Tapi kekecewaan itu juga yang ditakuti Cikeas. Sebab, dengan posisi Antasari sebelum "dikubur" dalam penjara, ia terbilang paling tahu peta permainan mereka yang menjadikan kekuasaan sebagai jembatan mengeruk uang negara.
Masih ingat George Aditjondro? Betapa selama ini upaya penelusuran sengkarut di seputar lingkaran Cikeas yang direkam dalam buku bertajuk "Gurita Cikeas" oleh peneliti tersebut, seperti memukul angin. Tak ada tindak lanjut, dan buku itu disetarakan dengan buku stensilan.
Padahal, jika melihat objektif lagi, sekelas Aditjondro nyaris mustahil membuang waktunya sebagai intelektual dan peneliti hanya untuk membuat buku yang asal-asalan.
Yang jelas, buku yang pernah dirilis Aditjondro dan keberadaan Antasari yang kembali menemukan kebebasannya, akan semakin melengkapi kegelisahan SBY yang selama ini hanya dapat diadukannya di jejaring sosial.
Di sisi lain, dua hal itu juga--petunjuk Aditjondro dan sosok Antasari--bisa menjadi amunisi bagi rezim saat ini. Bukan untuk senjata perang saling melibas karena perbedaan jalan politik, tapi untuk menunjukkan bahwa pemerintahan terkini memang serius menegakkan hukum.
Di sini, Antasari saya yakini akan menghibahkan dirinya untuk membantu. Tanpa dendam, hanya keinginan membantu negaranya, memberangus penjahat yang kerap mengenakan topeng nabi di tengah kerumunan orang-orang suci.*
(Note: artikel ini juga tayang di blog pribadi: www.tularin.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H