Berada di acara yang berhubungan dengan busana benar-benar membawa saya terasa berada di dunia lain. Itulah yang saya rasakan saat menghadiri acara berlabel All New Sienta Pop Up Play Ground: Unlock Your Weekend Fashion Bazaar, Sabtu (3/12).
Ya, itu pengakuan jujur saya sebagai laki-laki yang sehari-hari hanya gemar mengenakan kaos, terbilang buta dunia fashion, dan gagap dengan perkembangan model pakaian.
Bagaimana tidak, sebagai kuli media, sehari-hari saya hanya mengandalkan kaos yang seringnya berwarna monoton; gelap. Ya, warna hitam masih menjadi warna favorit dari zaman dahulu kala hingga kini—wahbahasa saya agak beraroma buku dongeng tempo dulu.
Padahal saya tahu sih,kegemaran saya pada warna hitam itu tak membantu saya untuk mencegah uban tumbuh kian banyak. Tapi, begitulah adanya. Saking gemar warna hitam, setelah di pekan sebelumnya di Bekasi (juga acara All New Sienta) saya mengenakan kaos warna hitam, menjelang ke acara di Alam Sutra, Tangerang pun hampir saja saya kenakan kaos berwarna itu lagi.
Jika itu terjadi, tentu saja “aib” saya yang monoton dalam pilihan warna dan buta dunia fashion akan sangat terlihat. Jadi, aib itu agak saya tutupilah, karena sebelum berangkat sempat berkonsultasi lebih dulu dengan konsultan fashion yang saya rekrut lewat surat nikah. Eh, maksudnya, bertanya ke istri saya.
Jadi, istrilah yang berperan memberi saran, terlebih ini akan nongol ke acara beraroma fashion, untuk saya mendapatkan ide pakaian apa yang layak saya kenakan. Walaupun lagi-lagi tetap saja hanya kaos, agak berbeda sedikit hanya karena berkerah.
Sumpah. Pilihan itu keluar dari kebiasaan saya sehari-hari yang gemar dengan kaos polos, untuk meyakinkan dunia bahwa saya ini pria yang masih polos, duh! –adakah isi dunia yang percaya ini?
Tapi memang, sekali lagi, begitulah adanya.
Jadi, saya berangkatlah ke lokasi acara, dengan titik kumpul di Bentara Budaya Jakarta. Terlihat, memang lebih banyak peserta dari kalangan kompasianerperempuan, dan hampir saja saya ingin meniru Ivan Gunawan yang menjadi desainer pakaian itu. Coba Anda bayangkan jika saya meniru Ivan dan terus berlanjut dengan gayanya, siapa yang akan bertanggung jawab atas komplain istri saya nantinya? Lho.
Lagi, begitulah adanya. Sedikitnya, karena alasan itu juga saya memilih duduk saja dengan teman senior, Mochamad Syafei, guru SMP 135 Jakarta.
Beliau guru, sedangkan saya hanya mantan mahasiswa fakultas keguruan yang memilih jalan berbeda—memilih bekerja di dunia media. Tapi di situlah obrolan kami berlangsung sepanjang jalan kenangan (meniru bahasa sebuah lagu lama).
Tapi di balik segala obrolan saya dengan beliau, saya pun mengakui, sahabat saya ini memiliki selera fashion lebih baik dibandingkan saya. Jadi, sepanjang obrolan itu berlangsung saja, saya berkali-kali merutuki diri sendiri, kokya saya awam sekali dunia satu itu.
Tiba di lokasi acara, saya sempat mengintip-ngintip berbagai booth yang ada di sana, dari yang memamerkan pakaian terkini wanita, hingga pakaian anak-anak.
Tak hanya itu, saya juga berusaha menyimak keramaian, yang memang diramaikan dengan berbagai gaya berpakaian. Tak ada tempat bertanya, apalagi tempat mengadu (apa lagi ini?). Jadilah saya hanya memelototi baju demi baju yang ada di sana.
Jadi, yang saya simak saja proses para model menikmati cat-walk yang membuat mata saya seperti kucing melihat mereka lenggak-lenggok.
Dery, menjadi salah satu awak marketing yang kenyang asam garam penjualan mobil, menjadi lawan obrolan yang asik juga. Dia dapat bercerita banyak tentang bagaimana satu tipe mobil yang masuk kategori “pendatang baru” harus berebut pasar dengan mobil-mobil yang telah dikenal lama dan bahkan memiliki penggemar terbilang militan.
“Sienta menghadapi situasi yang tak jauh berbeda dibandingkan mobil-mobil lain yang pernah diproduksi oleh Toyota,” dia bercerita, persis di pintu masuk lokasi acara. “Kami melakukan promosi, kami bersaing dengan produk-produk kompetitor, dan kami berusaha mencari pasar tersendiri.”
Menurutnya lagi, di awal kemunculan sebuah produk mobil, salah satu tantangannya adalah mencari cara untuk mendapatkan pasar tersendiri. “Sebab di luar mobil yang menjadi produk kami, kompetitor pun lebih dulu mengeluarkan mobil yang lebih kurang memiliki kemiripan,” dia menambahkan.
Namun dia optimistis bahwa kerja keras pihaknya takkan sia-sia. Salah satu alasan sekaligus motivasinya dari tim penjualan adalah fakta bahwa produk-produk lain yang pernah diluncurkan Toyota sebelumnya juga sukses meski pihaknya harus bekerja ekstra keras.
Dia mencontohkan dengan keberadaan Fortuner, yang di masa lalu sempat pula bertarung dengan kompetitor, namun akhirnya tetap saja mendapatkan pasar tersendiri. “Sebab selera pasar itu menarik, mereka tak selalu menyoalkan seputar harga, melainkan lebih ke sisi mana yang paling selaras dengan selera mereka,” Dery menambahkan.
Lalu langkah apa dilakukan pihak Toyota dan dealer untuk produk terkini? “Ya, selain membaca kondisi pasar, ada riset dilakukan, kami pun tak berhenti untuk mengenalkan apa saja yang berbeda dari produk kami dibandingkan produk kompetitor,” tim marketing yang bertugas di PT Toyota Astra Motor cabang Bintaro itu, melanjutkan.
Menurut dia, berbicara upaya mencari peminat pun tak selalu harus “menjual kecap”. Intinya, kata dia, tak perlu harus selalu menonjolkan apa yang menjadi kelebihan produk pihaknya, melainkan apa yang berbeda dibandingkan miliki kompetitor.
Dia beralasan bahwa di antara keunikan konsumen otomotif, gandrung pada sesuatu yang beda, dan bisa menunjukkan sesuatu yang lain meskipun dalam satu-dua hal ada kemiripan. Di antaranya, dalam hal warna dan desain, Sienta memiliki karakter dan ciri khas yang kental berbeda dibandingkan produk dimiliki kompetitor.
“Bahkan di Jepang sendiri, dalam hal warna ini jauh lebih banyak, dan bahkan mirip stabilo,” ucap Dery seraya terkekeh, menggambarkan bagaimana awalnya Sienta menjadikan sisi pewarnaan sebagai bagian serius untuk mencuri perhatian calon pembeli.
Keunggulan lain dimiliki Sienta juga terdapat pada pintu geser, terutama yang bertipe Q dapat dibua hanya dengan menggunakan remote. Dan, yang lain yang tak dimiliki pesaing mereka adalah Vehicle Stability Control alias pemandu keselamatan berkendara. Termasuk Hill-start Assist Control (HAC) seperti yang ada di Sienta tipe Q tak terdapat di produk sejenis yang ada di kompetitor mereka.
Ini (HAC) adalah fitur penting tentunya, karena berguna dalam mempertahankan daya pengereman sesaat terutama di jalan menanjak. Dengan ini Anda akan berkesempatan memindahkan kaki dari pedal rem ke pedal gas, tanpa harus terusik rasa cemas dengan kemungkinan mobil mundur sendiri.
Dengan fitur itu, tentu saja, bagi para pemula pun takkan kesulitan atau stress saat harus memindahkan kaki.
“Jadi, dengan ini (HAC), pengemudi wanita yang sering kali kesulitan antara melepas pedal rem ke pedal gas, akan lebih leluasa bergerak,” Dery membeberkan kelebihan Sienta.
Tak terlalu panjang saya berbicara dengan kru pemasaran Toyota ini. Pasalnya, keinginan untuk menelusuri seisi lokasi acara cukup membuat saya tergoda. Tapi, lebih jauh lagi, bisalah saya bercerita di kesempatan lain.
Terlebih memang ada banyak hal menarik saya temukan di lokasi acara itu, apalagi di sana ada Olivia Jensen hingga Sarwendah, yang juga mengaku jatuh cinta pada Sienta. Kenapa bukan kepada saya, ya? Hening.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H