Walaupun, menurut cerita Yola lagi, terkadang ada juga respons buruk dari lingkungan ketika mereka melihat kondisi anaknya.
Misal saja, pernah saat ia menaiki angkutan umum, ada ibu-ibu hamil yang melihat ke arah putrinya. Tapi mulutnya komat-kamit seraya mengusap perutnya sendiri. Gerak mulutnya memperlihatkan ibu tersebut tak menginginkan anaknya mengalami kondisi seperti terjadi pada Odil.
Sebagai ibu, Yola memang terpukul melihat reaksi begitu di depan matanya. "Tapi saya memilih menjelaskan secara baik-baik. Bahwa kondisi yang dialami anak saya ini bukanlah sesuatu yang menular. Ini bukan sesuatu yang harus ditakuti begitu rupa," Yola bercerita tentang pengalamannya.
Menurut Yola yang kini menjadi pengurus Indonesia Rare Disorders, umumnya masyarakat memang cenderung kurang memahami bagaimana berempati kepada anak-anak, termasuk yang mengalami kondisi seperti putrinya.
"Tak jarang, sengaja tak sengaja, mereka menyakiti orang tua dan anak yang mengalami kondisi itu," kata Yola. Maka itulah dia merasa tergerak untuk membantu mengenalkan dan mengampanyekan persoalan Rare Disorder agar publik lebih mengenal kondisi tersebut, selain juga membangun solidaritas di kalangan orang tua yang memiliki anak dengan masalah tersebut.
Perasaan terpanggil untuk bergerak lewat organisasi Indonesia Rare Disorders itu pun tak lepas dari fakta yang ditemuinya sepanjang melihat situasi di lingkungan orang tua yang mengalami masalah serupa. Bahkan ada kasus, seorang ibu rela memilih bercerai hanya agar tak lagi harus melihat anaknya yang mengalami kondisi keterhambatan dalam perkembangan fisik tersebut.
Bahkan dalam sejarah penderita Treacher Collin Syndrome, terdapat kisah yang pernah jadi sorotan media dunia yang menimpa bocah bernama Jono Lancaster, yang bahkan dibuang oleh orang tuanya sendiri. Beruntung, ia ditemukan oleh Jean Lancaster yang kemudian mengadopsinya.
Sementara Yola sendiri yang memiliki anak dengan kondisi mirip Lancaster juga melihat kesulitan menerima kondisi itu seperti terjadi pasangan yang memilih bercerai, tak lepas dari tekanan di sekeliling, sehingga memilih untuk mengeraskan hati, memilih tega, hingga meninggalkan anak yang mereka lahirkan sendiri.
"Lingkungan terkadang menghakimi orang tua yang mendapatkan anak dengan kondisi seperti ini karena mereka punya dosa masa lalu hingga kutukan," Yola menyayangkan hal itu. "Sudut pandang itulah yang terkadang membuat orang tua lebih memilih tunduk pada pandangan masyarakat, dan melupakan nuraninya."
Maka itu ibunda Odil tersebut mengajak agar tak perlu bersikap diskriminatif terhadap anak yang mengalami nasib seperti putrinya. Sebab, mereka tetap saja manusia yang memiliki perasaan dan bisa sedih atau terpukul ketika lingkungan justru menunjukkan penolakan atas keberadaan mereka.