Lima belas tahun sudah berlalu. Bayangan tragedi "Ie Beuna" (sebutan Aceh untuk tsunami) memang belum sepenuhnya berlalu. Saban tahun, memasuki tanggal 26 Desember, semua masyarakat Aceh memperingati tragedi itu lewat doa-doa yang melantun dari meunasah ke meunasah (surau) atau masjid ke masjid. Lewat itulah masyarakat Aceh melayangkan bukti cinta kepada orang-orang mereka cintai yang pergi 15 tahun silam, tak terkecuali Alue Naga, Syiah Kuala, Banda Aceh.
Alue Naga adalah gampong (sebutan Aceh untuk desa) yang berada persis di bibir pantai. Gampong ini menjadi salah satu tempat favorit saya di waktu senggang di masa kuliah, karena terbilang tidak terlalu jauh dari Darussalam, lokasi kampus saya sendiri, IAIN Ar-Raniry, dan juga dari lokasi saya indekos.
Dari sebelum masa saya menempuh pendidikan di kawasan bergelar Kota Pelajar dan Mahasiswa (Kopelma) ini, Alue Naga sudah terkenal sebagai tempat favorit untuk memancing hingga piknik. Sahabat saya Muhajir M. Salda, tokoh muda di Banda Aceh, yang baru-baru ini saya hubungi via telepon bahkan bercerita jika sampai hari ini tempat tersebut masih menjadi destinasi untuk wisata.Â
"Masih tidak berbeda dibandingkan dulu. Orang-orang dari kota Banda Aceh, mungkin juga dari luar kota, datang ke tempat ini, entah untuk berwisata, sekadar jalan-jalan sore, atau juga memancing," kata Muhajir, jebolan Universitas Syiah Kuala. Â
Saat tsunami terjadi pada 26 Desember 2004, Alue Naga menjadi salah satu tempat paling parah mengalami kerusakan. Bahkan tidak kurang dari 200 meter kawasan desa ini yang sebelumnya ada di bibir pantai kini sudah menyatu utuh dengan laut. Tenggelam.
"Ie Beuna"Â benar-benar meluluhlantakkan gampong yang masih berada di wilayah Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh tersebut. Jika Anda sempat melihat rekaman video seperti apa air bah merangsek hingga ke dalam kota, rasanya hampir mustahil akan ada yang selamat dari terjangan air laut yang berubah bentuk bak raksasa saat itu.
Bayangkan saja, gampong Alue Naga hanya memiliki ketinggian 1 meter di atas permukaan laut. Sedangkan ie beuna (tsunami) datang dengan ketinggian mencapai 30 meter.Â
Ya, seluruh gampong itu tenggelam, dan air merangsek hingga ke dalam kota, walaupun jarak antara Alue Naga ke Banda Aceh sendiri mencapai 8 km.Â
Jika di dalam kota saja ie beuna mampu merenggut banyak nyawa, dengan air melaju dengan kencang, mudah dibayangkan bagaimana nasib ureung gampong (penduduk desa) di Alue Naga.
Beberapa teman kampus yang bertempat tinggal di gampong tersebut pun hilang, dan keluarga mereka yang kebetulan selamat sama sekali tidak tahu ke mana harus mencari jasad mereka yang bercampuran dengan ribuan jasad lainnya.