Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Alhamdulillah, Jonru Antifitnah dan Hoaks

31 Agustus 2017   02:30 Diperbarui: 1 September 2017   22:12 32585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat Jonru tampil di Indonesia Lawyers Club - FOTO: Tribunnews.com

Hati saya lumayan sejuk seketika mendengar klaim Jonru Ginting berteriak di acara Indonesia Lawyers Club, "Saya anti fitnah dan anti hoaks". Meskipun saya pernah melemparkan kritikan kepadanya hingga saya jadi sasaran blokirnya di Twitter, tetap membayangkan akan luar biasa indah jika "tokoh" satu ini betul-betul anti fitnah dan anti hoaks.

Bukan cerita baru jika tokoh satu ini memang sangat berani. Dia bahkan berani menerima julukan sebagai biangnya fitnah dan hoaks di era media sosial. Apalagi dengan menjadi "biang" maka ia pun mendapatkan tempat hingga tampil di acara yang konon masuk kategori bergengsi, lantaran acap terisi kalangan intelektual dan tokoh-tokoh nasional (ILC). 

Jadi, siapa bilang jika fitnah dan hoaks tak bisa membawa orang ke tempat bergengsi dan terhormat? Itu pastilah hanya klaim "haters-haters" Jonru saja, yang mengatakan fitnah itu hanya mampu mengantarkan orang ke penjara.

Lihatlah foto-foto yang bertebaran di berbagai jejaring sosial, betapa gagahnya Jonru masuk ke ruang diskusi yang dulu-dulu hanya terisi tokoh-tokoh yang memang mumpuni di bidangnya. Di ILC itu bukan rahasia, jika biasanya memang hanya menjadi tempat tokoh agama, tokoh politik, tokoh bangsa, dan berbagai tokoh, hingga belakangan turut pula tokoh fitnah. Sudah kodratnya, jika masing-masing orang menjadi tokoh dari apa yang paling dikuasainya.

Apakah tokoh fitnah tidak membawa manfaat? Ada! Kata Rocky Gerung. Jika saya ulas dan elus-elus lagi, betullah sabda Pak Gerung yang bikin para "haters" meraung-raung. 

Bagaimana tidak bermanfaat, jika dengan tindak tanduk Jonru ini akan ada sekelompok kekuatan politik karena pernah gagal karena ketidakbecusan mereka berpolitik, dapat menangguk untung; menciptakan isu-isu liar, fitnah-fitnah halus yang dapat dengan mudah untuk cuci tangan, menghantam kiri kanan.

Ulama seperti Quraish Shihab, Said Aqil, dan ulama-ulama Nahdlatul Ulama (NU) yang menolak menjadikan agama untuk membodohi rakyat, menjadi sasaran hantaman Jonru. Sebab gara-gara ulama seperti itulah mereka tak leluasa menjadikan umat beragama menjadi kerbau yang mudah dicocok hidungnya. Ulama begitu tak bisa didikte, tak bisa dikecoh, tak bisa dihantam, kecuali lewat pakar fitnah yang memiliki rekam jejak panjang yang dibuktikan dengan pengikut hingga sejuta orang--kalah dai sejuta umat.

Betapa berjasanya sosok Jonru. Organisasi sekelas NU saja dapat menjadi sasaran fitnah, dan dituding menerima uang mencapai angka miliaran, hingga pengguna jejaring sosial level polos menelan mentah-mentah dan ikut menyebarkan bahwa organisasi didirikan ulama-ulama negeri ini sudah tak bersih dari korupsi, dan mereka bisa dibeli. Dengan fitnah ini, mereka yang selama ini tersandung dengan "jalan tengah" dianut NU, merasa menemukan tangan cekatan yang mengayun di tuts-tuts keyboard laptop dan berbagai gadget untuk meremukkan citra salah satu organisasi Islam terbesar Indonesia itu.

Betapa cerdas seorang Jonru, hanya dengan sederet huruf yang ada di keyboard gawainya, ia bisa menghantam siapa saja. Pendukungnya pun tetap mendapatkan "citra" sebagai pembela agama, terlebih karena Jonru pun cukup dermawan dan rajin mencari sumbangan ke sana sini untuk menolong agama. 

Toh, selama ini hanya Jonru sajalah pembela agama yang sesungguhnya. Kyai Quraish Shihab tak bisalah disebut bela agama, karena beliau terlalu sibuk dengan ilmu tafsirnya, terlalu sibuk dengan pikiran religius yang mengajak kedamaian saja; tanpa ajakan penuh tantangan untuk perang dan permusuhan yang lebih gregetseperti diajarkan Jonru. Kyai Aqil pun terlalu sibuk mengajak menghormati pemeluk agama manapun tanpa kecuali, bagaimana bisa disebut membela agama? 

Kurang manfaat apa coba dari sosok Jonru itu? Jika dikatakan Saracen punya pabrik hoaks dan fitnah, Jonru juga punya itu. Ia bahkan melakukan perekrutan untuk "pabrik" yang dia namakan Jonru Media Center yang bahkan sudah membuka kerja sama dengan negara-negara tetangga. Luar biasa bukan?

Juga, bagaimana tidak bermanfaat jika dengan fitnah ada banyak tokoh politik yang terbantu mendapatkan jalan lebih lebar memuluskan langkah-langkah untuk misinya. Makin mulus makin berpotensi membawa fulus, kok. Secara yang mulus memang selalu menuntut fulus. Soal orang lain mulas, itu masalah "para haters" saja. Politikus adalah gudang yang dapat menghasilkan fulus, karena mereka sebagian memang lebih lihai mengendus.

Tak perlu bicara misi bangsa, sih, sebab politikus tak melulu harus diidentikkan dengan bangsa, sebab mereka tak sedikit yang memang menjadikan politik sebagai kendaraan sebenar-benar kendaraan, untuk mengantarkan mereka ke impian pribadi hingga membantu anak istri bisa keliling berbagai negara lagi. 

Bukan rahasia, jika menjadi politikus itu, jika Anda membawa niat terlalu mulus justru bisa mengancam Anda menderita mulas-mulas. Bagaimana tidak, jika Anda lurus-lurus saja, akan ditumbuk habis-habisan oleh kalangan yang gemar berbelok-belok meniru Valentino Rossi hingga Marco Simoncelli.

Juga bukan rahasia jika dengan mendapatkan tempat di dunia politik, maka dunia pun milik Anda. Jika para playboydebutan masih terpaku dengan lamunan dunia milik berdua seraya membayangkan anak tetangga, para politikus itu betul-betul merasa bahwa dunia itu milik embah-nya mereka. Di depan media, mereka tampil seolah membela rakyat, tampil di tengah masyarakat berdemo, turut berkeringat di bawah matahari, lalu memproklamirkan sebagai pembela rakyat. 

Padahal, kehadiran mereka di tengah pendemo pun tak lebih lantaran merasa bahwa itu adalah jembatan mereka, selaras dengan strategi politik mereka. Bukankah musuhnya musuh kita adalah sahabat? Kira-kira begitulah.

Jadi, Anda pun jangan heran jika melihat Jonru bisa berfoto dengan mantan calon presiden hingga Rocky Gerung dengan wajah begitu semringah. Sebab, tak ada yang betul-betul bisa dekat jika memang tak ada chemistryyang dapat menjadi perekat. Jadi, Anda tak perlu iri apalagi benci, karena benci bisa menjadi cinta--nah, Anda para gadis silakan bayangkan sejenak jatuh cinta kepada tokoh bernama Jonru.

Jika Anda berdalih bahwa Jonru tetap pantas dibenci dan dicacimaki, jangan, sekali lagi jangan. Jangan, karena kebencian Anda hanya merisaukan Anda sendiri, dan membuat kepala dan hati Anda keruh (sampai di sini, saya sudah mirip pakar politik sekelas Rocky Gerung?). 

Saya saja mendoakan Jonru mendapatkan hidayah, karena dia dan orang-orang partainya paling rajin mendoakan, "Semoga Anda mendapatkan hidayah," terutama jika mereka sudah terdesak saat harus berdiskusi hingga berdebat. Bukankah saling mendoakan, terutama berdoa mendapatkan hidayah adalah doa sangat baik? Walaupun, jujur sih, jika saya berdoa mendapatkan hidayah ke diri sendiri, maka saya berharap hidayah itu tidaklah serupa dengan "hidayah" yang telah didapatkan Jonru sejauh ini.

Kenapa? Sebab belum ada petunjuk jelas, apakah betul Jonru anti fitnah dan anti hoaks? Jika memang sudah ada petunjuk dan bukti ia bukanlah tokoh fitnah di era jejaring sosial ini, ehem, saya juga tetap tak ingin menjadi Jonru. Sebab, kata istri saya sih, saya jauh lebih tampan dari Jonru. Nah!*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun