Kompasiana, Rumah Literasi Berusia 10 Tahun

Kompasiana itu memang sudah menjadi rumah. Tempat di mana berbagai pikiran menemukan tempat, entah untuk istirahat, atau menyusun siasat untuk bisa membawa kebaikan ke lebih banyak tempat.

Ya, itulah yang berkelebat di pikiran saya saat merenung-renung, apa sih yang bikin aku betah berlama-lama di sini? 

Kenapa perlu repot-repot merenung-renung segala? Sebab dalam 10 tahun usia Kompasiana, saya sendiri telah nimbrung di sini sejak 17 September 2009. Kenapa harus membuang waktu di sini? Sebab saya berpikir di sinilah saya memanfaatkan waktu, bukan membuang waktu.

Bagi saya, ketika menulis di Kompasiana, sama sekali bukanlah membuang-buang waktu. Di sinilah saya bisa membiasakan pikiran untuk justru lebih menghargai waktu. Melakukan sesuatu yang berharga, bukankah itu adalah cara menghargai waktu? Bukankah menulis itu adalah sesuatu yang berharga?

Setidaknya begitulah jawaban yang sering saya berikan tiap ada yang menanyakan, apa yang membuat saya bisa betah berlama-lama berkutat di sini. 

Selayaknya berada di rumah, sepanjang ada sesuatu yang bermanfaat bisa dilakukan maka cukup menjadi petunjuk bahwa rumah tersebut memang bermanfaat. Bahwa sebuah rumah memang dibangun oleh tangan orang lain, namun untuk mengisi rumah tersebut, dan bagaimana membuat rumah itu memiliki warna baik, memang kembali kepada penghuninya.

Salah satu kegiatan touring bersama Kompasiana - Dok: Didiet

Saya hanya salah satu penghuni dari ribuan penghuni. Ya, ini adalah sebuah rumah besar dengan lebar setara satu Indonesia hingga luar Indonesia. Sebab yang "pulang" ke sini untuk melabuhkan pikirannya, bukan hanya yang ada di dalam negeri, melainkan juga tak sedikit yang berada di luar negeri.

Bahwa di dalam sebuah rumah terkadang ada keributan, keriuhan, atau perdebatan, itu sudah menjadi sesuatu yang lumrah di dalam sebuah rumah. Toh, dari dinamika itu jugalah penghuni sebuah rumah bisa saling belajar bahkan dari segala perbedaan yang ada. Itu juga yang membuat rumah tersebut selalu dirindukan. Begitulah kira-kira apa yang terasakan oleh saya sendiri melihat sebuah rumah bernama Kompasiana.

Apalagi, di sini lebih banyak berisikan kisah kegembiraan dan gairah untuk bisa menjadi yang terbaik dan paling baik. Ketika menemukan pikiran baik, tertantang untuk mengasah pikiran dan mengisinya dengan yang lebih baik. Ketika menemukan ide-ide menarik, merangsang pikiran untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik sekaligus menarik.

Meskipun tidak semua sama. Di sini juga saya bisa menemukan kehangatan senyum dari banyak teman. Dalam segala perbedaan, mereka masih memberikan keramahan. Dengan segala latar belakang, mereka masih dapat menyambut dengan kehangatan. 

Di sini saya bisa bercerita dengan siapa saja, dan mendengar cerita siapa saja. Di sini saya bisa menemukan pikiran siapa saja, dan bisa bertukar pikiran dengan siapa saja. Sebagai rumah, di sinilah semua saling belajar dan terus memupuk diri untuk terus belajar, hingga siapa saja akhirnya hidup dalam sebuah tradisi untuk selalu belajar.

Bukan untuk merasa pintar, tapi untuk melecut diri untuk bisa semakin pintar dan lebih pintar. Sebab dunia berubah, maka hanya pikiran yang terus menyesuaikan dengan perubahan akan mampu berjalan seiring sejalan dengan perubahan dunia. Inilah nilai yang juga saya temukan di sini, di rumah bernama Kompasiana.

Salah satu kekuatan Kompasiana, menyatukan siapa saja dan dari mana saja. Momen di ICD Jogja (Gbr: Babeh Helmi)

Anda akan bisa menemukan pembelajar hingga ahli yang juga menunjukkan semangat untuk terus belajar. Bahkan banyak ahli pun menempatkan diri sebagai teman belajar di sini. Seolah mereka menegaskan, di rumah ini kita adalah penghuni rumah yang ada dan bersama untuk saling berbagi kebaikan, agar semua bisa menjadi lebih baik sampai kebaikan itupun menebar hingga ke luar rumah.

Tahun lalu, rumah ini juga yang memberikan saya sebuah penghargaan yang mampu bikin mata saya berkaca-kaca. Ya, entah bagaimana, mereka memercayakan saya sebagai Kompasianer of the Year 2017. Setelah delapan tahun di sini, penghargaan itu jatuh ke tangan saya, saat Kompasiana sendiri menginjak usia 9 tahun.

Sekarang, Kompasiana telah menginjak usia 10 tahun, dan saya sendiri 9 tahun di sini. Apa yang terbetik di pikiran saya sebagai salah satu penghuni, adalah bagaimana agar nilai akselerasi  yang diusung kali ini, dapat mengakselerasikan semangat membawa kebaikan yang lebih luas, tidak tersekat oleh latar belakang apa saja atau bahkan oleh orientasi politik manapun.

Semangat akselerasi ini semoga saja menjadi prinsip yang membuat rumah ini sendiri semakin baik, selain juga mengakrabkan penghuninya dengan lebih banyak kebaikan. Bukan tidak mungkin, dari rumah ini juga kelak berbagai perubahan yang jauh lebih baik pun menular hingga ke negeri yang kita huni.

Terlebih di sini sudah semakin banyak yang tergerak untuk untuk mengisi dengan berbagai "perabotan" yang tidak saja bagus tapi juga bermanfaat. Lantaran ini adalah rumah untuk banyak pikiran, semoga saja ke depan lebih banyak pikiran baik yang ditularkan di sini dan menular ke lebih banyak tempat.

Dirgahayu Kompasiana. Tetaplah menjadi rumah yang menyenangkan sehingga semua penghuni semakin bergairah berkontribusi, untuk rumah ini dan juga untuk negeri. Selayaknya rumah, juga tidak berhenti untuk terus diperbaiki, diperkokoh, dipoles, hingga semakin megah di antara banyak rumah lainnya. Sebagai rumah besar, semoga di sinilah tempat banyak gagasan dan pikiran besar, hingga menambah kecepatan agar negeri ini bisa berlari jauh lebih cepat ke titik terdepan peradaban.***