Itu yang membuat para pengguna pun banyak ngacir ke Multiply, Blogspot, Wordpress. Itupun Multiply belakangan juga "bungkus barang" dan hilang dari peredaran. Blogspot dan Wordpress terbilang masih kuat hingga kini. Tapi di dua tempat tersebut pun, ada hal yang kurang; untuk mampu menciptakannya menjadi rumah yang nyaman, dan leluasa berinteraksi, butuh tenaga lebih ekstra.
Banyak, memang, yang lewat Blogspot saja atau Wordpress saja, mendapatkan berbagai hal yang menjadi impian mereka; entah karier, mengasah kemampuan menulis, atau lain-lainnya. Tapi di sana, setidaknya berdasarkan beberapa testimoni teman-teman saya, tak jauh dari cerita Yahoo 360. Di sana ada rumah sangat besar dan lagi-lagi berkelas dunia, tapi bisa menjadi sepi.
Media ini "terlalu Indonesia", setidaknya itulah kesan sekilas yang mencuat, terutama karena memang sebagian besar penulis di sini adalah orang-orang Indonesia sendiri. Tapi juga tidak berlebihan jika disebut sebagai situs Citizen Journalism yang mendunia.Â
Mendunia itu tentu saja tak selalu harus mensyaratkan bahwa penulis di sini harus ada dari India hingga Ethiopia, atau dari Merauke sampai dengan Zimbabwe. Melainkan karena orang-orang Indonesia yang ada di media ini pun berada di berbagai negara.
Lihat bagaimana Gaganawati Stegman (Gana) bisa mengawinkan ke-Indonesia-an dengan budaya Jerman, hingga ia menuliskan beberapa buku. Dia bisa membawa manfaat untuk Jerman yang kini menjadi negara tempat ia tinggal, dan Indonesia yang masih jadi tanah airnya. Ia mengenalkan tarian-tarian Indonesia di Jerman, dan dia dapat bercerita atas apa yang dilakukannya di sana tanpa menanggalkan atau meninggalkan ke-Indonesia-an yang menjadi rohnya.
Lewat Kompasiana, Gaganawati berusaha menyampaikan berbagai pengamatannya di Jerman, dengan jumlah artikel yang telah melampaui 1.000 di media ini. Sementara pembacanya secara total melampaui 1 juta, tentunya bukan angka sederhana.
Gana yang baru bergabung 30 April 2011 di Kompasiana, bahkan menyalip saya sendiri yang telah menulis di sini sejak 2009. Pasalnya, saya baru menulis 800-an artikel, jauh di bawah dirinya.
Mirip dengan Gana, Gitanyali Ratitia, menjadi perempuan Indonesia lainnya yang menumpahkan gairah ke-Indonesia-annya di Kompasiana. Penggemar musik Jazz dan pengagum Marylin Monroe ini memang telah malang melintang di berbagai negara luar, dari Singapura hingga Jerman. Kompasiana bagi Gita menjadi saluran penting untuk tetap mendekatkannya dengan Indonesia.Â
Di luar negeri, dia pun tak tinggal diam untuk mengenalkan budaya yang dimiliki negeri asalnya. Di Jerman, dia bahkan membuat tempat SPA yang lagi-lagi dikreasikannya agar tetap bernuansa Indonesia, dan diberi nama Java SPA. Dia pun memiliki pengaruh lewat organisasi Jaringan Pendamping Kebijakan Pemerintah, dan dirinya menjadi ketua di organisasi tersebut, di Eropa.