Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengulik Sengketa Pajak di Daerah

19 Oktober 2017   19:19 Diperbarui: 19 Oktober 2017   19:26 1159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diskusi publik yang mengulik masalah pungutan di daerah yang acap menjegal pelaku bisnis - FOTO: Zulfikar Akbar

Persoalan ketidakpastian pajak pun menjadi bagian persoalan. Pasalnya ketika UU telah memiliki serentetan aturan, di daerah-daerah pun muncul berbagai aturan lainnya, yang acap kali menjadi batu sandungan bagi iklim investasi dan bisnis. Tak hanya bisnis skala besar, terkadang hingga bisnis tingkat lokal pun terkena imbasnya.

Munculnya tren yang terkesan bertolak belakang tersebut pun ditengarai tak lepas kurangnya kemampuan daerah membiaya sendiri penyelenggaraan pemerintahan. Alhasil, pemerintah daerah acap mengambil berbagai langkah agar PAD dapat meningkat. Di sinilah pungutan daerah pun muncul, dan dampak lebih jauh justru terjadi atas daerah itu sendiri. Munculnya ketidakpastian hukum memicu meningkatnya beban pada masyarakat hingga terhambatnya investasi di daerah.

"Jadi sekarang yang dibutuhkan sejatinya adalah certainty, clarity,dan consistency," Yustinus menanggapi kecenderungan buruk yang mengemuka di berbagai daerah terkait aturan yang berhubungan dengan pungutan.

Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif CITA turut jadi pemateri di acara diskusi publik tersebut - Foto: Zulfikar Akbar
Yustinus Prastowo, Direktur Eksekutif CITA turut jadi pemateri di acara diskusi publik tersebut - Foto: Zulfikar Akbar
Tak ketinggalan Ronny Bako yang juga pengacara sekaligus pengamat perpajakan menanggapi persoalan ketidakpastian tersebut tak lepas dari berbagai pemicu di belakangnya. "Sepanjang tak ada kemauan orang untuk menjalankan penerapan hukum dan penegakan hukum, maka takkan ada kepastian hukum," ujar Bako yang juga merupakan pengajar di Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan tersebut.

Di sisi lain, Bako juga menggarisbawahi, tak ada jalan lain bagi pihak manapun yang merasa dirugikan bahkan oleh aturan yang ditetapkan pemerintah, kecuali menempuh hukum. "Di banyak kesempatan, saya sering mengatakan ketika ada yang menyampaikan ganjalan dihadapi mereka, termasuk urusan pungutan, tempuh jalur hukum. Ini bukan soal menang atau kalah, tapi ini juga cara kita menghargai hukum, dan menyelesaikan sesuatu lewat jalur yang sudah semestinya."

Selama ini, di antara persoalan yang memang acap menyeruak, acap tak lepas dari masalah pada tax certainty atau kepastian aturan terkait pajak. Kasus Pajak Air Permukaan menjadi salah satu momok bagi pelaku usaha. Kasus ini tak hanya menimpa PTFI, tapi juga pernah terjadi di beberapa daerah lain. Sebut saja di Sumatra Utara hingga Kepulauan Riau, terutama yang berkaitan dengan kerancuan PAP di mana pembayaran konsesi kepada BP Batam juga memuat porsi pembayaran kepada pemerintah provinsi Kepulauan Riau.

Maka itu, dari diskusi itu lahir gagasan agar Pengadilan Pajak yang notabene bersinggungan langsung dengan persoalan tersebut, dapat menjadi muara bagi masyarkaat mencari keadilan dan kepastian hukum.

Ekspektasinya, Pengadilan Pajak dapat berperan sebagai agen perubahan karena menciptakan kepastian hukum. Mereka juga dapat melakukan reformasi iinternal dengan meningkatkan standar rekrutmen hakim pajak sampai dengan peningkatan kompetensi dan integritas hakim. Selain itu, mereka juga perlu mencari tata cara peradilan yang mudah, efektif, dan transparan, selain juga supervisi dan pengawasan lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun