Memang ada buku-buku yang buruk, yang mungkin hanya melempar pembacanya ke dalam cara berpikir buruk. Tapi itu tak benar-benar buruk, selama pecinta buku tak berhenti membaca.
Di masa lalu, saya sendiri menjadi bagian pembaca dongeng anak-anak yang bercerita tentang peri, ksatria gagah berkuda, hingga para tukang sihir yang bisa mengubah segalanya hanya dengan sepotong tongkat.Â
Sebagian besar para pecinta buku mengalami itu.
Tapi, buku-buku dongeng pun adalah jembatan bagi mereka para pecinta buku, menuju dunia sebenarnya dan memotivasi mereka sehingga hal-hal yang dulu hanya terasa sebagai dongeng justru sebenarnya bisa dikejar dan memang ada. Ya, setelah buku demi buku mereka lahap, mereka menjadi ksatria karena di masa dewasa berubah jadi figur yang tergerak untuk menebar kebaikan meski tak berkuda; menjadi penyihir karena masalah yang mustahil di mata banyak orang menjadi mungkin di tangan mereka.
Â
Jadi, buku bukan sekadar kertas. Kecintaan kepada buku bukanlah "cinta buta" yang membutakan, tapi inilah cinta yang menjernihkan penglihatan dan pikiran. Lewat lembaran kertas buku itulah, yang putus asa menemukan harapannya, yang lemah menemukan kekuatannya, dan yang bodoh menyadari kebodohannya.
Â
Kesadaran. Ya, sering kali kepuasan seorang pecinta buku tak melulu karen mereka terlihat cerdas, tapi karena mereka jadi tersadar dengan kebodohannya. Itulah yang sering kali membantu menggerakkan mereka sendiri keluar dari kebodohan itu, dan membantu yang lain berdasarkan pengalamannya. Jadi, mari jatuh cinta, kepada buku.*
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI