Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pesan dari Hari Kelahiran Gus Dur

8 September 2017   05:56 Diperbarui: 9 September 2017   09:24 2922
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak yang menuduhnya bersikap "dua kaki" untuk mengungkapkan ketidaksetujuan atas sikapnya, tapi beliau sendiri bersikukuh menunjukkan bahwa sebuah tubuh yang ingin dibawa ke tempat lebih baik memang harus bergerak dengan kedua kaki, dan tak cukup sekadar mengandalkan satu kaki saja. 

Gus Dur cenderung mencari harmoni, mencari titik temu, mencari solusi daripada terpaku pada masalah, dan itu membutuhkan pikiran tenang dan menenangkan, bukan dengan menebar kemarahan dan mengajak marah-marah. Ia melihat, perang dan pertikaian hingga kezaliman acap terjadi karena satu pihak melihat pihak lain lebih rendah dan lebih pantas direndahkan. Solusi menurutnya, jika menyimak pemikiran-pemikirannya, bagaimana pertikaian dapat berkurang hingga berhenti adalah bagaimana agar tak saling merendahkan entah karena alasan agama atau etnis. Maka itu ia lebih menyukai agar semua berdiri setara, karena dari sinilah peluang penzaliman dapat teredukasi.

Namun, sayangnya, hingga ia pergi pada 30 Desember 2009, di negeri ini masih acap bermunculan orang-orang yang merasa lebih dimuliakan Tuhan ketika mereka merendahkan manusia; karena agama berbeda, karena suku berbeda, atau karena berbagai perbedaan lainnya. 

Setidaknya, ia masih menyisakan pemikiran yang takkan pernah mati bahwa kehadiran agama itu adalah jembatan untuk membawa kebaikan kepada manusia, bukan untuk menghancurkan kemanusiaan. Pemikiran ini yang sejatinya membutuhkan lebih banyak "duta", ketika sebagian lainnya memilih menunjukkan kelebihan beragama dengan cara-cara dusta; menghina sesama, menghina manusia, dan merasa pantas disebut manusia.

Tanggal 7 September yang menjadi hari kelahirannya, semoga saja menjadi titik bagi kelahiran pemikiran-pemikiran yang menghidupkan ajakannya agar memanusiakan manusia, dan memperjelas bahwa agama ada adalah untuk manusia; bukan menghancurkan kemanusiaan.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun