Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Dokter Anwari dan Tren Sipil Bersenjata Api

9 Oktober 2017   21:08 Diperbarui: 10 Oktober 2017   05:27 2862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika di Las Vegas sempat dikejutkan dengan aksi seorang masyarakat sipil yang menjajal senapan serbu dengan menyasar sesama penduduk sipil, di Indonesia ada kasus serupa, tepatnya terjadi di Gandaria City, Jakarta Selatan. Seorang dokter pensiunan dari rumah sakit militer justru menjadikan tukang parkir sebagai sasaran gertakan dengan menggunakan senjata api, bernama dr. Anwari.

Jika membaca berbagai situs berita, pemicu persoalannya hanya masalah sepele yakni uang parkir. Merasa dirinya menggunakan kendaraan dinas Tentara Nasional Indonesia (TNI), dia pun merasa bebas dari beban harus membayar biaya parkir yang disebut-sebut hanya sebesar Rp. 5.000.

Hanya karena uang berjumlah lebih kecil dari jatah jajan anak Sekolah Dasar (SD), dokter pensiunan tersebut memilih bertindak kasar. Sekonyong-konyong, tukang parkir tersebut menjadi sasaran amuknya. Anwari menamparnya, bahkan sang juru parkir diperintahkan untuk bersujud olehnya. 

Masygul. Mungkin itu yang juga berkelebat di benak Anda menyimak fenomena ini. Seorang dari kalangan sipil memiliki senjata api, bisa menggunakan kendaraan dinas militer, dan merasa merdeka untuk semena-mena pada tukang parkir.

Soal kendaraan militer, banyak laporan menyebutkan bahwa kebetulan istrinya sendiri masih menjadi dokter aktif di salah satu rumah sakit milik TNI. Kenapa kemudian kendaraan itu bisa berada di tangannya? Hal ini tidak mengherankan, sebab telah menjadi tren bahwa faktor kedekatan dan perasaan menjadi bagian "orang dalam" membuat seseorang merasa bebas. Termasuk menggunakan barang milik negara yang sejatinya hanya untuk keperluan tugas dari negara.

Sementara Anwari ini menggunakan kendaraan militer tersebut hanya untuk berjalan-jalan ke mal. Kejadian ini tidaklah aneh, sebab ada kegandrungan sebagian masyarakat merasa bangga lantaran memiliki kedekatan dengan unsur militer.

Anda dapat dengan mudah menemukan, orang-orang dengan atribut resmi milik militer; entah celana saja atau sekadar kaos. Motifnya hanya ingin terlihat gagah, agar disegani, atau bahkan supaya ditakuti.

Dokter Anwari yang terlibat kasus penganiayaan tukang parkir di Gandaria City - Foto: Tempo.co
Dokter Anwari yang terlibat kasus penganiayaan tukang parkir di Gandaria City - Foto: Tempo.co
Sejatinya pihak TNI berkali-kali melakukan razia di banyak tempat, tak hanya di Jakarta, juga di daerah-daerah, agar tak ada masyarakat dari kalangan sipil menggunakan berbagai atribut yang hanya dimandatkan untuk aparat negara. Bahkan ada banyak kejadian, dalam proses razia tersebut, stiker berbau militer pun direnggut sebagai upaya memberantas tren negatif ini. 

Lagi-lagi, terlepas razia itu berulang kali dilakukan, berulang kali juga kasus masyarakat dari kalangan sipil berlagak militer terjadi di banyak tempat. Kasus dokter Anwari menjadi kasus terkini yang terbilang paling mencuri perhatian publik. Banyak yang tak habis pikir bagaimana bisa uang sebesar Rp.5.000 mampu menyihir seorang dokter dengan pendidikan tingginya untuk menggilas juru parkir? Bahkan kejadian ini juga menjatuhkan nama baiknya. 

Belum lagi karena senjata yang dia miliki. Ini tentu saja sebuah persoalan serius, tak hanya membuat pihak instansi terkait bisa ikut-ikutan merasa bersalah, namun juga membuat warga biasa lainnya merasa tidak nyaman.

Namun secara hukum, Indonesia memiliki regulasi terkait penggunaan senjata api untuk kalangan sipil. Terlepas ini masih lebih baik jika dibandingkan seperti Negara Finlandia yang bahkan memberikan kebebasan bagi penduduk mereka untuk memiliki senjata api. 

Foto: Thetrace.org
Foto: Thetrace.org
Tren senjata api sipil di luar negeri

Sedikit berkaca ke Finlandia, per 2011 saja--berdasarkan laporan BBC.com--ada 1,5 juta pucuk senjata api beredar di tengah masyarakat berjumlah 5,3 juta jiwa. Lebih kurang seperlima penduduk di sana menguasai senjata api. Di sana, sketika warganya menginjak umur 15 tahun, maka ia memiliki kebebasan untuk mendapatkan senjata api.

Baru mulai ada perubahan setelah munculnya kasus pembunuhan melibatkan remaja berusia 18 tahun, Pekka Eric Auvinen. Dengan senjata miliknya, Pekka menembak mati delapan orang di salah satu Sekolah Menengah Atas di utara Helsinki. Akhirnya ia sendiri memutuskan bunuh diri dengan senjata yang dia gunakan untuk menembak korbannya. 

Kejadian di Finlandia terjadi pada November 2007. Sedangkan pada September 2008, masih menurut catatan BBC.com, ada lagi mahasiswa bernama Matti Saari terlibat kasus lebih parah. Mahasiswa ini menembak mati hingga 10 orang teman sekelasnya dan dia sendiri pun mengakhiri dramanya dengan bunuh diri menggunakan senjata miliknya.

Sedangkan Indonesia? Proses kepemilikan senjata api dapat dikatakan sulit, sebenarnya. Banyak dari pemakai senjata tersebut memilih cara ilegal agar bisa memilikinya, karena tak ingin direpotkan dengan urusan perizinan yang dinilai terlalu berbelit. Bukan hal mengherankan jika kemudian begal jalanan hingga perampok profesional bisa memiliki senjata api tanpa mengantongi izin apa pun.

Belum lama ini, ada dua kasus pembunuhan sadis terjadi menimpa mahasiswi Trisakti. Perempuan malang ini ditembak oleh penjahat yang ingin mengambil kendaraannya. Juga ada lagi di seputaran Daan Mogot, Jakarta, perampok mengambil uang sekaligus nyawa seorang pengusaha muda dengan senjata milik mereka.

Tak hanya mereka yang berstatus penjahat, bahkan pernah ada kasus pengusaha yang notabene juga masyarakat, menembak mati seorang pelayan kafe hanya karena tak memenuhi permintaannya. Sedikitnya sederet kasus tersebut cukup menjadi petunjuk, senjata api di tangan orang yang tidak tepat, akan berisiko lebih besar mengakibatkan hal-hal batil. Jangankan sipil, aparat militer dan kepolisian dengan izin darinegara pun, dalam kondisi mental labil dapat membuat orang celaka dengan senjata api milik mereka.Kasus terakhir terbilang jarang, lantaran masing-masing instansi memiliki prosedur dan pengawasan sangat ketat untuk urusan pemanfaatan senjata api.

Foto: Huffingtonpost.co.uk
Foto: Huffingtonpost.co.uk
Sementara sipil, untuk dapat menguasai senjata api harus mengikuti aturan yang ada pada UU No. 8/1948 yang mengatur tentang pendaftaran dan pemberian izin pemakaian senjata api. Selain itu juga ada Perppu No. 20/1960 soal perizinan yang diberikan menurut UU Senjata Api. Selain, juga ada beberapa aturan lain, yang cukup menegaskan jika negara ini memang punya aturan mengikat dan tak dapat begitu saja dilanggar oleh masyarakat sipil; terkait kepemilikan senjata api.

Persoalannya, pihak instansi terkait pun terkesan lemah dalam mengawasi fenomena tersebut. Contoh kasus, seperti dokter Anwari yang bahkan bisa melakukan dua kesalahan sekaligus--di luar penganiayaan atas tukang parkir. Selain dia memiliki senjata api yang konon tak ada kejelasan berizin tidaknya, dan di luar itu ia pun menggunakan kendaraan militer yang sejatinya hanya diperuntukkan untuk keperluan yang diizinkan oleh negara--bukan untuk sipil.

Cerita sipil pemilik senjata api

Beberapa teman saya dari kalangan pengusaha memang ada yang berterus terang dan menunjukkan jika mereka pun menggunakan senjata tersebut. Bahkan saat sedang berjalan bersamanya, pengusaha ini sempat menunjukkan langsung senjata itu lengkap dengan peluru di dalamnya. Menurutnya, jumlah peluru yang dimiliki pun harus dilaporkan berkala karena ia memiliki senjata tersebut secara resmi.

Namun teman saya juga menunjukkan surat-surat yang membuktikan jika senjata dimilikinya punya surat izin dan itu pun dalam beberapa tahun harus diperbarui. Selain itu, juga ada beberapa persyaratan lain yang harus dipenuhi, termasuk memastikan kesehatan mental, dan seabrek syarat lainnya.

Menurut dia, memiliki senjata api bukanlah hal keliru sepanjang itu memang digunakan untuk keamanan diri sendiri lantaran polisi pun takkan mampu memastikan keamanan masyarakat hingga 24 jam. Terlebih jumlah aparat keamanan di negeri ini pun terbilang kecil jika disandingkan dengan jumlah populasi.

"Jadi, itu yang menjadi alasan saya akhirnya memutuskan untuk memiliki senjata api ini. Namun, saya berusaha keras agar hanya menggunakan ini saat harus melakukan transaksi dalam jumlah besar, termasuk misalnya hanya sekadar menarik uang dari bank. Bukan untuk bergaya dan menggertak orang-orang," kata pengusaha yang berkantor di Kelapa Gading, Jakarta Utara, tersebut.

Menurutnya, tak ada yang dapat memastikan bagaimana penjahat dapat saja mengintainya kapan saja. Setidaknya, dengan senjata dimiliki, ia bisa memiliki satu potensi untuk dapat mencegah itu terjadi.

"Namun saya juga berusaha tak menggunakan senjata ini saat sedang dalam emosi, ketika sedang marah, dan bahkan cenderung menjauhinya. Sederhana saja, memegang senjata api ini cenderung hanya untuk pertahanan diri saja, bukan untuk tujuan-tujuan yang tidak jelas seperti orang-orang yang memiliki ini hanya untuk disegani orang-orang atau ditakuti."

Di sisi lain ia juga bercerita, meski memilikinya, ia akan berusaha tidak memegang atau menimang-nimang benda tersebut. Ia beralasan, senjata api tersebut, meski hanya benda mati, namun bisa membuat pemiliknya tersugesti untuk merasa lebih superior dari orang-orang kebanyakan.

"Efek seperti itu memang akan langsung terasa saat kita memegangnya," kata pengusaha ini. "Emosi dan sensasi yang muncul, kita dapat saja merasa melebihi orang kebanyakan. Jadi, jika terkadang ada orang yang justru melakukan hal-hal konyol saat memiliki senjata ini, boleh jadi hanya karena sering menimang-nimangnya--yang lantas memberi sugesti buruk atas pemiliknya."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun