Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Anies Menelanjangi Diri di Panggung Debat Pilkada DKI

28 Januari 2017   16:22 Diperbarui: 29 Januari 2017   19:09 36658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi di situlah bumerang Anies. 

Efek dari keteledoran yang dipamerkan dengan pongah, publik DKI dan media pun menguliti kinerja-kinerjanya sebagai menteri, yang seyogianya menjadi bekalnya jadi gubernur. Tak ada yang membanggakan, dan nyaris tak ada yang baru. 

Lalu, bagaimana Anies merasa berhak untuk merendahkan kinerja lawan politiknya, terutama petahana, jika dia sendiri melempem dan nyaris nol prestasi sebagai menteri? 

Tapi, ya itu memang takkan membuat dirinya dijauhi calon pemilihnya. Terlebih selama ini dia terbilang aman karena dia menganut agama mayoritas, ditopang lagi oleh partai kuat meski jadi pecundang saat Pemilihan Presiden lalu, dan dia sendiri diuntungkan isu diembuskan ormas-ormas yang menggemari arak-arakan ala pengantin yang lengkap dengan Topeng Monyet. 

Apalagi, Anies pun selama isu penistaan agama berkembang luas, terasa sangat jelas sikapnya. Dia tidak berusaha membantu publik melihat persoalan dengan jernih, setidaknya untuk kalangan pengikutnya agar tak ikut-ikutan, tapi justru diam dan merasa itu sebagai petaka bagi petahana yang kelak akan menguntungkannya. 

Di situlah keculasan seorang Anies kian menonjol. Branding dirinya sebagai pendidik tak lebih dari branding itu sendiri, hanya ada dalam teori, miskin dalam praktik. 

Pengetahuannya yang luas hanya berada di wilayah semu, wacana, namun miskin eksekusi. Wacana dimilikinya tidak terlihat hidup selayaknya wacana yang betul-betul terealisasi dan dapat ditunjuk oleh masyarakat awam sekali pun. 

Sederhana, lakukan saja survei, apa yang sudah dilakukan Anies sepanjang jadi menteri dan paling membuat rakyat terkenang? Mereka mungkin hanya bisa mengingat apa yang sudah dikatakannya, bukan yang sudah dilakukannya.

Fenomena lain yang juga terpampang dari debat kemarin yang terbilang paling konyol diperlihatkan seorang bekas menteri adalah adegannya dengan Sylviana Murni. Bagaimana bisa, di saat dia harus mendengar untuk memberikan jawaban, Anies justru asyik sendiri, dan setelah waktu habis justru melakukan cara curang, merampok waktu yang tak lagi dijatahkan. 

Itu mencerminkan perilaku sangat buruk dari calon pemimpin. Satu pertanyaan yang disampaikan di depannya, dengan pengeras suara, dan di panggung yang terbilang tenang, ia gagal mendengar. Bagaimana dia bisa berani menjanjikan akan mendengar aspirasi rakyat DKI, terutama masyarakat miskin yang boro-boro bisa bicara selugas Sylvi, justru lebih banyak cuma bisa bicara terbata-bata. 

Jelas, rakyat kecil itu tak punya kelihaian mengatur kata-kata, atau menunjuk-nunjuk data sebrilian pesaing Anies saat Pilgub. Mereka kelak akan bicara dengan bahasa rakyat, bahasa yang tidak seteratur rival politiknya. Apakah Anies kelak mampu mendengar mereka, rakyat yang lebih banyak tertutup keberadaannya oleh gedung-gedung tinggi dan tembok-tembok yang memagari kota ini? Saya sangsi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun