Belasan pekerja itu terlihat sungkan bersalaman dengannya. Seperti takut bau bekas dipanggang matahari mengganggu pemilik kursi teratas di perusahaan itu.
Agaknya mereka merasa tangan yang sepanjang hari memegang berbagai alat kerja, berdebu dan kotor, tidak enak mengotori tangan pejabat tersebut.Â
Instingnya terlihat bekerja cepat, mencium gelagat pekerjanya sungkan, ia yang justru berinisiatif menyalami langsung pekerja itu.
Merangkul mereka, meski ia tahu pakaian mereka terlihat berdebu dan ada bekas tanah yang mengering.
Tak terlihat ekspresi janggal di sana, bersentuhan langsung dan menjabat erat tangan mereka yang baru saja memegang palu, linggis, hingga cangkul itu. Ini menjadi pemandangan menarik perhatian bagi saya.
Mengingatkan pada pesan dari sastrawan Jerman, Johann Wolfgang von Goethe, "Belehrung bringt viel, aber ermutigung alles."Â Ya, perintah mungkin berpengaruh kuat, tapi dukungan yang menguatkan jauh lebih berpengaruh dari semua itu.
Terpikir, kalau saja petinggi di perusahaan sekelas PT KAI ini mau memanfaatkan posisi untuk menonjolkan diri, rasanya sangat gampang.
Pemandangan seperti saya saksikan sendiri itu bisa saja dipoles, didramatisasi, untuk melejitkan namanya sendiri.
Pengalaman saya sendiri pernah mengenal beberapa petinggi, bukan hanya nasional, tapi bahkan kecamatan dan kelurahan pun ada kelaziman senang dengan sorotan kamera.
Ia terbilang sangat jarang "bergenit ria" di depan kamera, kecuali sesekali saja tampil depan publik saat ada hal yang urgent.
Bahkan, media-media sosial resmi perusahaan dipimpinnya pun lebih sering menampilkan pekerja di garis depan, dari petugas cuci kereta, petugas keamanan, hingga petugas kebersihan.