Ada dua peristiwa besar terjadi hari ini: jatuhnya pesawat Lion Air dan pembukaan acara Our Ocean Conference 2018 (OOC 2018) di Bali. Tanah Air dibalut duka, dan di sisi lain harus tetap menunjukkan geliat sebagai negara yang harus menghadapi banyak tantangan.
Peristiwa jatuhnya pesawat Lion Air itu sendiri hanya selisih hitungan sekian puluh menit dengan keberangkatan Presiden Joko Widodo ke Bali. Presiden Jokowi sendiri berangkat melalui Bandara Halim Perdanakusuma dan baru lepas landas sekitar pukul 07.20. Sedangkan Lion Air JT-610 yang jatuh tersebut lepas landas pukul 06.10.
Sedikitnya, pemandangan ini cukup mewakili kondisi Indonesia sendiri, betapa cobaan demi cobaan dan langkah demi langkah diambil pemerintah untuk Tanah Air, tidak mudah. Ya, seperti bagaimana dekatnya keberangkatan Presiden Jokowi dengan musibah yang menimpa Lion Air JT-610.
Di sini, kita tidak perlu membenturkan antara dua kejadian tersebut. Bahwa di media sosial ada saja yang latah melempar narasi bahwa di tengah berbagai cobaan seolah langkah yang tepat adalah meratapi cobaan. Namun pikiran yang perlu dikembangkan adalah tetap menularkan semangat dan optimisme.
Musibah yang menimpa Lion Air, tak bisa ditampik sudah menjadi duka nasional. Bukan lagi duka maskapai yang kehilangan awak dan aset mereka sendiri. Bukan lagi sekadar duka keluarga yang ditinggalkan. Musibah itu sudah menjadi duka siapa saja, sebagai orang Indonesia.
Namun ada yang perlu digarisbawahi di tengah dinamika itu adalah apa pun yang terjadi, yang dibutuhkan adalah orang-orang yang mampu menguasai diri, dan bekerja. Itu diperlihatkan aparat terkait dan tim yang bertugas untuk melakukan penyelamatan.Â
Begitu mendengar kabar bahwa pesawat Lion Air tersebut hilang dan belakangan diketahui jatuh, yang mereka lakukan adalah melakukan apa yang bisa dilakukan: menemukan lokasi di mana pesawat jatuh dan mengerahkan kekuatan untuk mengambil berbagai langkah diperlukan.
Di sini, yang dibutuhkan adalah dukungan, terutama moril. Sebab mereka yang sedang bekerja mencari bangkai pesawat hingga berusaha melakukan evakuasi memang membutuhkan dukungan semangat dan sejenisnya.
Kenapa ini perlu digarisbawahi lantaran sudah beberapa kali terjadi, ketika Tanah Air dilanda duka ada saja yang meriuhkan dengan hal-hal yang kontraproduktif dan cenderung mengusik.
Belum lama, saat bencana menimpa Sulawesi Tengah, media sosial dan pemberitaan sempat digaduhkan dengan pernyataan-pernyataan beberapa tokoh politik yang cenderung membenturkan. Contoh konkret, ada yang membenturkan musibah Sulteng dengan kegiatan Annual Meetings IMF-World Bank di Bali.
Eloknya, kedua hal itu tak perlu diributkan atau direcoki dengan hal-hal yang tidak perlu. Toh, bencana itu sendiri tak bisa diramalkan kapan akan terjadi, sementara kegiatan yang berhubungan dengan event positif untuk mengangkat nama negara memang sudah direncanakan jauh-jauh hari dan negara sudah mengeluarkan biaya tidak sedikit.