Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pesan dari Pesawat yang Jatuh di Kebun Jagung

13 April 2020   21:14 Diperbarui: 13 April 2020   21:23 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anda pernah mendengar tentang United Flight 232? Itu adalah pesawat yang pernah mengalami ledakan dan juga benturan dalam perjalanan dari Denver ke Chicago di bulan Juli 1989.

Apa menariknya cerita pesawat tersebut? Ya, di sini ada cerita tentang nyawa yang sungguh-sungguh berada di ujung hidung.

Jerry Schemmel, saat itu berusia 29 tahun dan menjadi pengurus basket, menjadi salah satu penumpang pesawat ini. Ia duduk di kursi bernomor 23G. Apa yang dia lihat adalah ketakutan di mana-mana, belum lagi ditambah teriakan ketakutan para wanita di dalam pesawat, ditambah lagi dengan jeritan anak-anak yang menangis. 

Schemmel sendiri nyaris tidak yakin bahwa pesawat tersebut akan selamat. Sebab suara ledakan sudah terdengar sangat keras. 

Semua berawal dari baling-baling pada salah satu mesin justru hancur, dan tentu saja serpihan baling-baling ini berhamburan ke mana-mana. Bahkan ada serpihan logam yang tembus ke bagian ekor pesawat.

Sejenak, cobalah Anda bayangkan kondisi tersebut.

Di dalam kabin sendiri, para penumpang mendengar suara yang kurang lebih mirip dengan suara petir. "Saya melihat ketakutan hingga kengerian dari mata mereka--para penumpang," cerita Schemmel, mengenang pengalaman tersebut.

Kapten Al Haynes melalui interkom berbicara dengan suara yang sepenuhnya tenang, mengabarkan bahwa ada masalah dengan salah satu mesin pesawat.

Di sisi lain, Schemmel sebagai penumpang, lebih memikirkan penumpang lainnya daripada dirinya sendiri. Soal dirinya malah ia bersyukur bahwa istrinya tidak jadi ikut terbang bersamanya. Di luar itu, dia mengarahkan doa untuk para pramugari yang sedang bekerja untuk mempersiapkan pendaratan darurat.

Sementara pesawat itu sendiri, mesti diterbangkan dalam kondisi tak bisa lagi dikendalikan. Bahkan kalaupun bisa mendarat, maka cuma bisa dilakukan tanpa roda pendorong dan tanpa rem!

Meskipun Kapten Al Haynes sendiri adalah pilot dengan jam terbang mencapai 27 ribu jam, namun masalah kali ini sama sekali belum pernah dihadapinya walaupun sebelumnya pernah bergelut dengan seabrek masalah di ruang kemudi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun