Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menangkap Pesan dari Atraksi Motor Jokowi

19 Agustus 2018   12:37 Diperbarui: 19 Agustus 2018   12:42 2084
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya menjadi salah satu rakyat yang turut menyaksikan bagaimana pembukaan Asian Games 2018 pada 18 Agustus 2018. Di antara banyak hal saya saksikan pada pembukaan pesta olahraga terbesar di Asia ini, terbetik sebuah perenungan, kenapa Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggunakan motor dalam atraksi pembukaan Asian Games? 

Sempat saya tuangkan renungan kecil itu di laman Facebook saya, karena memang bagi saya selalu ada pesan di balik apa yang terlihat. Semampu mungkin, mencari pesan baik, setidaknya untuk melatih pikiran untuk terbiasa melihat pesan-pesan baik dari setiap pengalaman: terlebih di perhelatan bersejarah seperti Asian Games tersebut.

Kenapa mesti cerita seputar motor? Bukankah banyak sisi yang bisa disorot dari sana? Betul. Namun setidaknya motor adalah kendaraan yang juga paling akrab dengan saya pribadi yang sehari-hari menjelajah Jakarta dengan sepeda motor--meskipun bukan motor segagah yang ditunggangi Presiden Jokowi.

Motor itu bisa dikatakan sebagai simbol dari kendaraan semua kalangan. Di sisi lain juga mewakili kelincahan, kegesitan, dan kesigapan. Untuk mengendarainya, jangan berharap kenyamanan selayaknya ketika Anda berada di mobil pribadi? Selayaknya sepeda motor, Anda hanya akan merasakan langsung bagaimana angin menerpa tubuh, berbagai asap kendaraan lain mengepung Anda, sampai bagaimana menghadapi sumpah serapah yang mungkin saja akan Anda hadapi di jalanan.

Pengendara yang tahu ke mana tujuannya tidak akan memilih terpaku untuk mengeluh dengan semua tantangan di jalanan, tapi bagaimana melampauinya, hingga bisa tiba ke tujuan sebenarnya.

Itu juga yang berkelebat di benak saya saat melihat bagaimana Jokowi beratraksi dengan sepeda motor--terlepas ada beberapa adegan yang yang Anda saksikan di TV dikabarkan memang menggunakan stuntman--Anda bisa melihat bagaimana aksi melewati gang kecil, melompati truk besar, sampai dengan mengerem motor di depan anak-anak?

Gang kecil bisa mewakili kondisi sulit yang memang dihadapi Indonesia. Ada Perang Dagang yang melibas banyak negara, hingga negara seperti Turki saja hampir tersungkur.

Menghadapi halangan truk besar dan gang kecil (kesulitan), negara berusaha melakukan manuver-manuver diperlukan. Terbukti, misalnya, menjelang Lebaran tahun ini tak sampai terjadi lonjakan harga yang dulu acap terjadi. 

Begitu juga ketika Perang Dagang semakin mencemaskan berbagai negara, Indonesia bertarung menghadapi Amerika Serikat, organisasi dagang dunia sekelas World Trade Organization.

Memang, dalam perang ekonomi yang sedang terjadi itu, Indonesia belum sepenuhnya menjadi pemenang. Paling tidak, pemerintah tidak diam, agar investasi di sini tak meredup, usaha-usaha besar dan kecil pun dapat hidup.

Di tengah kondisi itulah seorang Jokowi menghadapi kesulitan. Seorang presiden sekurus itu saat ini bertarung menghadapi dunia internasional. Ia menunjukkan bagaimana ia meninggalkan kenyamanan mobil presiden (istana), dan memilih terjun ke jalanan, menghadapi langsung keadaan di jalanan.

Di dunia realitas, bukan rahasia jika Jokowi berkali-kali hadir saat Lombok dilanda gempa, berkeliling Indonesia untuk mengenal masalah, menyelesaikannya satu-persatu.  Ia menghadirkan jalan-jalan agar distribusi kebutuhan, dari barang sampai makanan leluasa sampai ke tiap pelosok Tanah Air.

Ia memilih lebih banyak di luar istana dibandingkan di dalam istana. Ia datang ke pasar-pasar rakyat, berbicara dengan pedagang-pedagang kecil, dan terus menggali masalah dan menuntaskannya.

Anda bisa menghitung, manakah yang lebih sering dilakukan seorang Jokowi: menikmati kenyamanan istana, atau memilih keluar dari istana dan hadir ke tengah-tengah rakyatnya? Saya adalah salah satu rakyat yang melihat dan mengakui bahwa Jokowi lebih sering hadir ke tengah rakyatnya, meninggalkan istananya, untuk menghadapi langsung apa saja kesulitan rakyatnya.

Bahwa tidak seluruh rakyatnya mau menghargai keringatnya, masih ada yang memilih mencibirnya karena ia tidak berkuda, misalnya, bukanlah alasan untuk berhenti melaju: kecuali jika kelak sudah bisa memastikan agar anak-anak negeri ini bisa berjalan tenang tanpa ketakutan dihantam "kendaraan-kendaraan besar" di perjalanan mereka.

Ada ketidaksempurnaan di sana. Namun dari ketidaksempurnaan itu juga ada pesan, bahwa sepanjang Anda berusaha sesempurna mungkin, maka usaha takkan mengkhianati hasil. Bahwa memang belum semua sempurna, kita bisa melihat ke dalam diri sendiri: berapa banyak hal sempurna mampu kita lakukan. Jangan dulu bicara bagaimana sempurna mengurus sebuah negara, tapi lihat juga bagaimana kita mengurus hal-hal yang jauh lebih kecil: mengurus diri sendiri, keluarga, dan sekeliling kita. Sudah sempurnakah?

Kembali ke soal kendaraan dan atraksi seorang Jokowi dengan motornya. Baginya, yang dibutuhkan untuk bisa membantu negaranya tiba di tujuan, adalah menyesuaikan "kendaraan" dengan realitas kekinian. Kuda memang bisa menjadi kendaraan yang sekilas lebih perkasa, gagah. Namun memimpin bukan urusan gagah-gagahan. Ini soal bagaimana bisa menyesuaikan zaman dengan alat apa yang mesti digunakan.

Motor adalah simbol kendaraan paling baik di tengah berbagai himpitan: todongan luar negeri dan caci maki oposisi yang tak kunjung pulih dari sakit hati. Dengan itulah ia berusaha membantu negerinya. Bisa naik "lift" ke lantai dua, atau ke level lebih tinggi dari sebelumnya. Ia menekan tombol nomor "2" di lift itu, karena ia sedang bekerja untuk itu. Bukan sekadar urusan dua periode, tapi bagaimana mengangkat negerinya ke tingkat lebih tinggi.

Untuk berada ke tingkat lebih tinggi itu, ia mengajak memacu kecepatan, mengajak berkeringat, mengajak jeli melihat peluang. Bukan mengeluh atau menebar ketakutan, tapi menebarkan keyakinan, optimisme, gairah, kegesitan, kelincahan.

Soal masih banyak rakyatnya yang masih saja terkagum-kagum dengan tokoh yang hanya bisa menebarkan ketidakyakinan, menebar ketakutan, menyebarkan keluhan, bukanlah persoalan. Ia meyakini, rakyat di negerinya membutuhkan langkah yang bisa dilihat langsung, aksi yang bisa dilihat dengan mata kepala dan juga nurani, dan dengan itu kelak penebar keluhan hanya didengar yang gemar mengeluh. Ia berusaha menunjukkan, untuk bisa melewati rintangan bukanlah diam dan memilih mengeluh, tapi bagaimana bergerak, berkeringat, membaca peluang, berkonsentrasi pada perjalanan, hingga tiba ke tujuan.

Jika Anda belum bisa menangkap pesan dari motor tunggangan Jokowi: cobalah sesekali menunggangi motor, dan coba tangkap pesan hidup apa yang bisa Anda dapatkan dari kendaraan semua kalangan itu. Bukan untuk memikirkan negara, setidaknya Anda bisa menemukan ilham untuk menuntaskan tantangan hidup kita masing-masing.

Sebab, presiden bekerja lewat kebijakan. Sementara untuk kita rakyat berubah, bukanlah dari bagaimana pemerintah menyuapi, tapi bagaimana kita menggali diri, menemukan kekuatan, dan melaju di jalanan hidup yang memang penuh tantangan dari kemacetan hingga gang-gang sempit yang mesti Anda lewati.***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun