Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Raline Shah, Najwa, dan Media Beraroma Pria

11 Agustus 2017   06:51 Diperbarui: 11 Agustus 2017   19:15 2382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karena perempuan juga bertarung dengan kekuatan untuk menapaki mimpi dan berbagi - Foto: Dok. Raline Shah

Itu yang bikin saya melamun tiap kali membaca berbagai spekulasi tentang Najwa dengan "Mata"-nya, dan Raline dengan maskapainya. Betapa kita yang bicara Najwa cenderung mengandalkan satu mata, dan bicara Raline dengan kesimpulan jauh lebih cepat dari sekian pesawat boeing di perusahaan yang mengangkatnya.

Lalu, apa perlunya saya menyitir hingga ke kalimat Chomsky? Nah ini yang agak serius. Sebab dari sekian kalimat Chomsky itu masih bertalian lagi dengan pernyataannya yang lain, "Integritas dan kejujuran profesional tak jarang justru  terkontaminasi oleh berbagai misi yang tak cukup kuat untuk mereka hindari."

Uhm, saya kecewa jika kutipan kalimat itu justru bikin Anda makin meraba-raba. Cukup saya saja yang melakukan itu, duh.

Sekali lagi tunggu, sebab bicara Najwa dan Raline tak bisa lepas dari seputar layar kaca; media yang bisa membuat Anda berpikir dan melamun secara bergantian dengan sangat cepat.

Jika mengutip Chomsky lagi. Di tengah semua kabar, di tengah segala rumor, lebih baik melihat dunia televisi secara apa adanya. "TV hanyalah bagian dari budaya pemasaran," kata pemikir yang acap disebut pemberontak itu. "TV ada bukan untuk memberdayakan Anda atau dapat melakukan sesuatu untuk memperbaiki kehidupan Anda."

Skeptis terasa lebih baik daripada menambah jumlah penyebar gosip. Tak kalah baik juga jika kita melihat secara positif saja, jika sekian rumor tentang Najwa dan sekian kabar angin tentang Raline, masih bisa digantikan dengan "lamunan"--boleh dibaca sebagai sudut pandang--lebih baik; bahwa mereka adalah perempuan yang tidak sekadar berangkat dari sekadar kesadaran bahwa mereka cantik. Mereka adalah perempuan yang menapak di tangga demi tangga impian sendiri-sendiri dengan kaki yang lembut tapi kokoh.

Meski mereka perempuan, tapi mereka juga bertarung. Mereka tetap memainkan "pedang" masing-masing. Para perempuan ini tetap terlihat berusaha dapat melakukan sesuatu yang berarti.

Najwa nyaris dapat dipastikan tak hanya bergerak dan berbuat untuk sekadar uang atau ketenaran. Dia sudah cukup memiliki itu. Atau, Raline yang relatif lebih muda, juga nyaris bisa dipastikan tak melulu mengejar sekadar pengakuan. Mereka masih sering melakukan secara diam-diam, bahwa ada rintihan yang ingin mereka hentikan; ketidakberdayaan hingga kebodohan. Lewat "pengejaran" yang mereka lakukan, di situlah mereka sedang berusaha membawa solusi; negeri ini butuh inspirasi.

Sayang sekali kita lelaki jika mereka kalangan perempuan makin kencang berlari dan masih sempat berbagi, sementara kita sibuk berspekulasi yang terhenti hanya pada basa-basi.*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun