Jika badan terpenjara, namun pikiran tetap merdeka, semangat untuk hidup akan tetap nyala. Sebab mereka tersadarkan, bahwa dengan pikiran mereka yang tak terpenjara maka mereka bisa membantu banyak orang di luar penjara--entah mereka sendiri tetap terpenjara ataukah tidak.
Memang, tanggal 23 April itu sendiri tak lekat dengan tokoh di negeri kita sendiri secara langsung. Bahkan Hari Buku Dunia itu sendiri baru ditetapkan oleh Badan PBB, Unesco, pada 1995.
Pun, alasan penetapan tanggal 23 itu juga lebih lekat dengan Eropa. Sebab pada tahun 1923 pernah ada salah satu toko buku di Spanyol yang memilihnya sebagai Hari Buku, jauh sebelum PBB mengesahkannya.
Juga, adanya tanggal itu juga tidak lepas dari tokoh di dunia kepenulisan Spanyol, Vicente Clavel Andres. Ia mengagas itu hanya dorongan ingin menghormati seorang penulis dikaguminya, Miguel de Cervantes yang kebetulan memang manggat di tanggal itu.
Jadi, ada keterkaitan Hari Buku dengan hari kematian. Tapi, di sisi lain, asa para pecinta buku dari Hari Buku itu adalah justru agar pikiran manusia tetap nyala, bahkan ketika mereka mati pun pikirannya tetap hidup.
Toh, selama ini terbukti, dari Leo Tolstoy, Friederich Nietzsche, Leo Strauss, Jacques Derrida, hingga Pram, Rendra, Romo Mangun, Abdurrahman Wahid, Nucholish Madjid, adalah sebagian dari pemikir dunia yang memang telah menemui kematian secara usia yang memang terbatas. Tapi, lihat, bagaimana pikiran-pikiran mereka tetap hidup, dihidupkan, dan menghidupkan.
Saat tanah mungkin telah memamah hancur tubuh mereka di dalam kubur, pikiran mereka tak pernah luntur. Bahkan menancap di banyak pikiran jutaan orang yang masih hidup.
Di situlah buku bekerja. Di sanalah buku menunjukkan, seberapa besar ia punya tenaga.
Ya, peringatan Hari Buku ini ada kedekatan dengan kematian. Konon, sastrawan legendaris William Shakespeare pun mati pada 23 April. Tapi, kematian itu bukanlah sebuah hal menakutkan. Yang perlu ditakutkan itu jika pikiran justru mati, hanya mengikuti yang telah didiktekan dan telah didoktrin, tanpa upaya mencerna kembali.
Sering kali, kehancuran dunia justru karena transfer pemikiran dengan sedikit pilihan. Dari sana, baku hantam hingga perang pun lahir. Berbeda ketika pemikiran makin kaya, pilihan makin banyak, dan setiap menghadapi kesulitan pun masih dapat menemukan jalan keluar terbaik.
Hari Buku memang punya hubungan dengan cerita kematian. Tapi, sekali lagi, lewat bukulah telah banyak manusia akhirnya tiba di titik abadi, lantaran mampu meninggalkan pemikiran yang dijadikan acuan miliaran pikiran lainnya.