Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Di Sana Survei Hanya Jadi Dagelan

12 Maret 2019   22:03 Diperbarui: 17 Maret 2019   15:03 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik tidak selalu serius-serius amat, walaupun mereka yang terjun di dunia politik acap memamerkan wajah seolah paling serius di dunia. Kurang serius apa wajah Prabowo Subianto, sebagai contoh, tapi saat proses hitung cepat pada 2014 lalu pun ia bisa melahirkan guyonan terlucu dalam politik. Anda pasti belum lupa saat calon presiden tersebut bersujud syukur, dan mengumumkan dirinya sebagai pemenang.

Ya, ia mengumumkan diri sebagai pemenang Pilpres 2014 lalu karena berangkat dari hasil hitung-hitung yang keluar dari kalangannya sendiri. Fakta yang terjadi, penghitungan resmi dari pihak Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru menunjukkan bahwa Joko Widodo adalah pemenang sebenarnya.

Itu kelucuan, sebenarnya. 

Kelucuan itu masih juga terjadi akhir-akhir ini. Saat para pendukung Capres 02 tersebut acap menegaskan ketidakpercayaan mereka kepada berbagai lembaga survei, mereka pun melakukan survei sendiri. Hasilnya? Suka-suka mereka.

Jangan tertawa.

Lha ini lucu, masak tidak boleh tertawa? Ya, terserah, sih.

Saya cuma mau bilang, kelucuan ini sejatinya memang diperlukan. Sebab urusan copras-capres selama ini memang sudah bikin banyak kening semakin mengerut, hingga uban pun jadi lupa tercabut! (Tidak apa-apa, urusan uban biar saya hina diri sendiri saja).

Kenal dengan juru bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Andre Rosiade? Orang ini punya kelucuan tersendiri juga. Belum lama dia mengumumkan bahwa Prabowo-Sandi meraih keunggulan mencapai 48 persen. Sedangkan Jokowi-Ma'ruf hanya 46 persen. Ini diumumkan per Senin 11 Maret ini. Masih anget!

Saat dicecar dari mana hasil ini? Ia dengan gamblang menyebut bahwa itu hasil survei yang sama dengan survei-survei lainnya. Bahkan melibatkan responden sampai 2 ribu orang. Manyan!

Di antara respons paling menarik yang sempat mencuat ke berbagai media, adalah respons Jusuf Kalla yang juga merupakan Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf. 

Menurutnya, yang namanya survei internal, kalaupun diklaim unggul 100 persen pun mau bilang apa?

Sosok JK yang memang terkenal sebagai "pemain lama" di dunia politik Tanah Air, cenderung lebih santai menanggapi kelucuan yang dilahirkan survei-surveian tersebut.

Kepada kalangannya di TKN, ia justru mengajak melihat itu secara positif saja. Bahkan ia sempat menyarankan, supaya kedua kubu silakan saja untuk menganggap bahwa elektabilitas masing-masing fifty-fifty atau 50-50. Dengan begitu, menurutnya, masing-masing pendukung dapat bekerja lebih keras.

Di sini, JK memang santai tapi terlihat lebih serius menanggapi kelucuan berupa survei internal tadi. Berbeda halnya di kalangan warganet, yang cenderung lebih suka menanggapi kelucuan dengan kelucuan lainnya.

Misalnya saja, seperti respons warganet di salah satu portal berita, ada yang menyahuti kelucuan survei BPN tersebut dengan candaan yang memang mengundang tawa. "Kalau internal, harusnya 99% dong. (Kalau dengan hasil yang baru diumumkan) ini berarti di internal mereka masih ada pilih Jokowi!" 

Ada lagi respons warganet lainnya, juga di kolom komentar salah satu portal berita, "Biar secara psikologis dianggap survey internal nya benar, dibuat saja selisih tipis, padahal tetap saja ngawur."

Nah! Respons-respons begini memang sangat khas masyarakat kebanyakan. Mereka bisa menemukan kelucuan dengan kacamata terang khas masyarakat biasa, yang bersih dari noda-noda kelicikan dan keculasan. Toh, mau siapa saja jadi kepala negara, mereka tetap akan menjadi masyarakat biasa. Namun kenapa mereka bersuara hingga lewat guyonan pun acap mengkritik perilaku yang cenderung merendahkan kerja intelektual seperti survei? Tak lain karena mereka pun tak ingin negaranya jatuh ke tangan penipu.

Lha iya, kalau survei saja mesti main tipu-tipu, bikinan sendiri sesukanya, wajar saja toh kalau ada yang curiga bahwa negara ini pun bisa saja ditangani secara suka-suka jika mereka berkuasa. Lagian, dari Pilpres lalu pun mereka sudah pamer hasil survei (hitung cepat) asal-asalan, lha siapa bisa percaya hasil survei mereka belakangan ini lebih baik dibandingkan Pilpres sebelumnya? 

Lagian, peribahasa lama acap mereka lupakan begitu saja. Padahal moyangnya orang Melayu jauh-jauh hari sudah mengingatkan, sekali lancung ke ujian, seumur hidup orang takkan percaya. Sekarang berharap survei itu dipercaya oleh orang? Iyalah! Ya, dipercaya kalangan sendiri, dan ini memang bisa menjadi sebuah seni menghibur diri sendiri. Kebiasaan yang memang patut dilatih juga, sih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun