Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Dari Laut Indonesia ke Pesan untuk Dunia

29 Oktober 2018   17:24 Diperbarui: 29 Oktober 2018   17:32 344
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu impian besar Soekarno sebagai salah satu founding fathers yang mendirikan negara bernama Indonesia, bahwa negara yang berdiri dengan perjuangan ratusan tahun tersebut bisa menjadi salah satu pionir di kancah dunia.

Hari ini, Senin 29 Oktober 2018, lagi-lagi Indonesia kembali berperan untuk sebuah ajang yang berhubungan langsung dengan impian Soekarno. Jadi tuan rumah sebuah ajang sekelas Our Ocean Conference 2018 (OOC 2018), menjadi pionir untuk pengentasan masalah dunia, terutama yang berhubungan langsung dengan kelautan.

Setidaknya itu juga teraba dari narasi-narasi ditonjolkan beberapa pejabat negara, dari para menteri yang terlibat di acara tersebut hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri.

Sebut saja saat Jokowi berbicara dalam peresmian acara itu sendiri. Ia terlihat menggarisbawahi seputar potensi yang ada di Tanah Air.  "Saya sadar bahwa bangsa kami bangsa bahari. Saya sadar wilayah air kami lebih besar daripada darat," sebagian kalimat yang juga mengawali pidatonya. 

Selain itu, ia juga me-highlight seputar fakta bagaimana pengaruh lautan terhadap kehidupan masyarakatt dunia. Bahkan, menurutnya, laut justru telah menjadi sumber kehidupan penduduk dunia.

Salah satu bukti yang disodorkan olehnya, berdasarkan isi pidato yang tersebar di berbagai media, adalah fakta bahwa ada 3,2 miliar manusia yang hidup dalam radius 100 km dari lautan. Di sini Jokowi mengajak membuka mata bahwa tingkat seberapa penting laut atas kehidupan manusia, memang tak bisa dilihat sebelah mata.

Melihat lebih jauh lagi narasi yang terdapat dalam pernyataan orang nomor satu di republik ini, bagaimana Indonesia memetakan persoalan kelautan. Ia mengutip data salah satu badan di bawah PBB, FAO, yang menyebutkan bahwa persoalan nilai IUU Fishing yang terampas secara ilegal hingga 26 juta ton. Jumlah tersebut mencapai kisaran 30 miliar dolar AS.

Hal lain yang juga disinggung olehnya adalah berbagai masalah serius yang juga tidak lepas dari dunia kelautan. "Adanya perompakan, perdagangan manusia, penyelundupan obat-obatan, perbudakan, dan lain-lain," kata Jokowi, dalam pidato sambutannya. "Kemudian tumpang tindih aturan maritim jika tidak ada negosiasi dan hukum internasional juga mengancam stabilitas. Hukum internasional juga akan menjadi pemandu penyelesaian maritim, kesehatan laut juga memprihatinkan."

Di sisi lain, Jokowi juga menggarisbawahi apa saja yang bisa dilakukan oleh masyarakat dunia dan negara-negara terkait, untuk dapat mengentaskan seabrek persoalan yang berhubungan dengan kelautan tersebut. 

"Pemerintah saja tidak mungkin menyelesaikan semuanya, oleh karena itu dibutuhkan kerja sama, kolaborasi, kita butuh multi stage partnership, global partnership. Semua kerja sama global untuk sustainable development goal (pembangunan berkelanjutan; pen), khususnya untuk perlindungan laut," Jokowi menggarisbawahi.

Tak hanya mengimbau, namun menyimak isi pidato Jokowi, juga ada sederet data yang diungkapkan bahwa Indonesia sudah mulai mengarahkan diri untuk memecahkan berbagai masalah yang berhubungan dengan kelautan.

Dalam rekaman video berisikan pidatonya, Presiden Indonesia tersebut juga membeberkan langkah yang telah diambil seperti tol laut, penguatan armada laut, pengurangan sampah laut, hingga wilayah konservasi laut yang telah mencapai 20 juta hektare.

"Dua tahun lebih cepat dari target," kata Jokowi, seolah menjawab rasa penasaran peserta OOC 2018 yang berasal dari berbagai negara. Itu juga ditegaskannya sebagai sebuah strategi yang diambil untuk mengokohkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan maritim dunia.

Ini juga sempat disinggung olehnya. Sebut saja kebijakan yang bersentuhan langsung dengan kerja sama kemaritiman seperti dengan organisasi regional seperti Indian Ocean Rim Association (IORA) hingga internasional seperti PBB.

Sebagai catatan, terlepas IORA adalah organisasi regional, namun memiliki anggota hingga 21 negara.

Negara-negara yang terlibat di organisasi IORA tersebut mencakup Afrika Selatan, Australia, Bangladesh, Komoros, India, Indonesia, Iran, Kenya, Madagaskar, Malaysia, Mauritius, Mozambik, Oman, Uni Emirat Arab, Seychelles, Singapura, Somalia, Sri Lanka, Tanzania, Thailand dan Yaman. 

Tidak itu saja, IORA juga tercatat menggandeng 7 negara mitra dialog, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, Jerman, Mesir, Perancis dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Di samping, merujuk laporan Kementerian Luar Negeri, terdapat juga 2 organisasi peninjau di IORA yaitu Indian Ocean Tourism Organization(IOTO) dan Indian Ocean Research Group (IORG). 

Sebagai catatan,  Indonesia pun selama ini memegang keketuaan IORA periode 2015 -- 2017 pada Pertemuan Tingkat Menteri (PTM) ke -- 15 di Padang. Tak hanya itu, Indonesia juga tercatat satu-satunya ketua IORA yang menetapkan tema selama masa keketuaan, yaitu "Strengthening Maritime Cooperation in a Peaceful and Stable Indian Ocean"

Narasi ini juga yang terlihat ditonjolkan Susi Pudjiastuti yang notabene menjadi "otak" kegiatan OOC 2018 di Bali bersama Menlu Retno Marsudi. Ia bahkan menegaskan dirinya menginginkan agar segala komitmen yang akan lahir dari kegiatan kelas dunia tersebut memiliki tindak lanjut.

Susi tampil dengan pakaian bermotif ikan - Gbr: Kompas.com
Susi tampil dengan pakaian bermotif ikan - Gbr: Kompas.com
Kepercayaan diri ditampilkan Susi tentu saja bukanlah sekadar permainan kata-kata. Publik Tanah Air pun tak asing lagi dengan sepak terjang menteri yang terkenal dengan jargon "tenggelamkan" tersebut. Apalagi ia sendiri berangkat dari latar belakang sebagai nelayan sekaligus pengusaha ikan, di masa lalu.

Alhasil, pemetaannya terhadap permasalahan kelautan tak lagi disangsikan petinggi-petinggi negara peserta OOC 2018. Apalagi kebijakan pemerintah belakangan ini yang berkaitan dengan beberapa persoalan serius di lautan, tidak lepas juga dari ketajamannya memetakan masalah.

Itu juga teraba dari komentar-komentarnya saat meladeni pers di Bali. Ia menyebutkan persoalan yang berhubungan dengan illegal, unreported, and unregulated fishing. Ia mampu memberi contoh dengan menunjuk pada kebijakan yang telah diciptakan di Indonesia sendiri.

Apalagi juga ada bukti lain yang bisa menguatkan hal itu. Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, kebijakan pemberantasan illegal fishing yang diterapkan sejak 2014 mendongkrak pertumbuhan PDB yang terus mengalami kenaikan karena fokus pemerintah untuk mendukung nelayan lokal. 

Tercatat, pada 2014, Kementerian KKP mencatat PDB perikanan sebesar Rp245,48 triliun, Rp288,90 triliun di 2015, Rp317,09 triliun di 2016, dan Rp349 triliun di 2017

Hal lain yang juga terlihat gigih diperjuangkan olehnya adalah isu seputar sampah plastik yang notabene punya daya rusak tidak ringan terkait dengan ekosistem di lautan.  Bahkan dilaporkan berbagai media, Menteri Susi dan Menlu Retno Marsudi, lebih dulu terjun untuk memimpin aksi membersihkan pantai di Pantai Kuta, Bali.

Satu sisi langkah itu terkesan seremonial. Namun di sisi lain, langkah awal itu juga menjadi penegas, bahwa Indonesia mengampanyekan untuk menjaga lautan tidak sekadar dengan kata-kata, melainkan juga dengan gebrakan nyata yang mengalir dari kebijakan hingga tindakan.

Acara OOC 2018 dapat diyakini akan membawa pesan serius kepada dunia, lantaran memang persoalan yang berhubungan dengan kelautan masih menjadi masalah yang hampir tidak henti diangkat karena memang selalu ada masalah baru yang muncul.

Keberadaan masalah-masalah itu juga dapat disimak dari laporan berbagai media hingga campaign yang dilakukan berbagai non-government organization kelas dunia. Maka itu, kali ini Indonesia dapat menjadi "otak" dalam membenahi berbagai masalah paling menonjol. Dan, itu juga yang terlihat ingin dituntaskan dalam pertemuan lintas-negara tersebut.

Paling tidak, terdapat enam isu kelautan yang dipastikan akan dibahas di OOC 2018. Sebut saja, persoalan komitmen banyak negara dalam menjaga lautan, penurunan jumlah sampah plastik, polusi laut, keamanan maritim, perubahan iklim, kemudian perikanan yang berkelanjutan.

Apalagi yang akan tampil di acara ini pun adalah para pemikir hingga pengambil kebijakan yang berasal dari berbagai negara maritim. Tercatat akan ada 50 pembicara yang akan tampil dalam kegiatan tersebut. 

Di sana, Indonesia menjadi tuan rumah, menjadi pionir untuk pengentasan masalah dunia. Sebagai bangsa, kita pantas berbangga, bukan?***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun