Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jika Rizieq Berkaca kepada Gandhi hingga Mandela

13 November 2018   12:02 Diperbarui: 13 November 2018   12:20 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rizieq Shihab belum memiliki landasan perjuangan yang kuat dan bisa membawa kebaikan besar - Gbr: KATADATA

Nilai yang diperjuangkannya pun cenderung hanya tertuju kepada satu kelompok, dan menihilkan hak-hak kalangan lain yang acap dikategorikan sebagai minoritas, atau bahkan yang sekadar berbeda pandangan politik dan keagamaan dengannya.

Nilai seperti itu tentu saja bukanlah sebuah nilai yang mampu membuat dunia terpanggil untuk membelanya. Sebab yang cenderung bersedia di barisan ini hanyalah yang ingin memuaskan ego sektoral; bahwa hanya kalangan kami yang lebih berhak daripada kalangan lain, hanya kelompok kami yang harus di atas kelompok lain, dan cuma kami saja yang mesti jadi prioritas.

Buruknya lagi ketika dikaitkan dengan persoalan keadilan yang juga disuarakan. Definisi keadilan yang digaungkannya pun cenderung hanyalah keadilan yang dipandang paling menguntungkan kalangan sendiri, dan dipandang tidak adil jika ada sebuah keputusan hukum terlihat menguntungkan kubu yang diposisikan sebagai lawan. 

Inilah yang menjadi persoalan besar, hingga Rizieq Shihab sendiri yang biasanya mengarahkan perlawanan kepada rezim yang dianggap olehnya sebagai rezim zalim, namun ia sendiri pun mendapatkan perlawanan dari sesama masyarakat biasa yang bahkan tidak peduli siapa yang jadi pemimpin.

Dengan "permainan" itulah ia justru membuka ruang perlawanan terhadap dirinya semakin lebar, semakin besar, hingga ia sendiri kelimpungan. Berbeda jika ia lebih memfokuskan pada titik yang lebih kecil namun mampu membawa dampak besar, maka ia akan lebih leluasa melaksanakan perlawanannya. Terutama jika rezim yang dihadapi betul-betul buruk.

Persoalannya lagi, ketika ia menghakimi sebuah rezim buruk pun, ia sendiri gagal menunjukkan bahwa dirinya memiliki rekam jejak yang lebih baik. Jadi siapa yang percaya pada keagungan nilai diperjuangkannya, kecuali yang telah berhasil di-brainwash, bahwa dia adalah keturunan Nabi Muhammad, dan ia adalah seorang wali, dan seorang imam besar.

Sedangkan pihak-pihak lain yang lebih berpandangan egaliter dan lebih objektif, akan menolak klaim-klaim apapun kecuali hanya melihat apa yang dia lakukan, atau apa yang benar-benar dia perjuangkan. Dan, apa yang dilakukan Rizieq Shihab pun rentan dihakimi sebagai perlawanan yang hanya sekadar tertuju untuk mencuri panggung, menjadi perhatian, dan ia sendiri tak memiliki suatu ide yang besar atau lebih baik dan bisa membawa kebaikan yang jauh lebih banyak. 

Kenapa bisa muncul penghakiman seperti itu terhadapnya, pun tak lepas dari kecenderungannya menghakimi banyak kalangan tanpa peduli adil tidaknya penghakiman yang pernah ia lontarkan.

Contoh kecil, ketika ia berseteru dengan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di masa lalu. Bagaimana ia menjadikan masalah fisik seorang Gus Dur sebagai  bahan untuk dia membela diri dan menebar hasutan. Kalimat digunakannya saat itu kira-kira berisikan narasi bahwa Gus Dur adalah seorang yang buta, jadi takkan bisa melihat sesuatu apa adanya.

Atau kali lain, ia juga memilih mengata-ngatai beberapa tokoh lain dengan kalimat-kalimat umpatan yang sangat tidak pantas diungkapkan oleh penyandang status ulama (apalagi imam besar). 

Alhasil, kelompok lain yang lebih banyak dibandingkan lingkarannya, akan langsung bisa mencium, seperti apa karakter dirinya dan sebaik apa isi pikirannya. Toh, ungkapan-ungkapan yang pernah ia lempar pun belum mencerminkan sebagai ungkapan layaknya seorang ulama yang notabene mewakili sebuah agama yang jamak diakui sebagai agama agung--satu dari tiga agama terbesar dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun