Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Rizieq Berkaca kepada Gandhi hingga Mandela

13 November 2018   12:02 Diperbarui: 13 November 2018   12:20 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rizieq Shihab belum memiliki landasan perjuangan yang kuat dan bisa membawa kebaikan besar - Gbr: KATADATA

Ketokohan tidak lahir begitu saja. Biasanya ada sederet pergumulan panjang, berangkat dari pemikiran hingga melahirkan tindakan demi tindakan, untuk menjawab realitas yang muncul di lingkaran seorang tokoh.

Setidaknya itulah yang tergambar jika membuka-buka berbagai buku biografi dari para tokoh yang pernah ada, entah tokoh di Tanah Air atau tokoh-tokoh yang pernah muncul di berbagai belahan dunia.

Entah seorang tokoh itu berjiwa pemberontak pun, akan tetap menuai respek sepanjang yang mereka perjuangkan betul-betul merupakan sesuatu yang agung, dan bisa membawa manfaat lebih baik dibandingkan kekuatan yang mereka lawan. Sebut saja Fidel Castro di Kuba, awalnya bisa dikatakan dia hanya terlihat sebagai pemberontak, namun akhirnya bisa menjadi pembawa inspirasi, karena dia mampu mengisi celah yang sebelumnya dinilai belum terisi dengan baik.

Atau, nama lain yang lebih "soft" dalam pergerakannya, seperti Mahatma Gandhi di India atau Nelson Mandela di Afrika Selatan, yang tak hanya menjadi pahlawan bagi masyarakatnya namun mendapatkan respek tinggi dari masyarakat dunia. Sebab mereka memang mampu menyuguhkan nilai yang agung, yang bisa menginspirasi banyak orang untuk melakukan yang lebih baik, bekerja lebih baik, dan membuka jalan untuk lebih banyak kebaikan untuk masyarakatnya.

Gandhi berangkat dari masalah penjajahan di negerinya, dan melihat penjajahan di banyak tempat lainnya, hingga ia tergerak untuk mencari gagasan demi gagasan dan mengimplementasikannya dalam perjuangannya. Hasilnya, ide-idenya pun acap menjadi referensi bagi banyak tokoh perlawanan yang bergerak di luar cara-cara kekerasan.

Begitu juga Mandela di Afrika, pun tak menggubris bahwa ia harus mendekam di balik penjara karena perlawanannya. Baginya penderitaan pribadinya bukanlah sesuatu yang perlu dirisaukan, melainkan persoalan masyarakatnya yang terzalimi oleh politik apartheid jauh lebih merisaukan baginya. 

Maka itu, ketika dunia berbicara tentang Gandhi atau Mandela, bukanlah pembicaraan yang diarahkan kepada diri mereka pribadi. Melainkan lebih kepada ide-ide mereka, nasib masyarakat yang mereka perjuangkan, dan visi-visi besar di masa depan yang terlihat dari gerakan yang mereka bangun.

Dua contoh itu menjadi simbol dari bagaimana bergerak untuk orang banyak tanpa menjadikan orang banyak hanya sebagai alat untuk membesarkan diri sendiri. 

Bagaimana dengan Rizieq Shihab di Indonesia, yang sempat diklaim sebagai tokoh perlawanan baru yang harus melarikan diri ke Arab Saudi? 

Terlepas pro atau kontra terhadap figur tokoh dari Petamburan ini, namun sejatinya ia pun punya potensi untuk menjadi tokoh perlawanan yang bisa mengilhami kebaikan lebih banyak. Terlebih ia memiliki pengikut terbilang sangat banyak, dan siap menyahuti komandonya kapan saja.

Namun banyak orang menyangsikan ketokohan sosok Rizieq Shihab karena nilai diusungnya yang cenderung diskriminatif, mengarah kepada kekerasan, dan ia sendiri dinilai tidak siap untuk berada di depan menghadapi segala tantangan.

Nilai yang diperjuangkannya pun cenderung hanya tertuju kepada satu kelompok, dan menihilkan hak-hak kalangan lain yang acap dikategorikan sebagai minoritas, atau bahkan yang sekadar berbeda pandangan politik dan keagamaan dengannya.

Nilai seperti itu tentu saja bukanlah sebuah nilai yang mampu membuat dunia terpanggil untuk membelanya. Sebab yang cenderung bersedia di barisan ini hanyalah yang ingin memuaskan ego sektoral; bahwa hanya kalangan kami yang lebih berhak daripada kalangan lain, hanya kelompok kami yang harus di atas kelompok lain, dan cuma kami saja yang mesti jadi prioritas.

Buruknya lagi ketika dikaitkan dengan persoalan keadilan yang juga disuarakan. Definisi keadilan yang digaungkannya pun cenderung hanyalah keadilan yang dipandang paling menguntungkan kalangan sendiri, dan dipandang tidak adil jika ada sebuah keputusan hukum terlihat menguntungkan kubu yang diposisikan sebagai lawan. 

Inilah yang menjadi persoalan besar, hingga Rizieq Shihab sendiri yang biasanya mengarahkan perlawanan kepada rezim yang dianggap olehnya sebagai rezim zalim, namun ia sendiri pun mendapatkan perlawanan dari sesama masyarakat biasa yang bahkan tidak peduli siapa yang jadi pemimpin.

Dengan "permainan" itulah ia justru membuka ruang perlawanan terhadap dirinya semakin lebar, semakin besar, hingga ia sendiri kelimpungan. Berbeda jika ia lebih memfokuskan pada titik yang lebih kecil namun mampu membawa dampak besar, maka ia akan lebih leluasa melaksanakan perlawanannya. Terutama jika rezim yang dihadapi betul-betul buruk.

Persoalannya lagi, ketika ia menghakimi sebuah rezim buruk pun, ia sendiri gagal menunjukkan bahwa dirinya memiliki rekam jejak yang lebih baik. Jadi siapa yang percaya pada keagungan nilai diperjuangkannya, kecuali yang telah berhasil di-brainwash, bahwa dia adalah keturunan Nabi Muhammad, dan ia adalah seorang wali, dan seorang imam besar.

Sedangkan pihak-pihak lain yang lebih berpandangan egaliter dan lebih objektif, akan menolak klaim-klaim apapun kecuali hanya melihat apa yang dia lakukan, atau apa yang benar-benar dia perjuangkan. Dan, apa yang dilakukan Rizieq Shihab pun rentan dihakimi sebagai perlawanan yang hanya sekadar tertuju untuk mencuri panggung, menjadi perhatian, dan ia sendiri tak memiliki suatu ide yang besar atau lebih baik dan bisa membawa kebaikan yang jauh lebih banyak. 

Kenapa bisa muncul penghakiman seperti itu terhadapnya, pun tak lepas dari kecenderungannya menghakimi banyak kalangan tanpa peduli adil tidaknya penghakiman yang pernah ia lontarkan.

Contoh kecil, ketika ia berseteru dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di masa lalu. Bagaimana ia menjadikan masalah fisik seorang Gus Dur sebagai  bahan untuk dia membela diri dan menebar hasutan. Kalimat digunakannya saat itu kira-kira berisikan narasi bahwa Gus Dur adalah seorang yang buta, jadi takkan bisa melihat sesuatu apa adanya.

Atau kali lain, ia juga memilih mengata-ngatai beberapa tokoh lain dengan kalimat-kalimat umpatan yang sangat tidak pantas diungkapkan oleh penyandang status ulama (apalagi imam besar). 

Alhasil, kelompok lain yang lebih banyak dibandingkan lingkarannya, akan langsung bisa mencium, seperti apa karakter dirinya dan sebaik apa isi pikirannya. Toh, ungkapan-ungkapan yang pernah ia lempar pun belum mencerminkan sebagai ungkapan layaknya seorang ulama yang notabene mewakili sebuah agama yang jamak diakui sebagai agama agung--satu dari tiga agama terbesar dunia.

Maka itu, apa yang selama ini diperjuangkan oleh Rizieq Shihab terbilang sangat remang-remang. Sulit untuk diraba ke mana arahnya, dan sejauh apa kebaikan yang bisa dibawa jika perjuangannya berhasil, untuk banyak orang.

Ia mungkin akan mendapatkan popularitas, dan pamor yang mungkin tidak terbatas, namun itu menjadi tidak berguna, karena popularitas dan pamor dimiliki itu hanya ditujukan untuk sesuatu yang terbatas, sempit, dan hanya menguntungkan segelintir kalangan.

Jika mengatakan pergerakannya menguntungkan umat Islam, pun masih bisa dibantah. Sebab banyak pergerakan lain yang lahir di tanah air mampu melakukan sesuatu yang jauh lebih agung. Sebut saja Muhammadiyah yang masih mampu menunjukkan kelebihan mereka dalam membawa perubahan dengan konsentrasi mereka pada pendidikan dan pemberdayaan umat.

Atau, organisasi lain seperti Nahdlatul Ulama yang lebih memilih pendekatan-pendekatan moderat, memperjuangkan nilai-nilai humanisme, hingga berkontribusi di dunia pendidikan. 

Organisasi-organisasi tadi lebih mampu membawa dampak. Manfaat dari kehadiran organisasi itu jauh lebih terasa oleh masyarakat banyak.

Sebab nilai yang diperjuangkan organisasi-organisasi tadi cenderung berangkat dari prinsip bahwa kebaikan harus diusung dan diperjuangkan dengan cara-cara baik. Inilah yang belum cukup terang terlihat dari gerakan Rizieq Shihab dengan Front Pembela Islam atau organisasi pendukungnya seperti Laskar Pembela Islam hingga Gerakan Nasional Pembela Fatwa. 

Jika saja mereka bisa bertransformasi dari semangat berapi-api yang justru rentan membakar dan merusak, menjadi gerakan yang mampu menghidupkan kebaikan dengan cara baik, saya termasuk yang yakin bahwa Rizieq Shihab akan menjadi tokoh yang istimewa. Ia takkan hanya menjadi tokoh yang hanya dikenal di dalam negeri tanpa respek di luar negeri. Ia bisa menjadi tokoh yang dapat membawa kebaikan besar, kalau saja ia mengawali dengan ide besar, bahwa kebaikan itu harus menjadi milik siapa saja tanpa terpagar oleh agama, suku, dan ruang-ruang sempit yang ada.

Sayangnya, kasus bendera Hizbut Tahrir baru-baru ini pun lagi-lagi menjadi sinyal bagi Rizieq Shihab, bahwa ia tidaklah memperjuangkan kebaikan besar, melainkan hanya sedang bekerja untuk membesarkan namanya saja. Ia meminta banyak orang di negerinya, Indonesia, untuk mengibarkan bendera Hizbut Tahrir yang diklaim sebagai bendera tauhid, namun ia sendiri menampik sekeras-kerasnya ketika bendera itu terdapat di tembok rumahnya.

Di sinilah kualitas sebenarnya dari seorang Rizieq Shihab makin disangsikan oleh banyak orang. Terlepas, bagi para pengikutnya, ia masih menjadi sosok yang suci sesuci pakaian putih yang gemar dikenakannya. Bagi mereka, baju putih itu lebih dari cukup untuk meyakini kesuciannya, tanpa peduli hitam tidaknya sesuatu yang ada di balik segala pakaian yang membalut tubuhnya: isi pikiran dan hatinya.*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun