Menurut Remy lagi, kecenderungan itu tidak sehat jika dikaitkan dengan keutuhan negara ini. "Bahkan sudut pandang begitu dapat dikatakan sebagai kebodohan--memilah lalu membenci hanya karena klasifikasi pribumi dan nonpribumi," Remy menggugat. "Juga tudingan yang mengafirkan orang lain, (terlepas ada di agama tertentu) tapi itu justru dijadikan cara untuk merendahkan dan menghina sesama kita sendiri."
Remy juga berkisah, jika dirinya terbilang minoritas, dan bahkan berasal dari daerah terpencil. Ada ekspresi kemasygulan diperlihatkannya saat bicara minoritas.
"Ya kalau bicara minoritas, saya sendiri pun minoritas. Sebab saya bahkan berasal dari kawasan terbilang terpencil, Minahasa," katanya lagi, seraya menunjukkan harapannya agar tak ada lagi sekat-sekat yang dibangun tapi justru rentan membuat negeri ini terpecah.
Sejatinya, apa yang disampaikannya dalam diskusi yang diadakan produk minuman Teh Javana (Wings Food) tersebut memang bukan hal baru, setidaknya bagi pembaca buku-bukunya. Ia menyuarakan bagaimana berpikir dan bersikap adil, sebagai manusia, sebagai entitas yang hidup dalam keberagaman yang memang tak dapat ditampik.
Kalaupun ada yang terbilang baru adalah sindirannya terkait penghargaan masyarakat atas karya sastra. Penghargaan dalam arti kesediaan masyarakat untuk melihat sebuah karya sebagai sesuatu yang pantas dibeli dengan harga sepadan.
"Sekarang, buku seharga 150 ribu, sekian bulan belum tentu ada habis terjual," kata peraih Satya Lencana Kebudayaan tersebut. "Beda dengan mobil merek terbaru, tak perlu menunggu lama, jumlah pembelinya membludak meski harganya jauh lebih tinggi dari buku."
Padahal, menurutnya, buku-buku itulah yang mengakrabkan masyarakat dengan bahasa Indonesia, hingga kemudian lebih merasakan identitas sebagai orang Indonesia.
"Dengan bahasa Indonesia, maka yang dari daerah manapun, Aceh, Ambon, Papua, dapat saling terhubung, berkomunikasi," Remy mengingatkan. "Dari sanalah kita makin kuat terikat, menyatu. Jadi bahasa pun menjadi sebuah hal yang sangat menentukan dalam menciptakan persatuan. Kerancuan dalam berbahasa, bisa berakibat jauh."
![Suasana saat diskusi berlangsung - Gbr: Zulfikar Akbar](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/06/01/remy-2-592fc3f650f9fdf04aa9b7f0.jpg?t=o&v=555)
Lebih dari dua jam berada di salah satu ruangan Gedung Arsip Nasional, terasa singkat. Sejatinya, masih banyak hal, isi pikiran, sosok Remy yang masih dapat digali.
Tapi pihak Teh Javana yang menjadi penyelenggara acara pun harus memberikan porsi untuk beberapa kegiatan lain. Suguhan tarian tradisional Indonesia dilengkapi nyanyian lagu-lagu nasional pun menjadi bagian acara ini.Â