisien dan efektif. Namun terlepas daripada seluruh keuntungannya, rute yang dilalui juga harus direncanakan secara hati-hati untuk memperoleh efektifitas dan efisiensi angkutan. Alokasi jumlah kendaraan ke daerah tertentu juga harus menjadi pertimbangan agar potensi angkutan dapat disesuaikan dengan kapasitas angkutan dan terjadi efektifitas serta efisiensi penuh. Pilihan realistis lainnya adalah untuk mengutamakan jalan kaki atau bersepeda untuk mencapai tempat-tempat tertentu. Faktanya, Bogor sama sekali bukan kota yang besar seperti Jakarta. Berbagai tempat di Bogor dapat dicapai dengan mudah apabila tersedia fasilitas yang memadai untuk pejalan kaki dan pesepeda. Walikota Bima Arya Sugiarto kini gencar mengkampanyekan "Bogor Ramah Pejalan Kaki" yang berorientasi pada pembangunan
Smart City yang ramah lingkungan dan minim polusi. Perbaikan trotoar telah dilakukan di beberapa ruas jalan seperti misalnya Jalan Pajajaran, Jalan Ir. H. Juanda, dan Jalan Kapten Muslihat yang trotoarnya telah diperbaiki dan kini underpass untuk penyebrang di Jalan Pajajaran telah dibuka kembali. Hal yang perlu dilakukan adalah memperbaiki fasilitas dan memperluas akses bagi pejalan kaki dan pesepeda agar tempat-tempat tertentu dapat dicapai dengan mudah tanpa menggunakan kendaraan, juga penambahan fasilitas penerangan dan bantuan bagi warga penyandang cacat seperti tunanetra dan tunadaksa. [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Jalan Pajajaran dan Pintu Masuk Underpass (dok. pribadi)"]
Jalan Pajajaran dan Pintu Masuk Underpass (dok. pribadi)
[/caption] Opsi selanjutnya adalah untuk melakukan
discouraging bagi masyarakat untuk memiliki kendaraan pribadi. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan nilai pajak kendaraan, peningkatan biaya administrasi nomor kendaraan, dan sebagainya. Hal ini perlu dilakukan untuk mengarahkan pengguna kendaraan pribadi, terutama sepeda motor, untuk mulai menggunakan kendaraan umum. Hal ini dapat mengurangi kepadatan jalan raya. Hal lain yang dapat dilakukan adalah dengan cara memperketat persyaratan untuk memperoleh Surat Ijin Mengemudi (SIM). Seperti yang kita tahu, kini jalanan semakin berbahaya bagi para pengguna kendaraan seiring dengan meningkatnya pengguna jalan yang mengemudi secara sembarangan, yang tentunya juga memperoleh ijin mengemudi mereka secara sembarangan. Dengan begitu, jalan raya dapat menjadi tempat yang lebih aman bagi para pengendara, dan konsumsi BBM untuk kendaraan pribadi bisa ditekan, begitu juga dengan polusi. Angkutan antar kota juga perlu menjadi perhatian dalam menciptakan sistem transportasi yang terpadu dan ideal yang berorientasi pada pembangunan
Smart City. Masalah utama yang dihadapi Bogor, dalam hal ini, adalah membanjirnya kendaraan pribadi yang berasal dari Jakarta pada akhir pekan. Penduduk Jakarta biasa menghabiskan akhir pekannya di Bogor untuk berkeliling menikmati objek-objek wisata atau untuk sekedar mencicipi wisata kuliner yang terpusat di Jalan Suryakencana. Hal ini menciptakan kemacetan sepanjang akhir pekan disebabkan oleh padatnya arus lalu lintas. Melarang warga Jakarta untuk membawa kendaraan pribadi bukanlah sebuah pilihan yang logis, lalu bagaimana caranya? Angkutan antar kota yang menghubungkan Bogor dan Jakarta umumnya terdiri dari Kereta Rel Listrik (KRL) dan Bis. Sistem yang tertata dan terpadu dapat mengatasi masalah ini. Bukan hanya sistem yang rapi, tetapi kapasitas yang memadai dan kenyamanan dalam perjalanan juga menjadi faktor penting yang akan mendorong pengguna kendaraan pribadi beralih untuk menggunakan angkutan umum. Satu hal lagi yang menjadi perhatian masyarakat Bogor, yaitu perlintasan KRL yang kerap kali menimbulkan kemacetan berkepanjangan, ditambah dengan pengguna kendaraan yang tidak punya kesabaran dan berkendara secara sembarangan, membuat kemacetan yang ada menjadi tak teruraikan. Konsep perlintasan sebidang harus segera dihilangkan. Perlintasan sebidang benar-benar membatasi kapasitas dan mobilitas angkutan. Kita tahu, bahwa untuk menambah kapasitas angkutan, KRL harus menambah perjalanan dengan menambah jumlah rangkaian yang beroperasi, yang berarti perlintasan harus ditutup lebih sering, yang mana juga berarti mobilitas pengguna jalan semakin terbatasi. Saya berpendapat hal tersebut bisa diatasi dengan pembangunan jalur kereta bawah tanah ataupun jembatan layang. Biaya pembangunan terowongan ataupun jembatan layang untuk KRL memang besar, tapi pembangunan hal tersebut merupakan sebuah investasi yang pantas untuk menjamin mobilitas masyarakat untuk memperoleh kenyamanan dan kecepatan dalam berpindah tempat. Hal tersebut harus dipertimbangkan segera oleh Pemerintah Kota Bogor untuk menghindari kerumitan lalu lintas yang bisa terjadi kapan saja. Mobilitas masyarakat bukanlah sesuatu yang murah untuk dikorbankan. Sekian artikel saya! Bersama ide yang dituangkan, besar juga harapan saya untuk kemajuan Kota Bogor di masa mendatang. Saya harap artikel ini bisa berguna bagi anda, para pembaca! Salam!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Sosbud Selengkapnya