Tunggu dulu. Sebagai pengusaha, ia sendiri sudah terlatih untuk berpikir berbagai hal yang bisa membawa keuntungan, tak hanya untuk dirinya, tetapi untuk siapa saja yang berada di gerbongnya--dari pekerja hingga siapa saja yang mau berinvestasi bersamanya. Di sini, apa yang menjadi konsentrasinya bukanlah perusahaan-perusahaan yang dia punya, melainkan bagaimana pembangunan yang sudah merata dari ujung ke ujung tubuh Ibu Pertiwi sudah terjaga dengan sebaik-baiknya.Â
Ia berada di gerbong pemimpin yang sejauh ini sudah meyakinkannya dengan kinerja, bagaimana pemimpin tersebut sudah menyentuh tanah-tanah di negeri ini hingga ke tempat-tempat yang jarang didatangi sebagian besar elite yang pernah ada di sini. Pemimpin itu menyentuh tanah-tanah itu bukan untuk memperkaya diri atau membawa keluarganya dalam surga kemewahan, melainkan ia datang hingga ke pelosok-pelosok untuk membuktikan bahwa ketika tidak banyak yang melihat kalian, saya datang untuk melihat.
Di sana pemimpin tersebut membuktikan bahwa ia datang untuk mengubah. Ia datang mengubah sudut pandang, bahwa negeri ini bisa berbenah bukan dengan keluh kesah, tetapi negeri ini dapat berwajah lebih indah jika tangan-tangan anak dari Ibu Pertiwi mau bergerak dan mengusap wajah "Sang Ibu", dan menjaganya tak lagi berdebu atau basah oleh air mata.
Inilah yang terlihat oleh seorang Erick Thohir dari pemimpin yang akhirnya menjadi pilihannya untuk dia bela. Sebab bersama pemimpin itu, keuntungan yang akan didapatkan bukanlah untuk seorang Erick, melainkan untuk saudara-saudaranya yang juga lahir dari rahim Ibu Pertiwi.
Ia mau menerima itu, kepercayaan untuk memimpin sebuah gerbong pasukan yang akan berlaga di medan perang politik. Tentu saja karena ia lebih dulu percaya, bahwa dia sedang berdiri membela orang yang sedang bekerja untuk membebaskan negeri ini dari kerakusan orang-orang. Ya, dari orang yang hanya lihai membawa nama rakyat tetapi pernah tercatat jadi bagian keluarga yang nyaris bikin negeri ini wafat.
Di sinilah Erick Thohir akan bekerja untuk membuktikan, apakah bekal pertarungannya di dunia bisnis tingkat internasional, juga akan benar-benar dapat membantu seorang pemimpin yang sedang dihantam segerombolan orang yang jauh-jauh hari memamerkan kerakusan. Ia sudah melihat bagaimana kerakusan itu pernah bikin negeri ini hampir tenggelam, sedangkan salah satu yang pernah mereguk nikmat di pusaran kerakusan itu kini menjadi lawan yang harus dia taklukkan.
Namun seperti kalimat di awal tulisan kecil ini, dia pun ingin bertarung tanpa membawa risiko besar atau luka yang mendalam terhadap rakyat. Di sinilah ia ingin menunjukkan seperti apa filosofi dan prinsip pasukan yang sedang dipimpinnya. Itu adalah penegas, bahwa pertarungan ini bukan sekadar menaklukkan lawan, tetapi untuk mencegah lebih banyak yang terluka. Ia ingin bekerja untuk memulihkan luka-luka, terutama luka yang lahir dari tangan kalangan yang pernah berdekade-dekade menguasai dan mengisap puting susu Ibu Pertiwi hingga hampir putus.
Di sini dapat dikatakan, Erick bukan sedang bekerja sebagai pengusaha. Dia sedang bekerja agar di masa depan dapat menularkan keberanian sebagai pengusaha, yang tidak hanya untuk memperkaya diri sendiri, melainkan agar kesejahteraan itu dapat mengalir hingga ke desa-desa.Â
Ia ingin menularkan optimisme seorang pengusaha, yang tidak hanya cerdas menaklukkan persaingan di dalam negeri, tapi juga mampu unjuk gigi hingga dunia luar. Inilah yang diperjuangkannya, bersama seorang pemimpin yang kurus ceking yang sering melipat lengan baju untuk meyakinkan rakyatnya, bahkan negeri ini bisa maju jika mau bergerak, berkeringat, dan berani.Â
Saya pikir, itulah alasan kenapa seorang Erick Thohir yang notabene sudah mendapatkan kekayaan lebih dari cukup dari pertarungannya di tingkat internasional, namun masih mau merepotkan diri untuk memperjuangkan seorang Joko Widodo.***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H