Sebenarnya di tengah riuhnya kabar Najwa Shihab yang mundur dari Metro TV dan "tutup usia"-nya Mata Najwa ada kabar lain yang membuat banyak mata pria menyala; Raline Shah. Tapi ini bukan sedang ingin membandingkan Najwa dan Raline. Saya cuma ingin bicara tentang wanita selalu memikat di tengah merebaknya berbagai berita.
Wanita mampu membuat pria meraba-raba--semoga Anda tak membayangkan yang tidak-tidak lantaran kalimat ini. Terbukti, hanya karena keputusan Najwa terkait kariernya, terutama karena salah satu acaranya pun menyusulnya (baca: berhenti), banyak orang lantas meraba-raba.
Selayaknya meraba, maka yang didapatkan tentu saja apa yang terasa. Sementara, rabaan dan apa yang terasa bisa saja mengecoh. Sebab yang sedang dilakukan itu cenderung tak lagi melibatkan semua indra, sehingga apa yang terasa bahkan tak benar-benar dipahami oleh indra perasa (lidah). Beda halnya jika dalam meraba melibatkan semua indra--ini dapat melebar ke mana-mana.
Sebelum Anda melamun soal raba-meraba, saya kutip saja apa kata Noam Chomsky terkait media (karena bicara Najwa tak lepas dari dunia media). Chomsky pernah berujar bahwa media, entah ia di posisi sebagai media liberal atau konservatif, maka di sana tetap saja tak bisa lepas dari korporasi, terutama media-media arus utama.
Selayaknya korporasi, yang mereka--perusahaan media--lakukan takkan jauh-jauh dari menjual produk ke pasar. Pasar mereka, ya, para pengiklan. Produknya adalah audiens mereka sendiri. Setidaknya begitulah Chomsky memetakan secara kasar yang saya bahasakan lagi dengan bahasa yang mungkin terasa makin kasar.
Chomsky juga menyebut bahwa di tengah para elite media, menjadi bagian mereka dalam merancang apa saja yang ingin mereka sasar. Di sini, mereka akan berusaha agar apa yang dilakukan dapat menjadi semacam refleksi dari kepentingan hingga nilai yang dipegang para penjual, pembeli, dan produk itu sendiri.
Lalu, korelasi dengan Najwa? Tunggu dulu, dari tadi saya belum menyentuh satu lagi, Raline.
Nah, Raline ini menarik. Dia cantik, benar. Dia memiliki pesona sangat kuat, juga sangat benar. Dia entertainer, selebritas, konon memiliki intelektualitas, juga tak perlu disangsikan. Tapi kemudian dia dipercayakan dengan sebuah jabatan terbilang sangat prestisius di perusahaan sekelas Air-Asia? Di sinilah kita banyak terjebak lagi dalam meraba-raba.
Kita cenderung memilih sok tau bahwa adanya skandal ini dan skandal itu, ada "pertaruhan" ini dan itu. Ketika mencari suatu referensi, alih-alih membantu pikiran dapat berpikir secara berimbang, justru hanya ditujukan untuk membuat anggapan kita itu terlihat benar--meskipun statusnya tetap saja meraba-raba. Sekali lagi, terlihat benar, bukan untuk membawa kita pada kebenaran yang sebenarnya.
Apalagi banyak dari pembuat kesimpulan, memang bukan mereka yang betul-betul dekat dengan Najwa ataupun Raline, boro-boro berbicara dari hati ke hati. Sebab, iya, jika dekat dengan mereka, tak banyak lelaki mampu menjaga hati.
Lalu saya ingin bicara apa juga sebenarnya? Ya bicara tentang kita. Tentang kecenderungan untuk terburu-buru, atau kecenderungan hanya membaca judul di sampul suatu buku lalu merasa sudah mengetahui keseluruhan isi buku.