Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Di Panggung Itu, Mereka Sama-sama Terluka

23 Februari 2019   22:06 Diperbarui: 23 Februari 2019   22:12 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketika sementara kalangan menuding Joko Widodo menyerang Prabowo Subianto di panggung debat, sejatinya keduanya memang saling menyerang. Namanya perdebatan, keduanya saling mencari kelemahan, mengisinya dengan apa yang diyakini lebih baik, hingga saling serang. 

Namun terlepas siapa yang dianggap menyerang, namun saling serang berhadapan tentu saja jauh lebih ksatria dibandingkan menyerang lewat belakang. Petahana Jokowi di sini pantas diapresiasi karena ia lebih memilih melayangkan serangan ketika lawan melihat ke arahnya, daripada menikam saat berada di belakang punggung lawan. 

Semua tahu, jauh sebelum debat capres sepekan lalu, Prabowo memang getol menyerang Jokowi dengan berbagai isu: utang negara, pendapatan negara, persoalan harga, dan berbagai isu lainnya. Serangan di belakang seperti ini dilakukannya karena ia memang perlu menunjukkan kepada pendukungnya bahwa ia lebih baik dibandingkan lawannya. 

Namun, sekali lagi, serangan di belakang seperti itu tentu saja tidak ksatria. Sebab cuma ada serangan dari satu pihak, dari kejauhan, dan cenderung sembunyi-sembunyi, saat sedang tidak saling berhadapan. Lalu merasa menang. 

Sementara panggung debat tempo hari, adalah kesempatan mereka saling beradu data, beradu pandangan, bukan sekadar melempar klaim. Jika selama ini Prabowo memiliki suatu pandangan hingga prasangka, yang mungkin bisa mewakili prasangka sebagian masyarakat, di panggung itulah publik pun terbantu melihat benar tidaknya prasangka tersebut.

Salah satu arti pentingnya panggung debat itu adalah rakyat dapat mendapatkan konfirmasi sekaligus klarifikasi. Tak terkecuali Prabowo sendiri yang selama ini gencar melayangkan serangan lewat mimbar pribadi, dikelilingi pendukung sendiri, akhirnya mendapatkan sebuah titik terang.

Titik terang didapatkan Prabowo adalah tidak semua prasangka yang selama ini ia lemparkan di depan microphone mimbar pribadi adalah kebenaran. Bahwa, ia sendiri pun memiliki masalah, tidak cuma sedikitnya data ia kuasai, tapi dari sedikit data itu pun ia akhirnya mengakui bahwa data-data itu banyak kelirunya.

Sampai akhirnya, Prabowo harus mengakui jika dirinya pun acap terjebak dalam kekeliruan. "Jangan kita diadu-adu terus. Kalau tidak banyak perbedaan, buat apa kita ribut lagi?" 

Itulah kalimat yang juga didengarkan oleh ratusan juta masyarakat di negeri ini.

Sekaligus, itu menjadi pengakuan jika Prabowo memang memiliki kekhilafan selayaknya manusia, dalam melihat fakta dan menafsirkannya. 

Mungkin Anda belum lupa, saat Prabowo begitu yakin bahwa idenya yang ingin mendirikan BUMN khusus yang berhubungan dengan perikanan dan laut, sebagai sebuah ide yang baru, akhirnya bisa menemukan fakta berbeda.

Di luar pengetahuannya, ternyata Jokowi sebagai petahana selama ini pun sudah menggerakkan Perindo hingga Perinus, sebagai BUMN yang menampung ikan-ikan hasil tanggapan para nelayan. 

"Mungkin bapak (Prabowo) belum tahu bahwa kita telah memiliki yang namanya PERINDO, kita telah memiliki yang namanya PERINUS, yang itu membantu membeli ikan-ikan yang ada di rakyat," kata Jokowi saat itu, sekaligus memperlihatkan lagi kepada Prabowo seputar apa yang dilakukan pemerintah namun belum ia ketahui.

Di sini, lagi-lagi Prabowo bisa melihat secara jelas, bahwa pemasok data kepadanya sebagai calon presiden pun tampaknya bukanlah orang-orang yang cukup paham dalam membaca lawan, kelebihan, hingga kekurangan lawan. Maka itu, Jokowi sebagai lawannya dengan gampang menjungkirbalikkan apa yang diyakini Prabowo sebelumnya.

Termasuk saat ia berbicara dengan lantang bahwa nelayan susah dan perizinan sulit, akhirnya Prabowo jadi tahu bagaimana mekanisme kebijakan selama ini terkait nelayan. 

"Mengenai yang berkaitan dan perizinan untuk nelayan-nelayan kecil yang memiliki bobot 10 GT ke bawah ini sudah tidak pakai izin lagi," kata Jokowi saat itu, sekaligus konfirmasi bahwa data yang jadi pegangan Prabowo bukanlah data sahih.

Jokowi pun menegaskan, bahwa hanya yang 10-30, 30 ke atas yang harus mendapatkan izin, baik dari KKP maupun dari provinsi.

Secara fair, betul keduanya saling serang. Prabowo berusaha menelanjangi Jokowi, dan sebaliknya Jokowi pun membuka ketidaktahuan seorang Prabowo. Termasuk saat Jokowi membeberkan soal lahan, itu juga memang merupakan sesuatu yang sebelumnya terbilang rahasia, dalam arti tak banyak orang yang tahu tentang seberapa luas sebenarnya lahan di negeri ini berada di tangan Prabowo. Namun akhirnya publik terbantu untuk tahu.

Sayangnya, ada sementara kalangan yang tampaknya belum cukup siap untuk menerima fakta dari panggung debat. Bahkan ada yang secara sepihak menuding Jokowi melakukan serangan. Mereka luput melihat bahwa Prabowo yang dipandang sebagai korban serangan pun sejatinya hampir tidak kenal henti melayangkan serangan. 

Lihat bagaimana Prabowo saat itu mencibir persoalan sertifikat lahan untuk masyarakat. Sejatinya ini juga merupakan sebuah serangan, karena memvonis kebijakan yang selama ini dilakukan Jokowi dengan jutaan sertifikat yang telah dibagi-bagikan kepada masyarakat.

"Pada saatnya, kita tidak punya lagi lahan untuk kita bagi," kata Prabowo ketika mengemas serangan seputar kebijakan Jokowi. Di sinilah Jokowi memukul balik dengan fakta terdekat, untuk membuktikan bahwa baginya lebih baik lahan dibagikan kepada masyarakat kecil daripada hanya dikuasai segelintir orang. 

Maka itu Jokowi membeberkan fakta lahan yang berada di tangan Prabowo sendiri. Saya pikir, bukan sepenuhnya diumbar Jokowi untuk menyerang Prabowo, melainkan untuk memperlihatkan realita sesungguhnya.

Bagi masyarakat, serangan Prabowo terhadap Jokowi itu penting. Begitu juga serangan balik Jokowi terhadap Prabowo pun penting. Kenapa? Sebab dari sana, kita yang menjadi masyarakat pun terbantu untuk mengetahui apa yang sesungguhnya terjadi.

Jika selama ini satu pihak mengklaim lebih mampu dibandingkan pihak lain, dari panggung debat itu masyarakat jadi semakin tahu siapa yang sebenarnya betul-betul mampu.

Sebab mengutip satu pakar kepemimpinan, John C. Maxwell, A leader is one who knows the way, goes the way, and shows the way. Ya, seorang pemimpin adalah orang yang benar tahu jalan (cara) menghadapi sesuatu, menjalaninya, dan menunjukkan jalan itu seterang-terangnya.

Selama ini ada banyak tudingan yang dilemparkan kepada Jokowi sebagai petahana, dari apa yang terungkap di atas panggung itu, para calon pemilih pun jadi lebih tahu tentang sejauh mana kebenaran tudingan itu. 

Toh akhirnya dari panggung itu juga para calon pemilih jadi tahu bagaimana tudingan-tudingan yang selama ini dialamatkan kepada Jokowi, terjawab oleh petahana ini sendiri, dan juga Prabowo. "Jangan kita diadu-adu terus. Kalau tidak banyak perbedaan, buat apa kita ribut lagi?" saat Prabowo akhirnya mengakui jika sebagian rencana "wah" yang acap diungkapkan di depan pengikutnya, akhirnya memang sudah dilakukan lawannya.

Jangan berbicara siapa yang paling terluka dari panggung itu. Sebab luka-luka itu lahir dari dari pergulatan keduanya. Sekaligus siapa pemimpin yang paling siap menerima luka dan pahit dari sebuah kepemimpinan. Sebab negeri ini memang membutuhkan pemimpin yang siap terluka demi bekerja keras supaya tidak ada lagi rakyat yang terluka. 

Pemimpin yang terbiasa terluka, dan mampu menahan perihnya luka, akan lebih memahami bagaimana luka itu sebenarnya. Dari sana mereka akan tergerak untuk menjalani kekuasaan tanpa melukai siapa-siapa. 

Di sini, terlepas kelebihan dan kekurangannya, saya pikir memang Jokowi terbilang paling sanggup menanggung semua luka itu. Ia telah menjadi sasaran oleh begitu banyak panah fitnah, tuduhan, dan penghinaan, namun belum terdengar ia meratapi luka itu. Bahkan, ia masih sering mendatangi tempat-tempat di mana banyak rakyat yang membencinya, dan masih berusaha melakukan sesuatu untuk kebaikan mereka di sana.

Sebaliknya, saya belum berhasil menemukan kesiapan seorang Prabowo menerima luka itu. Toh, sekembali dari debat capres itu saja, berbagai media hingga media sosial diramaikan teriakan-teriakan pendukungnya. Mereka bermain dengan tudingan bahwa Prabowo telah diserang hingga terluka, tanpa peduli bahwa selama ini berbagai fitnah hingga hinaan jauh lebih parah melukai seorang Jokowi.

Jadi, panggung debat itu bukanlah panggung untuk seorang pemimpin meneriakkan luka mereka, namun di sanalah mereka menunjukkan sejauh mana kemampuan memahami cara supaya tidak melebarkan luka kepada rakyat mereka.

Di sana, saya sendiri melihat ketangguhan Jokowi, mampu tersenyum lebar meski selama ini dihantam jutaan serangan. Namun tak terlihat bahwa Prabowo mampu menanggung pahitnya satu serangan.*** 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun