Ada rekaman menarik yang berkaitan langsung dengan salah satu kandidat yang akan bertarung di pemilihan kepala negara di tahun depan, yakni rekaman pidato Prabowo Subianto sendiri. Rekaman ini terbilang viral lantaran terus saja muncul, karena isinya berupa pengakuan Prabowo bahwa dia tak terlalu memusingkan apa prestasi seseorang, melainkan seberapa banyak uang dia punya.
Saat mengulang-ulang rekaman tersebut, bayangan iseng saya justru menampilkan gambar bagaimana jika Erick Thohir yang menjadi calon wakil presiden yang mendampingi Prabowo. Tentu saja, kehadiran Erick di sisi Prabowo bisa meredam dampak buruk dari rekaman pidato Prabowo tersebut. Sebab, bukan rahasia jika Erick terbilang punya empat kelebihan sekaligus: uang, pendidikan, kekuatan media, dan prestasi.
Namun fakta yang terjadi, Erick akhirnya menemukan chemistry justru bukan sebagai cawapres. Bukan capres Prabowo dan bukan cawapres Joko Widodo. Seperti jamak diberitakan, ia justru ditunjuk menjadi ketua tim pemenangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Prabowo sudah terpukau hingga terpaku kepada Sandiaga Uno. Sosok yang menjadi calon wakil presiden yang dipilih Prabowo ini dapat dikatakan persis seperti "doa" Prabowo dalam pidato yang viral tersebut: banyak uang meskipun nyaris bisa dibilang nihil prestasi.
Apakah mengada-ada menyimpulkan Sandi nihil prestasi? Jika melihat bahwa Pilpres adalah pertarungan menuju kekuasaan, maka prestasi yang berkaitan dengan kekuasaan memang sepantasnya menjadi acuan. Sandi memiliki persentuhan dengan kekuasaan, ketika ia sukses menyingkirkan Basuki Tjahaja Purnama di Pilkada DKI. Sayangnya, ia gagal menunjukkan kesuksesan dalam mengisi kesempatan ketika kekuasaan tingkat daerah berhasil dia raih.
Sandi sukses bersama Anies membuat mayoritas pemilih di Pilkada DKI memberikan kepercayaan kepada mereka. Namun keduanya terbilang sama-sama gagal menunjukkan, buat apa sebenarnya kekuasaan bagi mereka? Jika kekuasaan itu bagi mereka sebagai kesempatan untuk mengabdi kepada rakyat, buktinya warga Jakarta yang ingin mengadu saja enggan mereka temui. Balai kota ditutup rapat. Sedangkan rapat-rapat mereka lakukan dengan cara lebih mirip main rahasia-rahasiaan.
Apa yang akhirnya dimunculkan Sandi bersama sohibnya Anies adalah bahwa kekuasaan bagi mereka adalah menutup diri selayaknya kura-kura. Jakarta pun akhirnya masuk ke dalam tempurung kura-kura tadi, dan hanya berjalan lamban. Tak heran jika akhirnya muncul guyonan di media sosial, terobosan sejauh ini dilakukan Anies bersama Sandi saat keduanya belum diceraikan Pilpres, dari memasang bendera di bambu asal-asalan, hingga mengecat trotoar, dan teranyar meresmikan tiang listrik.
Jika itu adalah prestasi, maka tentu saja prestasi seperti ini sangat tidak layak dijadikan alasan untuk naik ke tempat lebih tinggi. Namun karena Prabowo sendiri jauh-jauh hari sudah menegaskan dirinya tak peduli seseorang bisa melakukan apa, sepanjang punya banyak uang, maka tidak ada yang harus dipusingkan.
Nah di sinilah Erick Thohir menjadi antitesis dari paradigma yang dibangun Prabowo. Antitesis bahwa dia sendiri memang bukan datang untuk menyabet tempat seperti diincar Sandi, tetapi hanya menjadi "panglima" untuk memenangi sebuah pertarungan dalam melawan kubu Prabowo. Namun ia datang bersama kelengkapan berupa pendidikan, pengalaman, prestasi, dan tentu saja uang sekaligus---walaupun kehadirannya sebagai ketua tim pemenangan tak mewajibkannya mengeluarkan uang.
Erick adalah antitesis bagi kubu Prabowo, karena terlepas ia bukan calon wakil presiden, namun ia menunjukkan bahwa jika ingin mendidik bangsa maka tidak bisa hanya sekadar berbicara uang. Meletakkan uang di atas pengalaman, prestasi, dan kualitas, bukanlah sebuah budaya bagus untuk sebuah bangsa di negara yang masih berkembang.
Erick datang sekaligus untuk mewakili sebuah filosofi, bahwa di luar sekadar uang, negeri ini memang membutuhkan figur-figur publik yang tidak sekadar memamerkan kekayaan materi tetapi bisa memperlihatkan kekayaan pikiran, gagasan, dan bukti apa yang bisa dilakukan.
Ringkasnya, sebagai calon wakil presiden Sandiaga hanya mewakili sudut pandang bahwa uang adalah segalany. Sebaliknya Erick mewakili sudut pandang bahwa ada hal-hal yang lebih penting dari sekadar memiliki banyak uang, yakni apa yang bisa dilakukan dan siapa yang bisa dibantu. Erick memilih membantu kubu yang diyakininya mampu menghargai sebuah prestasi, pencapaian, dan kinerja yang memiliki bukti konkret. Ia bisa menunjukkan bukti terdekat dengan kesuksesan Asian Games 2018.
Pertanyaannya, bukti prestasi apa yang mau disuguhkan oleh kubu Prabowo-Sandi? Apakah hanya mau bercerita tentang masa lalu bahwa Prabowo pernah berhasil di kemiliteran meski berhenti di tengah jalan? Atau, ingin mengandalkan cerita bahwa Sandi pernah menjadi pengusaha sukses karena ia juga diuntungkan dengan warisan?***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H