Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Pesan Pram untuk Tere Liye

3 Maret 2016   00:07 Diperbarui: 3 Maret 2016   11:27 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pram tidak banyak menyebut atau menyitir ayat suci. Baginya yang dibutuhkan untuk benar-benar suci itu adalah akal, pikiran, dan hati. Hanya dengan itu saja maka bisa melahirkan sesuatu yang juga suci, walaupun manusia takkan memuja karya yang dilahirkannya setara kitab suci.

Pram memilih untuk menyucikan dirinya lewat penjara, lewat pukulan serdadu. Dia baru bisa benar-benar hidup selayaknya anak bangsa yang merdeka di usia tua atau menjelang ia diajak jalan-jalan oleh malaikat pencabut nyawa ke alam sana. Walaupun bagi lawan politiknya, ia dilihat tak ubahnya noda, yang harus dijauhkan.

Baginya, saya menulis dan membuka sejarah apa adanya, tak peduli ini kelak akan diganjar penghargaan atau penjara--mungkin itu juga yang membuatnya mendapatkan semuanya, ya penghargaan ya penjara.

Masa depan butuh referensi yang benar untuk bisa menciptakan rencana benar. Tak heran, Pram itu menjadi penggila kliping koran meski ia dipenjara. Itu sebagai ekspresi sederhananya untuk mengejar yang benar, membiasakan dirinya pada hal-hal yang benar.

Dia dituding PKI, dia dituding Komunis, persetan dengan semua tudingan. Baginya, entah penulis entah politisi, atau siapa saja, walaupun pernah mendapatkan tanda tangan Tuhan--terbayang penulis yang dikejar penggemar untuk tanda tangan-- tetap tidak berharga jika gagal mewariskan hal-hal benar.

Penulis, bagi Pram, yang diutarakan lewat banyak tulisan, adalah jembatan untuk pembacanya ke mana kelak mereka melangkah. Maka itu, Pram tak gemar buru-buru, maka itu ia berterima kasih pada Pulau Buru, yang membinanya untuk menjadi penulis yang sabar. Pram tak suka buru-buru, tapi apa yang sudah dilahirkannya masih terus diburu. Saya simpulkan saja begitu.

Maaf, rekan Darwis, saya mendudukkan Anda di bawah orang yang oleh sejarah dituduh sebagai PKI, sebuah partai politik pertama yang berani menunjukkan diri sebagai Indonesia. Tak masalah jika saya lantas Anda masukkan sebagai tipe rakyat dari "negeri para bedebah." Ini hanya demi sejarah.

* Twitter: @ZOELFICK

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun