Mohon tunggu...
Zulfikar Akbar
Zulfikar Akbar Mohon Tunggu... Jurnalis - Praktisi Media

Kompasianer of the Year 2017 | Wings Journalist Award 2018 | Instagram/Twitter: @zoelfick

Selanjutnya

Tutup

Politik

Saat Budi Anduk dan Fahri Hamzah Berhenti Melucu

11 Januari 2016   22:25 Diperbarui: 11 Januari 2016   22:25 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gbr: KOMPAS.com"][/caption]Budi Anduk meninggal dunia bisa dipastikan jauh lebih menyedihkan, dibandingkan kabar Fahri Hamzah harus pergi--dari jabatannya di ranah politik dan legislatif. Walaupun, iya, keduanya mampu membuat rakyat di negara ini terpingkal-pingkal. Tapi, apakah keduanya sama-sama "husnul khatimah" alias mendapatkan akhir yang baik?

Budi Anduk memiliki kelucuan karena itulah profesinya, sebagai pelawak. Ia tak memiliki tendensi apa-apa saat melucu, kecuali memenuhi passion-nya sebagai entertain, dan tentunya memenuhi kebutuhan dapur keluarga. Tidak lebih. Maka itu, tak sepenuhnya keliru jika ada yang menyimpulkan, profesi Budi Anduk jauh lebih mulia, dibandingkan Fahri Hamzah. 

Kenapa begitu? Iya, pertanyaan singkat yang pantas ditanyakan, jika kita sepakat Budi Anduk jauh lebih mulia dibandingkan politisi Partai Keadilan Sejahtera tersebut.

Kita jawab saja, Budi Anduk nyaris tak pernah melukai siapa-siapa, dan tak menyesatkan siapa-siapa. Budi hanya mengajak tertawa, agar hidup tak terasa jenuh, dan setiap persoalan bisa dihadapi dengan pikiran yang lebih jernih--setelah tertawa. Bisa jadi, jika ditanya, bekal apa yang dibawa Budi ke alam baka? Salah satunya, itu dia, kemampuannya mengundang tawa. 

Budi menyenangkan. Ia telah membuat banyak orang ceria, meski di negara di mana ia bekerja, begitu banyak orang susah. Tapi, orang-orang susah di negara ini berutang jasa kepadanya, karena telah membantu mereka tertawa di saat hidup terkadang sulit membantu mereka sekadar untuk tersenyum.

Lalu, bagaimana Fahri?

Sejujurnya, pendapat saya pribadi pada sosok ini adalah; menutup arogansi dengan memaksa diri terkesan vokal; berusaha menutupi keruhnya isi kepala dengan peci; hingga mengelabui banyak konstituen dengan alasan yang menghipnotis--dan hingga kini masih tersisa banyak orang jadi korban "hipnotis"nya, dan tak tersembuhkan.

Bagaimana jika Fahri meninggal di saat yang sama dengan Budi?

Saya membayangkan, malaikat di alam kubur mungkin akan memberikan senyum kepada Budi, "Kau cerdas membuat orang tertawa. Artinya, kau sudah membuat orang yakin, Tuhan adil, karena mereka teryakinkan bahwa tawa itu bukan soal kaya miskin, pejabat atau rakyat jelata. Semua bisa tertawa. Mudah-mudahan, Tuhan mengampuni kesalahanmu, dan memberikan surga untuk jasamu semasa hidupmu."

Sedangkan kepada Fahri, si malaikat boleh jadi akan menghadapinya mirip dengan wajah dan mulut politisi ini sendiri. "Menurutmu, apakah enak melihat wajah seperti ini?" kukira, begitulah malaikat membuka proses interogasi kepadanya.

Saat Fahri masih tercekat dengan bentuk wajah malaikat yang tak enak dilihat--konon malaikat bisa berubah wajah seperti apa saja ia mau--si malaikat sudah mengajukan pertanyaan lainnya. "Apakah enak melihat bentuk mulutku?" tanya si malaikat seraya memperlihatkan mulut yang sudah disetting berbau nanah sangat busuk. Mungkin, kuburan Fahri takkan menjadi tempat yang nyaman buatnya, meski ia tak disiksa kecuali oleh aroma dari mulut "sulapan" si malaikat.

Ya, itu mungkin hanya ilustrasi. Sekadar membayangkan bagaimana jika Budi dan Fahri sama-sama berpulang.

Tapi setidaknya, ilustrasi tadi mewakili sepak terjang masing-masing figur tersebut. Bahwa, apa yang sudah dilakukan Budi memang tak terbantahkan, membawa manfaat bagi banyak orang, di lintas agama dan aliran politik. Sedangkan Fahri? Sebagai politisi terkesan terlalu tega; pada partainya sendiri, konstituen, hingga nuraninya sendiri.

Kenapa ia pantas disebut politisi tega? Ya karena ketika ia muncul di depan publik, pernyataannya nyaris tak ada yang berisikan pendidikan politik. Jika gaya dan seni ia mengkritik dinilai olehnya sebagai sebentuk pendidikan politik, maka itu jelas pendidikan politik yang buruk.

Bagaimana tidak, ketika ia mengemukakan pendapat di depan publik, yang ia pentingkan tak lain kecuali berahi politik kelompoknya, dan terkadang terkesan melacurkan nama partainya yang notabene "menjual" nama agama. Misal saja, ketika negara sedang menghadapi suatu masalah, ia tega berbicara bagaimana mendapatkan sejumlah uang hanya untuk membangun gedung tempat ia bernaung.

Tak hanya itu, di saat ada pemimpin yang sedang berusaha menunjukkan bahwa di negara ini masih ada harapan, dan masih ada pemimpin bisa diharapkan, ia justru menista hal itu. Selain juga terus memberikan pernyataan-pernyataan mengecoh, agar yang buruk terlihat baik dan yang baik kian terkaburkan.

Sebagai salah satu rakyat, saya pribadi mungkin tak sepenuhnya benar dalam memberikan  penilaian atas politisi tersebut. Tapi setidaknya, masih terdapat banyak arsip berita yang bisa ditelusuri, apa saja konsep politik dari sosok Fahri? Apa saja konsep dia untuk memajukan negaranya? Apa saja kontribusinya di tengah perannya sebagai salah satu sosok berpengaruh di legislatif? Dan, apa jasanya untuk membuat Indonesia jadi lebih baik? Kenapa ia kini terkesan ketakutan "kursi" kecintaannya direbut--seperti dugaannya? Jika jawaban dari semua pertanyaan itu berkebalikan dari yang saya simpulkan, mungkin saya pribadi yang keliru menilai.

Saya kira, persoalan yang kini mencuat, hingga figur Fahri harus menghadapi Badan Penegak Disiplin Organisasi PKS, takkan jauh-jauh dari latar belakang pertanyaan itu.

Akhirnya, mudah-mudahan Budi dan Fahri sama-sama husnul khatimah, atau mengakhiri perannya dengan baik dan balasan terbaik sesuai peran dan tempat masing-masing. Budi sudah menyelesaikan perannya melucu dengan baik, semoga Fahri bisa melanjutkan kelucuannya dengan cara yang lebih baik. Amin.*FOLLOW @ZOELFICK

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun