Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

KRL dan Wajah Merekah Pencari Nafkah di Stasiun Palmerah

28 Agustus 2023   22:43 Diperbarui: 28 Agustus 2023   22:44 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari lalu di Stasiun Palmerah sambil mengayunkan langkah dengan orang-orang yang baru turun dari KRL atau Commuterline, yang datang dan pergi dari sana, aku sempat lama berdiri di pojok. Mengamati style mereka yang seliweran di stasiun yang sudah berdiri sejak 1899 ini.

Di balik bangunan yang sudah berusia lebih dari 100 tahun, entah sudah berapa juta manusia yang sudah pernah mengunjungi stasiun ini, atau sekadar singgah sebelum ke berbagai tempat tujuan yang ada di sekitarnya. 

Apalagi, Stasiun Palmerah ini tak lagi hanya identik dengan warga Jakarta yang kebetulan tinggal di dekatnya. Stasiun ini telah menjadi tempat bagi banyak orang, pengguna KRL, dari mana-mana, dan ke mana saja mereka ingin bepergian.

Apalagi, lokasi stasiun yang dulu bernama Paal Merah ini memang berdekatan dengan banyak pusat keramaian dan perkantoran. Di kiri kanannya, terdapat kantor Kompas Group yang menjulang seperti raksasa, hingga kantor kementerian dan para wakil rakyat. 

Belum lagi dengan mal-mal seperti Senayan Park, fX Sudirman, Senayan City, Plaza Senayan yang notabene menjadi tempatnya kalangan muda. Walaupun semua mal itu bisa ditempuh hanya dengan jalan kaki setelah keluar dari KRL di Stasiun Palmerah, namun setelah turun di stasiun ini, banyak dari mereka yang melanjutkan dengan ojek daring itu. 

Ya, biasanya persis di bawah tangga stasiun sudah banyak ojek daring yang siap mengantarkan mereka ke berbagai perkantoran dan pusat perbelanjaan di sekitar Stasiun Palmerah ini, dengan ongkos terbilang murah. Kisaran 8-12 ribu.

***

Tak lama setelah keluar dari stasiun ini, sempat menepi sejenak di warung kopi yang berada persis di gapura seberang. Mengamati tukang-tukang ojek yang berusia paruh baya dengan yang muda saling membaur berharap ada pengguna KRL yang juga meminta jasa mereka.

Di wajah mereka yang tampaknya sudah akrab dengan debu dan asap dari kendaraan di jalanan, tak terlihat putus asa atau keluh kesah. 

Mereka terus saja menyapa atau sekadar memberi isyarat kepada calon penumpangnya yang baru keluar dan turun dari tangga jembatan penyeberangan yang menghubungkan ke stasiun.

Sementara di kiri kanan tukang ojek itu, embak-embak berpakaian modis, dan mas-mas yang menenteng tas kantor, sebagian diam dan bahkan ada yang tak menggubris sapaan mereka. Kecuali satu dua, yang dengan halus menjawab...

"Sudah dipesan duluan, Pak..."

"Eh, bisa pesan langsung di sini, kan?"

Saat ada dari tukang ojek ini mendapatkan penumpang, ada gairah dan semangat yang menyala-nyala. Sebelum berangkat nganter masih sempat menyapa teman-temannya lebih dulu, menyemangati, menguatkan, untuk tidak lelah menunggu malaikat pembagi rezeki mendatangkan penumpang untuk mereka.

Di sinilah menariknya suasana stasiun ini. Antara kalangan muda yang biasanya modis dan stylist, dengan ibu-ibu warga setempat dapat membaur dan memberikan pemandangan tersendiri. Di dalam atau bahkan di luar stasiun.

Mereka berada di satu tempat, tapi memberikan beragam pemandangan, terkadang kontras, tapi seperti lukisan yang memberikan keindahan tersendiri.

Warna pakaian, gaya berjalan, hingga barang bawaan, dari tas terlihat berkelas hingga karung berisikan barang dagangan, menjadi kombinasi pemandangan yang luar biasa. 

Mungkin lebih kental dengan suasana modern. Siapa saja pengguna KRL yang pernah atau sehari-hari melewati stasiun ini, akan melihat sisi modern ini lebih menonjol dari stasiun besar bertipe C tersebut. Kecuali jika sempat menjelajah sekelilingnya, masih bisa didapati jejak masa lalu dari stasiun yang termasuk heritage ini, terutama di bagian samping.

Sisi stasiun yang juga bersisian dengan tempat parkir ini masih memiliki karakter khas bangunan lawas. Cukup bisa melempar imajinasi Anda ke abad-abad lalu di mana stasiun ini masih di bawah pemerintah Hindia Belanda.

Dalam catatan di situs KAI, di akhir abad ke-19 saja lalu lintas di sekeliling stasiun ini memang sudah padat. Bedanya, dulu dipenuhi dengan sado, tukang pikul, kargo kereta berkuda, selain juga pejalan kaki. Sekarang, selain ada banyaknya ojek daring, juga bus Transjakarta, taksi, hingga mobil pribadi seliweran di sini. 

Dulu, besar kemungkinan pejalan kaki dianggap sebagai bagian dari masyarakat kelas bawah. Sekarang, di antara pejalan kaki yang datang dan pergi di stasiun ini tak melulu masyarakat menengah ke bawah, tapi juga menengah ke atas meskipun mungkin persentasenya lebih sedikit.

Anak-anak muda cenderung lebih ramai di stasiun ini, lagi-lagi karena dekat dengan beberapa pusat perbelanjaan hingga perkantoran. Jadi, commuterline acap menjadi andalan mereka untuk ke sana, atau minimal tak terlalu jauh kalaupun harus melanjutkan dengan transportasi lain.

Terlebih di hari libur, ditambah lagi dengan seringnya ada berbagai event yang ada di area Gelora Bung Karno atau mal-mal sekitarnya, sontak rangkaian KRL di Stasiun Palmerah kental dengan pemandangan ala anak muda. 

Sementara kalangan usia paruh baya, bisa jadi tak seleluasa mereka untuk naik turun tangga penyeberangan ke stasiun yang juga menghubungkan Tanah Abang ke Rangkasbitung ini.

Nah, menariknya, meskipun tak seleluasa kalangan muda, namun mereka yang berusia paruh baya itu lumayan banyak juga yang tak mau kalah. Ada juga dari kalangan usia ini yang masih gesit menaiki tangga penyeberangan, tak kalah gesit dengan anak-anak muda. 

Melihat mereka yang berusia paruh baya dan sehat-sehat ini, juga memberikan kegembiraan tersendiri. Melihat mereka, kerap terbetik rasa antusias hingga bikin membatin.

"Sepertinya, lantaran mereka ini rajin gerak, aktif bepergian, tidak terlalu memanjakan kakinya, jadinya di usia menjelang menuju senja pun kaki-kaki mereka masih selincah ini..."

Paling tidak, dari stasiun seperti di Palmerah ini, orang-orang tak hanya sekadar datang dan pergi. Di sana mereka juga melihat satu hal yang melampaui sekadar sejarah sebuah stasiun. Itu adalah tentang kehidupan mereka yang tak bisa lepas dari keberadaan stasiun-stasiun seperti ini.

Stasiun itu menjadi titik start untuk mereka melangkah ke tempat-tempat mereka bertarung memperjuangkan hidup, untuk terus bisa melesat ke depan, dan kelak berakhir di stasiun hidup pilihan masing-masing.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun